Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 28-12-2019
Omnibus Law, Fatamorgana 2019!
H. Bambang Eka Wijaya
SALAH satu temuan cemerlang 2019 adalah Omnibus Law. Ini upaya menggabung puluhan atau ratusan UU bidang tertentu ke sebuah UU baru yang lebih sederhana untuk mengatasi tumpang tindih dan kontroversi hukum.
Dalam tumpang tindih dan kontroversi aturan hukum bidang tertentu, pemakai hukum bisa memilih UU atau pasal aturan yang cocok dengan kepentinganya. Setelah ada Omnibus Law semua UU itu dinyatakan tidak berlaku lagi. Jadi tak ada pilihan lain, semua kasus harus selesai dengan satu UU baru itu.
Namun, Omnibus Law itu bisa jadi hanya fatamorgana jika kebiasaan masyarakat pemakai hukum tak berubah. Sudah menjadi kecenderungan, meski dalam satu UU ada pengecualian, bahkan pada ayat selanjutnya di Pasal yang sama pun, pengecualian itu sering dikesampingkan para pemakai hukum.
Salah satu contoh kasus di Kaur, Bengkulu. PN memvonis Ade Ferman dua tahun penjara dan denda Rp20 juta, karena tambak udangnya tidak memiliki SIUP. Untuk tambaknya seluas 3,5 hektare Ade memiliki Izin RT/RW Kabupaten, Izin Nomor Induk Berusaha, dan izin lokasi pertambakan.
Ade dinyatakan terbukti bersalah melanggar UU 31/2004 tentang perikanan. Pasal 26 ayat (1) UU tersebut berbunyi, "Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP."
Namun, dalam ayat (2) disebut pengecualian, "Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana disebut pada ayat (1) tidak berlaku bagi nelayan kecil dan atau pembudidaya ikan kecil."
Dalam pledoi sudah disebutkan, Ade petambak kecil di bawah lima hektar yang tidak wajib memiliki SIUP sesuai pasal 26 ayat (2) UU 31/2004 dan Peraturan Menteri KP Nomor 49/2014. (Mursalin Yasland, Republika, 20/12/2019) Jadi, pengecualian dalam UU pada pasal yang sama dikesampingkan.
Di Lampung juga ada kasus sejenis, terkait lahan parkir dalam kompleks RSUAM. Dalam Pasal 62 UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jelas disebut pengecualian tentang penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah daerah.
Kewenangan pemerintah daerah itu diatur Permendagri Nomor 61/2007 tentang Pengelolaan Keuangan BLUD. BLUD diterapkan pada SKPD atau Unit Kerja dengan fleksibilitas, keleluasaan menerapkan praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Tapi pengecualian itu dikesampingkan. Kalau gaya seperti contoh kasus diteruskan, Omnibus Law jadi sia-sia. ***
0 komentar:
Posting Komentar