Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Menyoal Pendidikan Tanpa Adab!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 12-12-2019
Menyoal Pendidikan Tanpa Adab!
H. Bambang Eka Wijaya

BUSANA Menteri Pendidkan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat menghadiri pelantikan Rektor UI (4/12/2019), memakai baju santai, celana jeans dan sepatu loafers tanpa kaos kaki, menjadi sorotan. Salah satunya dari mantan Ketua DPR, Marzuki Alie.
"Mas menteri @Nadiem Makarim sebagai pejabat VVIP pada acara resmi protokoler pelantikan Rektor UI, pakai baju santai, sepatu tanpa kaos, di saat yang lain pakaian lengkap. Perlu mencontoh pres @Jokowi yang bisa menyesuaikan dress code-nya. Anda sekarang pejabat publik," demikian Marzuki Alie di akun Twitter-nya (5/12).
Sorotan terhadap gaya busana mendikbud itu juga menyulut rasa prihatin seorang dosen bernama Yudha Heryawan Asnawi, yang menulis di media sosial, "Nasihat untuk Dik Menteri Nadiem yang saya sayangi". (7/12)
Sang dosen memulai dengan kisah Umar ibn Khatab yang meski selalu berpakaian sederhana, tetap menyesuaikan pakaiannya dengan siapa dia bertemu sebagai wujud hormat. Bahkan ketika seorang hamba sahaya datang dengan pakaian lengkap berupa gamis, sorban dan kafiyeh (tutup kepala), Umar sang khalifah sangat berkuasa saat itu bergegas masuk rumah untuk mengenakan sorban dan tutup kepala.
Tak ada yang terlalu keliru dengan pakaianmu, hanya kurang tepat saja, tulis sang dosen. Yang menunggumu, telah siap dengan pakaian terbaik yang bisa dikenakan, maka akan baik jika dirimu pun mengimbanginya.
"Kurangilah ego-mu, selalu ada adab yang harus dirimu fahami, termasuk adab di Altar Akademik," tegas sang dosen.
Di Altar Akademik, betapa pun dirimu akan merubahnya, ada tradisi yang terpelihara, yang sudah ada sejak sebelum engkau dilahirkan, satu di antaranya adalah berpakaian terbaik bahkan terindah saat mengikuti prosesi di Altar Akademik.
Tradisi berpakaian itu, Bapakmu mengikuti, atasanmu mengikuti dan banyak orang cerdik pandai lain pun mengikuti. Mengikutinya bukan berarti tak berkemajuan, melainkan memahami adab dan tradisi yang syahdu. Demikian sang dosen.
Tampak yang mendapat tekanan sang dosen dari kisah Umar ibn Khatab hingga tulisan seterusnya, adalah masalah adab yang cenderung telah dikesampingkan mendikbud. Simpul yang bisa ditarik dari fakta itu adalah sebuah pertanyaan, mungkinkah pendidikan tanpa adab?
Tentu tergantung pendidikan apa yang ingin diwujudkan. Kalau hanya menjadikan manusia sebagai alat produksi seperti dalam kapitalis klasik, mungkin bisa. Tapi kalau pendidikan untuk membangun peradaban, tanpa adab hasilnya cuma 'per...an'! ***





1 komentar:

12 Desember 2019 pukul 20.20 Unknown mengatakan...

... memang banyak terlihat yang muda-muda sangat mumpuni berilmu, tetapi tidak disertai dengan adab yang sepadan . . .