Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 02-01-2020
Maka Jadilah KPK Alat Kekuasaan!
H. Bambang Eka Wijaya
MENTERI Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menyatakan pemerintah sedang menyusun Peraturan Presiden (Perpres) turunan dari UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Isinya meliputi tata organisasi, yang menempatkan Pimpinan KPK di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Draf Pasal 1 Ayat (1) perpres berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan pejabat negara setingkat menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagai kepala negara."
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Zaenur Rohman maupun pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari senada menyatakan draf tersebut bertentangan dengan UU No.19 Tahun 2019. Sebab, dalam UU tersebut ditegaskan bahwa KPK tetap berstatus independen meskipun berada di rumpun eksekutif.
"UU hasil revisi ini masih menjamin sifat independensi KPK dengan mengatakan bahwa KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun," ujar Zaenur. (Kompas.com, 27/12/2019)
Menurut Zaenur, posisi KPK berada di bawah presiden bisa membuat KPK tidak independen lagi. Ia khawatir, KPK yang memiliki kekuatan besar dalam hal penegakan hukum justru akan menjadi alat kekuasaan.
"Kalau ia dijadikan alat kekuasaan maka penegakan hukum antikorupsi tidak lagi dipercaya sebagai penegakan hukum yang bebas dari kepentingan-kepentingan politik," tegas Zaenur.
Sementara Feri Amsari menilai draf tersebut, "Jelas itu sesat lagi menyesatkan. Sepertinya Istana salah tafsir soal 'KPK adalah lembaga independen dalam ranah eksekutif'. Tidak berarti di ranah eksekutif harus bertanggung jawab kepada presiden."
Menurut Feri, sebuah lembaga yang berada di ranah eksekutif tidak melulu berada di bawah komando presiden, misalnya Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kalau meletakkan KPK bertanggung jawab kepada presiden artinya juga hendak meletakkan KPU begitu. Lembaga-lembaga independen di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden, itu keterlaluan," ujar Feri.
Dengan draf itu nyata reformasi dijungkirbalik. Dalam reformasi Tap MPR No.XI tentang penyelenggara negara bersih dari KKN didasari pertimbangan dalam penyelenggaraan negara telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada presiden. Karena itu, penanganan KKN di lingkungan presiden jadi prioritas.
Sebaliknya kini, penyelenggaraan negara kembali berpusat ke presiden, lembaga antikorupsi di bawah dan bertanggungbjawab kepada presiden. ***
0 komentar:
Posting Komentar