Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 30-01-2020
Persepsi Korupsi Terbaik, Dijegal!
H. Bambang Eka Wijaya
INDEKS Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2019 naik dua poin dari 38 menjadi 40, peringkatnya juga naik empat tingkat dari 89 menjadi 85 di antara 180 negara. Indeks terakhir ini reputasi terbaik Indonesia setelah tahun 2018 hanya naik satu poin ke 38. Dua tahun sebelumnya, 2016-2017, stagnan pada angka 37.
IPK Indonesia 2019 itu terbaik sepanjang dekade, dari 2009 pada skor 28 dan peringkat 111. Sampai akhir masa jabatan komisioner KPK Agus Rahardjo dkk, KPK nyaris sepanjang tahun itu memang amat banyak melakukan OTT, hingga nyaris tiada hari tanpa OTT.
Rupanya keefektifan kerja KPK menggulung koruptor itu menakutkan kalangan legislator dan pemerintah, kelompok terbesar "pasien" KPK. Akibatnya, laju langkah KPK itu harus dijegal oleh legislator dan DPR dengan memaksakan revisi UU KPK.
Revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 sebagai upaya melemahkan KPK ditegaskan Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris.
"Saya pikir tidak berubah pandangannya bahwa revisi Undang-Undang KPK itu memang tujuannya melemahkan," tegas Syamsuddin di Sequis Center, Jakarta. (Kompas.com, 23/1/2020)
Karena itu, Syamauddin meminta masyarakat untuk terus mengawal, jangan sampai KPK tak maksimal dalam pemberantasan korupsi. "Jangan sampai pelemahan itu berujung pada hilangnya kemampuan KPK dalam memberantas korupsi," harapnya.
Atas IPK Indonesia terakhir yang diumumkan Transparency International Indonesia (TII), Syamsuddin Haris meminta masyarakat sipil tak henti "menggonggongi" KPK.
"Desakan dan tekanan publik harus ditingkatkan, KPK itu mesti digonggongi , parpol harus digonggongi, pemerintah kita harus digonggongi, maksudnya diingatkan agar "Anda ini membawa bangsa kita masuk jurang, bukan membuat bangsa lebih baik," tukas Syamsuddin Haris--Guru Besar ilmu politik LIPI--dalam peluncuran IPK oleh TII. (Antara, 23/1/2020)
Kuatnya tekanan publik menurut dia amat penting dalam pemberantasam korupsi. "Karena, kalau mau jujur, siapa sih pemimpin punya komitmen pemberantasan korupsi? Jangan-jangan bisa dihitung jari karena terlalu sedikitnya. Peningkatan IPK jangan-jangan tidak cukup, pendekatan hukum saja tidak cukup, perbaikan politik saja tidak cukup, tapi transendental, misalnya, dengan ahli agama karena mengubah perilaku korup jadi tidak korup bukan hal yang mudah," tambahnya.
Diharapkan, publik tak bosan menggonggongi KPK, Parpol, Pemerintah agar IPK negeri kita tidak stagnan atau malah merosot. ***
0 komentar:
Posting Komentar