Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Subsidi Elpiji Jadi Tunai dan Kupon!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 23-01-2020
Subsidi Elpiji Jadi Tunai dan Kupon!
Bambang Eka Wijaya

PEMERINTAH mulai Semester II (Juli) 2020 mengubah skema penyaluran subsidi gas LPG (epligi) 3 kilogram menjadi langsung ke warga kurang mampu yang berhak secara tunai atau lewat kupon (voucher) kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UKM).
Skema ini dilakukan untuk mengatasi subsidi gas epiji 3 kg yang terus membengkak akibat salah sasaran. Banyak warga dari kalangan mampu memanfaatkan gas melon 3 kg.
Akibatnya, subsidi terhadap gas elpiji 3 kg terus membengkak, dari 24,9 triliun pada 2016, menjadi Rp30,7 triliun pada 2017, lalu melonjak ke Rp58,1 triliun pada 2018, dan ditahan pada 58,0 triliun pada 2019. Pada 2020 dipangkas dan dipatok pada 50,9 triliun, sehingga agar tercapai pembatasannya diubah skema subsidinya menjadi langsung tunai dan voucher untuk pedagang kecil.
Saat skema baru subsidi elpiji itu berlaku nanti, di pasar tak ada lagi gas melon 3 kg berharga Rp16.000-Rp20.000 seperti dewasa ini. Dari uji coba yang dilakukan Pertamina dalam beberapa bulan terakhir ini di Jakarta dan Surabaya, harga jualnya menjadi Rp39.000 untuk produk bernama pasar Bright Gas 3 kg.
Jadi, entah berapa pun nilai subsidi elpiji yang diterima secara tunai oleh setiap keluarga miskin setiap triwulan setelah Juli, semua harus membeli gas melon seharga dua kali lipat dari sekarang. Ini jelas akan menjadi beban baru yang berat bagi warga kurang mampu, karena sekalipun mereka telah menerima subsisi tunai untuk itu, biasanya uang tersebut segera ludes terpakai mencukupi konsumsi rumah tangga (pangan) keluarga mereka. Sehingga dana untuk pembelian gas menjadi telak menekan keuangan mereka yang selalu kandas itu.
Untuk meringankan beban hidup warga yang kurang mampu itu, sebaiknya pemerintah memperptimbangkan skema lain untuk bahan bakar dapur warga lemah. Yakni, mengembalikan peredaran minyak tanah di pasar dengan subsidi harga seperti di zaman Orde Baru. Ini agar masyarakat kelas bawah bisa mengatasi kesulitan mereka akibat kenaikan dua kali lipat harga gas, dengan kembali menggunakan kompor minyak tanah.
Tapi untuk itu pemerintah harus menyesuaikan harga minyak tanah dengan kemampuan warga kurang mampu. Karena harga minyak tanah sekarang sama dengan Pertamax, sedang kalau pakai subsidi sebesar solar, harganya juga masih terlalu mahal untuk kompor dapur.
Tentu kehidupan warga kurang mampu perlu dijaga agar tidak lebih buruk dari zaman Orde Baru, karena untuk memasak pakai kompor minyak tanah saja tak lagi mampu. ***


0 komentar: