Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Fungsi Luhur DPR Bangun Peradaban!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 21-09-2020
Fungsi Luhur DPR Bangun Peradaban!
H. Bambang Eka Wijaya

FUNGSI holistik DPR yang seutuhnya sangat luhur, membangun peradaban. Dan itu tak bisa lain, peradaban yang telah ditetapkan cita-cita kemerdekaan bangsa sebagaimana terukir dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni Pancasila.
Dengan demikian semua fungsi yang melekat dalam hak-hak konstitusional DPR, budgeting, legislasi, dan kontrol semuanya berorientasi atau mengarah sebagai proses dalam rangka membangun peradaban. Sebuah kata, pada sebuah ayat, dalam pasal undang-undang yang dibuat DPR, menjadi sebuah permata dalam ornamen peradaban masa depan bangsa.
Demikian luhur dan mulianya hasil kerja seorang anggota DPR, sehingga ia pantas disapa dengan sebutan "yang terhormat". Memang demikianlah selayaknya seorang wakil rakyat yang diposisikan sebagai peletak dasar-dasar peradaban yang memuliakan harkat dan martabat segenap warga bangsa ke masa depan.
Sebagai andalan dalam membangun peradaban itu, dengan sendirinya setiap anggota DPR menjadi contoh dan teladan bagaimana tata cara kehidupan yang beradab. Pertama tentu dari tutur katanya, sopan santun dalam pergaulan dengan sesama. Lalu cara bersikap, cara bekerja, cara berorganisasi, cara berdemokrasi, hingga cara berbangsa dan bernegara.
Untuk itu, dalam benak setiap anggora DPR sudah terbayang peradaban masa depan bangsa seperti apa yang akan diwujudkan sebagai implementasi Pancasila dimaksud. Refleksi atau gambaran masa depan ideal seperti apa yang akan dia wujudkan, menjadi syaraf motorik penggerak perjuangannya di parlemen dari hari ke hari. Dengan dasar itu pula dia siap adu argumentasi untuk mewujudkan gagasannya.
Andaikan profil ideal anggota DPR sebagai pembangun peradaban itu mengaktual dengan cukup meyakinkan rakyat, mungkin rakyat tenang mengikuti pembahasan RUU di DPR. Sebaliknya kalau kalangan DPR menunjukkan gelagat yang mencurigakan.
Misalnya, RUU yang disusunnya bukan untuk memuliakan manusia, tapi menjerumuskan generasi anak-cucu bangsa menjadi budak pemodal asing yang diberi wewenang leluasa merusak alam warisan leluhur. Gejala seperti itu yang meresahkan rakyat, karena DPR dan pemerintah bukannya berorirntasi sebagai pembangun peradaban, tapi malah menghancurkan peradaban pada sendi dasarnya, merendahkan martabat bangsa hanya menjadi bangsa budak di masa depan.
Gejala itu menguat ketika DPR meletakkan kepentingan kekuasaan lebih tinggi dengan merendahkan kepentingan kemanusiaan. Seperti perlakuan DPR terhadap Komnas HAM. ***


0 komentar: