Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

koalisi Kritik Keras RUU Cipta Kerja!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 26-09-2020
Koalisi Kritik Keras RUU Cipta Kerja!
H. Bambang Eka Wijaya

KOALISI Organisasi Pendidikan mengritik keras masuknya klaster pendidikan dan kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja. Mereka mendesak klaster itu dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja, karena destruktif mendorong dunia pendidikan jadi komersial dan liberal.
Koalisi Oaraganisasi pendidikan terdiri dari Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian Pengembangan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kemudian Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) -- Pengurus Besar NU, Nusantara Utama Cita (NU Circle), Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS), dan Majelis Wali Amanat Universitas Djuanda Bogor.
Ketua PP Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas mengatakan, klaster pendidikan dan kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja mempunyai substansi destruktif. Namun pembahasannya di DPR terus dilanjutkan.
Pemerintah berkali-kali menyebut RUU Cipta Kerja akan disahkan pada akhir September atau awal Oktober 2020. Busyro khawatir, pembahasan RUU ini tidak mendengarkan aspirasi publik.
"Kami harap Presiden Joko Widodo yang sudah dipilih rakyat dua kali beserta jajaran elite partai politiknya tidak  memaksakan kehendak politik. Presiden harus mendengarkan aspirasi rakyat," ujar Busyro. (Kompas, 23/9)
Sekjen Lembaga Pendidikan Ma'arif Harianto Ogie menyebut, klaster pendidukan dan kebudayaan di RUU Cipta Kerja bertentangan dengan Pasal 32 ayat (1) UUD 1945, yang mengamanatkan negara untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nulai-nilai budayanya.
Harianto juga menyebut, dalam RUU Cipta Kerja peran penyelenggaraan pendidikan tinggi keagamaan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama dihilangkan.
Klaser pendidikan dan kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja masuk Bab III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha. Secara paradigmatik pemerintah ingin menempatkan pendidikan dan kebudayaan masuk rezim investasi dan kegiatan berusaha. Pendidikan jadi badan usaha komersial, pabrik tukang.
Pendidikan juga jadi komoditas. Rupiah jadi standar nilai gelar akademis, bukan kualitas intelektualnya. ***


0 komentar: