Artikel Halaman 12, Lampung Post Sabtu 10-04-2021
Asta Brata, Pemimpin Sadar Bencana!
H. Bambsng Eka Wijaya
SEJAK kekuasaan Dyah Balitung di Mataram Kuno (870 M), pemimpin negeri menyadari Nusantara ini rawan bencana. Itu terlembaga dalam kidung Asta Brata yang melukiskan karakter pemimpin dijiwai harmoni delapan (asta) elemen alam: air, awan, matahari, rembulan, angin, bumi, samudera, dan api.
Dalam kidung ajaran Sri Rama kepada Wibisana saat akan jadi raja Ayodia itu air, awan dan matahari di urutan awal. Sekarang di musim iklim dan cuaca ekstreem dengan banyaknya bencana hidrometeorologi tampak, betapa arif leluhur bangsa di zaman awal itu.
Justru para pemimpin masa kini yang kurang memahami karakter alam, sehingga setiap kali terkejut dengan terjadinya bencana beruntun yang nyaris tak kinjung henti.
Dengan Asta Brata pemimpin masa lampau mengamalkan ajaran leluhur untuk menjaga dan memelihara harmoni semua elenen alam dalam kehidupan. Permukaan bumi tertutup hutan yang merata sehingga proses foto sintesis antara mata hari dan air di bumi dibelai awan langit biru yang seimbang.
Tapi kemudian kerakusan manusia didorong kapitalisme melahap permukaan hutan hingga botak dan gundul semua, keseimbangan dalam proses fotosintesis terganggu. Akibatnya air dari daratan tanpa saringan proses fotosintesis memadai langsung menguap ke atmosfir, menimbulkan efek rumah kaca terhadap bumi.
Efek rumah kaca itu membuat permukaan bumi semakin panas, samudera kegerahan, gletser (gunung es) di kutub cair, ikut menguapkan lebih banyak air ke atmosfir. Jadilah ini biang segala bencana hidrometeorologi.
Dari tengah samudera bayu yang biasanya ramah membelai dan menyegarkan, ikutan mengarak siklus topan sejenis Cempaka atau Seroja meluluhlantakkan Nusa Tenggara.
Dengan Asta Brata, bertolak dari kehancuran alam negeri, rekayasa untuk mengurangi efek rumah kaca di atmosfir, menurunkan laju peningkatan suhu bumi, agar dalam jangka panjang segala bencana yang bermuara pada efek rumah kaca secara perlahan bisa dikurangi.
Caranya, melalui Asta Brata harmoni antar-elemen alam itu secara bertahap diperbaiki, diseimbangkan. Untuk itu perlu strategi pembangunan holistik berorientasi lingkungan.
Holistik dalam arti semua dimemsi kehidupan diarahkan ke sana, seperti membuat UU bukan mengundang dan mempermudah investor ikut merusak lingkungan, tapi sebaliknya. Investor justru mendapatkan benefit dengan ikut membangun dan memperbaiki lingkungan.
Itu hanya soal visi pemimpin dan elite negeri. Investor seperti itu cukup banyak di muka bumi. ***
0 komentar:
Posting Komentar