Artikel Halaman 12, Lampung Post Selasa 20-04-2021
Pancasila dan Bahasa Indonesia 'Hilang'!
H. Bambang Eka Wijaya
PROTES masyarakat ramai mengarah ke Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) karena Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib hilang dari kurikulum pendidikan dalam PP tersebut.
Mendikbud Nadiem Makarim pun buru-buru mengunggah video dirinya mengatakan akan segera mengajukan revisi atas PP tersebut.
"Kami di Kemendikbud akan segera mengajukan revisi PP SNP ini terkait substansi kurikulum wajib agar tidak terjadi mispersepsi lagi," kata Nadiem dalam video yang diunggah Jumat (16/4/2021).
PP SNP, kata Nadiem, dibuat merujuk UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas. Ketika PP dirumuskan naskah dalam kebijakan itu sama persis dengan UU Sisdiknas.
"Masalahnya adalah tidak secara eksplisit PP tersebut mengacu pada UU Nomor 12/2012 tentang Dikti, di mana ada materi kuliah wajib Pancasila, Bahasa Insonesia dan selanjutnya. Jadi ada mispersepsi masyarakat dengan PP ini," jelas Nadiem.
Pancasila dan Bahasa Indonesia, menurut Nadiem, masih menjadi muatan wajib dalam kurikulum pendidikan Indonesia. Masih menjadi mata kuliah wajib di perguruan tinggi, tegasnya.
Bahkan menurut Nadiem, Pancasila dan Bahasa Indonesia akan selalu menjadi muatan wajib di Indonesia, dan itu terlihat dalam seluruh objektif program merdeka belajar yaitu menggunakan profil pelajar Pancasila sebagai tujuan akhir dari tranformasi pendidikan.
Dari penjelasan N9adiem tampak ada yang kurang pas dalam penyusunan PP SNP. Di Kemendikbud, ini kali kedua terjadinya kekeliruan dalam penyusunan kebijakan baru. Pertama, pada penyusunan 'Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035, yang didalamnya tak ada frasa agama.
Padahal, baik konstitusi maupun UU Sisdiknas mewajibkan suatu distem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. (UUD 1945, Pasal 31 ayat 3).
Jadi, setelah kehilangan frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional, kini kehilangan Pancasila dan Bahasa Indonesia pula dalam SNP, layak mengundang kewaspadaan masyarakat terhadap kemungkinan adanya hal yang kurang beres di kalangan perencana sistem pendidikan nasional.
Kalau setiap kali pura-pura tidak sengaja dan kemudian berusaha merevisi kesalahannya, suatu ketika akan bisa menjadi bencana saat terjadi kesalahan yang berakibat fatal. Cara-cara seperti mencari kesempatan dari kealfaan masyarakat itu, jelas bukan hal yang baik di dunia pendidikan. ***
0 komentar:
Posting Komentar