Artikel Halaman 09, Lampung Post Minggu 11-07-2021
Indonesia Jadi Ancaman
Gagalnya Perjanjian Paris!
H. Bambang Eka Wijaya
RI merupakan satu dari lima negara yang menjadi ancaman gagalnya Perjanjian Paris (Paris Agreement) tentang Perubahan Iklim 2015. Lima negara tersebut Jepang, Indonesia, India, Vietnam dan Tiongkok.
Hal itu disebutkan dalam laporan terbaru yang diterbitkan lembaga Tink Tank Carbon Tracker Initiative berjudul laporan Do Not Revive Coal.
Perjanjian Paris adalah kesepakatan global untuk menghadapi perubahan iklim. Komitmen setiap negara dinyatakan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) untuk priode 2020-2030.
Tujuan Perjanjian Paris menahan kenaikan temperatur global di bawah 2 derajat Celcius (Below 2 Degrees/B2DS) di akhir Abad ini.
Namun, kata laporan itu, kelima negara tersebut diketahui justru berencana membangun 600 PLTU batu bara baru yang mencakup 80% dari porsi batu bara baru global. Kapasitas dari seluruh PLTU itu melebihi 300 gigawatt (GW).
Hal itu dianggap mengkhawstirkan, karena Sekjen PBB Antonio Guterres sudah menyerukan untuk membatalkan pembangunan PLTU batu bara baru.
Pasalnya, kelima negara tersebut mengoperasikan 3/4 PLTU yang ada di seluruh dunia. (Sains.Kompas.com, 30/6)
Sebanyak 55% adalah Tiongkok, 12% India. Sedang Indonesia ketergantungannya amat tinggi pada PLTU batu bara, kapasitasnya mencapai 45 GW dan 24 GW pembangkit baru sudah direncanakan untuk dibangun.
Ceronong asap PLTU adalah pengirim carbon pembakaran batu bara paling besar ke atmosfer yang mengakibatkan perubahan iklim menjadi ekstrem.
Sementara itu, ada fakta menarik dari laporan Do Not Revive Coal tersebut. Fakta utamanya adalah di masa depan biaya operasi PLTU akan lebih mahal dibandingkan energi terbarukan (ET)
Pada tahun 2024, biaya ET akan lebih murah dibandingkan pembangkit batu bara di seluruh dunia. Sedangkan pada 2026 pengoperasian PLTU yang ada 100% lebih mahal dari ET.
Dengan adanya kompetisi dari ET dan regulasi yang semakin ketat, maka diproyeksikan PLTU batu bara akan semakin tidak menguntungkan.
Jika target Perjanjian Paris tercapai, sekitar 220 triliun dolar AS PLTU batu bara global yang sudah beroperasi berisiko menjadi aset terbengkalai (stranded assets).
Sekitar 80% PLTU batu bara yang sudah beroperasi dapat digantikan pembanhkit ET yang lebih hemat biaya.
Diperkirakan, 150 triliun dolar AS dana pembangunan aset terbengkalai itu terbuang sia-sia. Investor seharusnya menjauhi pembiayaan proyek PLTU batu bara baru.
"Karena dari awal terproyeksi akan menghasilkan negative return." ***
0 komentar:
Posting Komentar