Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Indonesia Turun ke Low Middle Income!

Artikel Halaman 12, Lampung Post Senin 12-07-2021
Indonesia Turun ke Low Middle Income!
H. Bambang Eka Wijaya

SELAYAK muhibah ke negara upper middle invcome (berpendapatan menengah atas) pada 2019, Indonesia 2020 kembali ke lower middle incone (berpendapatan menengah bawah).
Bank Dunia melaporkan Indonesia turun kelas kembali ke kelompok berpendapatan menengah bawah karena Pendapatan Nasional Perkapita pada 2020 turun menjadi 3.870 dolar AS, dari 4.050 dolar AS pada 2019.
Batas masuk upper middle income pada minimal 4.046 dolar AS. Dengan pendapatan 4.050 dolar AS per kapita pada 2019 itu posisi nongkrong Indonesia di upper middle income cuma nyempil di garis batas.
Maka, ketika terjadi resesi akibat diterjang pandemi Covid-19, amat mudah Indonesia jatuh kembali ke kelompok berpendapatan menengah bawah.
Ekonom senior  Faisal Basri mengatakan butuh waktu dua sampai tiga tahun bagi Indonedia untuk kembali naik kelas ke kelompok berpedapatan menengah atas. (CNBC-Indonesia, 7/7/2021)
Dengan selisih hanya 5 dolar AS dari batas kelompok menengah atas dan bawah pada 2019 itu, memang Indonesia masih terlalu dekat dengan menengah bawah.
"Tiba-tiba pandemi menerjang sehingga tahun 2020 mendadak sontak turun kelas, kembali dengan status negara berpendapatan menengah bawah," ujar Faisal.
Syarat untuk tidak lebih lama kembali ke level menengah atas, menurut Faisal, pertumbuhan ekonomi minimum 5% dan nilai tukar stabil.
Namun dengan pandemi kembali merebak lebih serius, dampak pandemi berikutnya mungkin bisa lebih buruk pada perekonomian. Akibatnya bisa mendorong Indonesia kembali masuk jebakan middle income trap (perangkap pendapatan menengah) yang pernah menyandera Indonesia dalam waktu lama.
Menurut analisis Indonesia Investment (investments.com), jebakan pendapatan menengah terjadi karena terlena komoditas booming ekspor bahan mentah. Terlambat beralih ke ekspor barang jadi (manufaktur), bahkan setengah jadi pun.
Industri yang dibangun malah substitusi impor dalam arti bahan baku dan bahan penolongnya mayoritas impor, hingga impor nyaris nenenggelamkan neraca pembayaran.
Selisih 5 dolar pendapatan per kapita pada 2019 itu didapat setelah impor solar diganti biodiesel produksi dalam negeri. Sekalipun ini ada eksesnya, petani sawit menjerit harga TBS-nya dipotong pungutan ekspor CPO 50 dolar AS per ton untuk menyubsidi produksi biodiesel.
Sukses itu rupanya pakai tumbal. Tapi kalau pendapatan petani diselamatkan, kenaikannya mungkin bisa mendukung pendapatan perkapita menggapai garis pendalatan menengah atas lagi. ***







0 komentar: