Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kasus Prita, Ketidakpastian Hukum!

“PT—Pengadilan Tinggi—Banten membatalkan putusan sela PN Tangerang yang membebaskan Prita Mulyasari dari segala dakwaan terkait keluhannya atas pelayanan RS Omni Internasional di milis pribadinya!” ujar Umar. “Menurut Ketua PT Banten, Sumarno, UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronika) telah berlaku sejak diundangkan! Alasannya, UU ITE memberi acuan ke kitab hukum acara pidana—KUHAP, meski pada pasal lain memerintahkan pembuatan PP dalam dua tahun!”

“Dalih Sumarno tentang dualisme UU ITE diungkap Jaksa Agung Hendarman Supanji, justru untuk menindak bawahannya!” sambut Amir. “Kata Jaksa Agung, UU ITE itu masih debatable! Ada pasal yang memerintahkan membuat PP selambatnya dua tahun, tapi ada pula acuan ke KUHAP! Jaksa Agung melakukan pemeriksaan untuk cari tahu faktor pendorong (push factor) hingga bawahannya menabrak yang debatable!”

“Tapi saya tak setuju mencari tahu push factor apa yang membuat PT Banten memungut kembali alas dakwaan yang telah dibatalkan PN Tangerang itu! Bisa terjebak menuduh yang bukan-bukan!” timpal Umar. “Justru lebih tepat menukik ke UU ITE yang kontroversial, bukan hanya menyangkut masa berlakunya, tapi lebih lagi terkait realitas zaman! Di era revolusi informasi dan keterbukaan dewasa ini, kenapa para pembuat UU menjerat warga negara ketika mengeluhkan pelayanan di milis pribadinya! Apalagi realitas pelayanan di negeri ini masih perlu perbaikan, baik pelayanan oleh swasta maupun pemerintah! Apa kata dunia, di negeri kita warga mengeluh saja dipenjara!”

“Capek membicarakan buruknya kualitas UU kita yang setiap kali menimbulkan ketidakpastian hukum!” tegas Amir. “Ketidakpastian hukum pada UU Pemilu yang mengakibatkan kisruh pembagian kursi legislatif belum selesai, muncul pula ketidakpastian hukum UU ITE pada kasus Prita Mulyasari! Jadi, saya tetap mau mencari tahu push factor ketika ada pilihan kontroversial, kenapa aparat hukum yang sepak-terjangnya merupakan realitas praktek hukum harus memilih yang melawan arus zaman—dalam hal ini, informasi dan keterbukaan! Bukankah, pencipta hukum (legislator) dan aparat hukum (terutama hakim) diwajibkan menggali rasa keadilan masyarakat, yang adanya justru dalam arus zaman itu sendiri!”

“Rupanya kau fokus ke penyebab ketidakpastian hukum, yang ternyata pada anomali penciptaan dan praktek hukum!” timpal Umar. “Anomali itu penyimpangan! Dalam kasus-kasus tersebut, penciptaan dan praktek hukum menyimpang dari arus zaman! Risikonya, penyelesaian konflik dalam masyarakat akan kontraproduktif terhadap peradaban! Artinya, dengan ketakpastian hukum akibat anomali penciptaan dan praktek hukum, salah-salah kita justru semakin tak beradab!” ***

1 komentar:

2 Agustus 2009 pukul 16.44 wali kota bandar lampung mengatakan...

kepastian hukum harus ditegakkan.. dan tegakkan hukum se adil-adiny