Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pesan Mbah Surip dari Puncak Karier!

“MBAH Surip, penyanyi Tak Gendong, yang bernama asli Urip Ariyanto, wafat Selasa Wage 4 Agustus pukul 10.30 pada usia 60,” ujar Umar. “Seniman rakyat itu merangkak dari bawah, menyelesaikan perjuangannya saat menccapai puncak karier!”
“Nasib Mbah Surip mirip Gombloh, seniman rakyat terdahulu, yang sepanjang hidup berjuang penuh pengorbanan dan penderitaan demi pengabdian pada seni yang digelutinya, perjalanan kariernya selesai saat berada di puncak!” timpal Amir. “Itu suatu akhir istimewa, karena banyak seniman yang mencapai puncak karier pada usia lebih dini, justru hayatnya berakhir saat kariernya jatuh dengan segala kisah hidup yang dramatis!”

“Lahir 5 Mei 1949 di Mojokerto, Jawa Timur, Mbah Surip seorang duda empat anak dan empat cucu. Di balik gaya mutakhirnya yang gimbal-urakan, Mbah Surip sebenarnya berpendidikan relatif baik, setidaknya bisa dia jadikan modal bertualang kerja pada sektor pertambangan di Amerika dan Arab!” tegas Umar. “Tapi oleh darah seninya—ia sudah menulis sebagian lagunya yang populer belakangan ini ketika bekerja di Amerika—Mbah Surip tak bisa menikmati gaji dolarnya, sehingga kembali ke Tanah Air dan menggelandang sebagai seniman jalanan di Jakarta! Ternyata, lagu-lagu reggae-nya

yang berdialek empatik rakyat kebanyakan mendapat tempat di hati masyarakat luas!”
“Namun, justru gayanya yang konsisten merakyat itu menjadi masalah di puncak kariernya!” timpal Amir. “Dengan jadwal show yang sangat padat, seniman yang bertahun-tahun biasa jalan kaki dari Bulungan ke Taman Ismail Marzuki dan Ancol ini, menggendong gitarnya ke mana-mana dengan sepeda motor, yang dikendarai Farid Wahyu D.P., asistennya! Sejak lagu Tak Gendong meledak Mei 2009, menurut Farid, acara Mbah Surip selalu terisi pagi, sore, dan malam!” (Kompas.com, [12-7])

“Itu risiko sukses! Sangat melelahkan!” sambut Umar. “Bukan mau mengatakan kelelahan menjadi penyebab Mbah Surip meninggal! Jelas, ini soal takdir yang telah sampai! Yang ingin ditegaskan justru, sikap Mbah Surip memegang prinsip menolak kemapanan yang konsisten ia jalani sampai akhir hayatnya! Ini warisan berharga Mbah Surip, terutama bagi generasi muda, yang mudah silau oleh gemerlap kepalsuan materialisme!”
“Warisan nonmateriil, dalam arti cara bersikap dan memegang prinsip, khususnya lagi dalam pemahaman tentang belajar salah, yang bisa disebut sebagai salah satu ungkapan terpenting Mbah Surip!” tegas Amir. “Betapa, lewat gimbal dan urakannya menjadi lebih mudah bagi Mbah Surip membawa orang menyusuri logika terbalik, bahwa tanpa mengenal yang salah secara hakiki orang cuma bisa sampai pada tataran sok bener—malah—sok benernya sendiri! Jadi, pesan Mbah Surip, pelajarilah kesalahan untuk menemukan kebenaran!”

0 komentar: