"KEK, teroris sekarang siapa yang punya?" tanya cucu.
"Kau pikir teroris ada yang punya?" sambut kakek.
"Berarti kakek tak mengikuti acara Secret Operation di Metro TV!" tukas cucu. "Di situ diungkap, Komando Jihad, teroris di negeri kita beberapa dekade sejak 1970-an, ternyata bentukan Pitut Suharto dari Opsus (Operasi Khusus), jaringan intel Orde Baru di bawah Ali Murtopo! Komando Jihad dibentuk untuk kepentingan Opsus dari sisa-sisa gerakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia). Untuk pendanaannya, tokoh-tokoh Komando Jihad dijadikan agen minyak tanah Pertamina!"
"Berdasar cerita itu, menurutmu Komando Jihad siapa punya?" potong kakek.
"Dengan contoh itu untuk melihat teroris siapa punya, tiga hal harus diurut: pertama sejarahnya, kedua untuk kepentingan siapa teroris dibentuk, dan ketiga pendanaannya!" tegas kakek. "Dari sejarahnya, kelompok Noordin M. Top sekarang sempalan Jemaah Islamiyah (JI), yang semula dibentuk sebagai subordinat Al-Qaeda! Sedang Al Qaeda di bawah pimpinan Osama bin Laden, semula dibentuk dan dilatih oleh Amerika Serikat, untuk mendukung pejuang Mujahidin mengusir tentara Soviet dari Afghanistan! Dengan sejarah demikian, bisa dikatakan teroris bekerja untuk kepentingan AS, sekaligus teroris milik AS!"
"Hidup Kakek!" sambut cucu. "Teroris milik AS!"
"Itu dulu!" entak kakek. "Setelah kaum Mujahidin berkuasa di Pakistan, Osama dan kelompok teroris ditelantarkan oleh AS! Osama marah, bersama subordinatnya berbalik melawan AS! Tanpa dukungan Osama, kekuasaan Mujahidin dengan mudah direbut oleh Taliban! Bahkan, setelah sejumlah serangan pada kepentingan AS di Afrika, Osama dan Al Qaeda bergabung dengan Taliban! Maka itu, usai serangan ke WTC 11-9-2001, AS menyerbu Al-Qaeda di Afghanistan!"
"Berarti teroris bergeser jadi milik Osama!" sela cucu. "Tapi, apa dana teroris Noordin M. Top dari Arab dan Malaysia bisa dipastikan dari Al-Qaeda?"
"Noordin yang cerdik, bisa saja menciptakan kesan begitu!" tukas kakek. "Kebenaran kesan itu harus dibuktikan! Tapi dengan dana yang disebut miliaran rupiah itu, Noordin jadi gesit dan selalu lolos dari polisi--meski jaringan terorisnya berhasil dibongkar sampai akarnya!"
"Kegagalan polisi meringkus Noordin itu membuat penguasa gerah, hingga siap mengerahkan militer untuk memerangi teroris!" sela cucu.
"Gelar pasukan militer mengatasi teroris kurang tepat, selain mengecilkan polisi, pengerahannya bersama intel-intel militer sampai ke pelosok daerah bisa mengulang kesan buruk masa lalu!" tegas kakek. "Dengan kembalinya militer aktif di tengah masyarakat, kesan lain timbul, ternyata kehadiran teroris menguntungkan militer! Lewat tafsiran begitu, pertanyaan teroris sekarang siapa punya, bisa dijawab ngawur oleh awam!" ***
0 komentar:
Posting Komentar