"KENAPA televisinya dimatikan?" tanya Umar. "Tak tega melihat warga
Indonesia--TKI--disiksa polisi Malaysia, ditinju, diterjangi sekeras-kerasnya, setelah terkapar tak berkutik diinjak dan disepaki lagi! Rekaman 'prosesi' penyiksaan itu ditayang ulang berhari-hari oleh televisi nasional kita!"
"Semula saya iba pada yang disiksa! Aneh, lama-kelamaan menyaksikan tayangan itu hatiku justru tersayat melihat polisi Malaysia yang menyiksa, perilakunya tak terlihat lagi selayaknya manusia, telah berubah buas seperti binatang!" jawab Amir.
"Jika rekaman itu asli, jelas kita prihatin karena saudara serumpun kita telah
berubah sifatnya, lebih menonjolkan perilaku hewani!"
"Mungkin saudara serumpun kita itu ingin membuktikan kebenaran filsafat Nietzche, naluri manusia itu jembatan antara yang insani dan hewani!" tegas Umar. "Jadi perlu dibahas, kenapa watak saudara serumpun kita bergeser semakin mengaktualkan naluri hewaninya?"
"Ada dua faktor pendorong ayunan pendulum naluri ke dua sisinya, yang insani dan hewani!" jawab Amir. "Pertama bersifat personal, intinya lepas kontrol atau lupa diri. Ini bisa akibat mabuk, baik mabuk obat terlarang atau alkohol, maupun mabuk atau lupa diri karena sukses! Sebaliknya, juga bisa akibat tekanan beban hidup yang berat, lazim disebut stres! Sedang faktor kedua, bersifat sistemik dalam masyarakatnya, seperti kaum Nazi, atau sistem totaliter lainnya!"
"Huahaha..!" Umar terbahak. "Untuk saudara serumpun kita di Malaysia itu, kayaknya terdorong kedua faktor--personal dan sistemik--sekaligus! Secara personal mabuk sukses ekonomi, jadi sombong dengan memandang rendah sesama manusia yang melarat--warga Indonesia yang merantau ke negerinya mencari sesuap nasi!
Secara sistemik, karena negerinya menerapkan Internal Security Act--ISA--di mana polisi dan aparat penguasa lainnya bebas menangkap dan menahan siapa saja yang dicurigai tanpa batasan-batasan hukum yang mengacu hak-hak asasi manusia! Dengan begitu bisa ditebak, kenapa bandul nalurinya sering mudah mengayun ke sisi yang hewani--karena telah terjadi sinergi antara faktor personal dengan faktor sistemik!"
"Kalau sudah begitu, justru kita yang harus bisa memosisikan diri secara lebih tepat dalam segala bentuk hubungan dengan saudara serumpun itu!" tegas Amir. "Karena, watak yang terbentuk oleh sinergi faktor personal dan sistemik itu tak mudah diubah!
Jadi, kitalah yang wajib menyumblimkan diri dengan berusaha sekuat daya untuk menjaga diri agar bisa bertahan pada naluri insani yang mulia, selalu sadar dalam kewarasan! Kalau kita ikut berperilaku kekerasan, seperti semangat konfrontatif yang dikobarkan, derajat kita justru jatuh--ikut melampiaskan naluri hewani seperti mereka! Itu bukan watak dan sifat dasar kita!" n
"Mungkin saudara serumpun kita itu ingin membuktikan kebenaran filsafat Nietzche, naluri manusia itu jembatan antara yang insani dan hewani!" tegas Umar. "Jadi perlu dibahas, kenapa watak saudara serumpun kita bergeser semakin mengaktualkan naluri hewaninya?"
"Ada dua faktor pendorong ayunan pendulum naluri ke dua sisinya, yang insani dan hewani!" jawab Amir. "Pertama bersifat personal, intinya lepas kontrol atau lupa diri. Ini bisa akibat mabuk, baik mabuk obat terlarang atau alkohol, maupun mabuk atau lupa diri karena sukses! Sebaliknya, juga bisa akibat tekanan beban hidup yang berat, lazim disebut stres! Sedang faktor kedua, bersifat sistemik dalam masyarakatnya, seperti kaum Nazi, atau sistem totaliter lainnya!"
"Huahaha..!" Umar terbahak. "Untuk saudara serumpun kita di Malaysia itu, kayaknya terdorong kedua faktor--personal dan sistemik--sekaligus! Secara personal mabuk sukses ekonomi, jadi sombong dengan memandang rendah sesama manusia yang melarat--warga Indonesia yang merantau ke negerinya mencari sesuap nasi!
Secara sistemik, karena negerinya menerapkan Internal Security Act--ISA--di mana polisi dan aparat penguasa lainnya bebas menangkap dan menahan siapa saja yang dicurigai tanpa batasan-batasan hukum yang mengacu hak-hak asasi manusia! Dengan begitu bisa ditebak, kenapa bandul nalurinya sering mudah mengayun ke sisi yang hewani--karena telah terjadi sinergi antara faktor personal dengan faktor sistemik!"
"Kalau sudah begitu, justru kita yang harus bisa memosisikan diri secara lebih tepat dalam segala bentuk hubungan dengan saudara serumpun itu!" tegas Amir. "Karena, watak yang terbentuk oleh sinergi faktor personal dan sistemik itu tak mudah diubah!
Jadi, kitalah yang wajib menyumblimkan diri dengan berusaha sekuat daya untuk menjaga diri agar bisa bertahan pada naluri insani yang mulia, selalu sadar dalam kewarasan! Kalau kita ikut berperilaku kekerasan, seperti semangat konfrontatif yang dikobarkan, derajat kita justru jatuh--ikut melampiaskan naluri hewani seperti mereka! Itu bukan watak dan sifat dasar kita!" n
0 komentar:
Posting Komentar