Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ironis, Distribusi Air Bersih di Perkotaan!


"BARU tanggal 22 kok belanja ke warung bawa buku catatan utang?" tanya suami.

"Malah sudah sejak lima hari lalu!" jawab istri. "Harga berbagai macam kebutuhan pokok secara perlahan tapi pasti terus naik, tanpa kecuali air minum, hingga uang gaji sisa pembayar hutang warung bulan sebelumnya jadi lebih cepat habis!"

"Kok air minum kau masukkan jadi kebutuhan pokok seperti beras dan minyak goreng saja?" entak suami. "Dalam penghitungan ragam jenis kebutuhan pokok untuk standar upah minimum buruh, air minum dan air mandi, cuci baju serta cuci piring tidak termasuk!"

"Tapi kenyataannya kan jadi pengeluaran pasti keluarga kita, penyebab uang gaji jauh lebih cepat habis!" timpal istri. "Itu termasuk keanehan dalam distribusi air bersih perusahaan air minum (PAM) di kota kita, yang salurannya hanya ke wilayah perumahan warga mapan saja, sedang kawasan warga miskin apalagi kumuh, tak dapat saluran air bersih! Sebagian warga kumuh minum dengan membeli air, sedang yang tak mampu beli, minum air sumur dangkal yang keruh, sehingga dimasak pun residu karat larutan logamnya tak hilang!"


"Ironis sekali distribusi air bersih di perkotaan!" tukas suami. "Layanan air bersih yang pengadaan fasilitasnya disubsidi uang rakyat malah lebih dinikmati kelompok mapan dari ekonomi mampu, sedang rakyat jelata yang amat membutuhkan malah tak kebagian!"

"Jadi ada dua ketakadilan!" timpal istri. "Pertama, air bersih yang sudah menjadi kebutuhan pokok dan harus dibeli tidak masuk daftar kebutuhan yang dihitung dalam penetapan standar upah minimum! Kedua, distribusi air perkotaan yang justru hanya dinikmati kalangan mampu! Tapi bagaimana cara memperjuangkan agar ketakadilan itu bisa diperbaiki?"

"Kebetulan, aku baru teringat, 22 Maret ini Hari Air Sedunia PBB, dengan tema 2011 Water for Cities, Responding to The Urban Challenge!" ujar suami. "Bagaimana penguasa kota membuat rancangan lebih adil dalam distribusi air bersih, terutama dengan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan kalangan kurang mampu, bukan sebaliknya!"

"Tapi sulit berharap keadilan atas air bersih yang telah jadi komoditas—barang dagangan—sekaligus kebutuhan pokok itu!" tukas istri. "Memang, 70% permukaan bumi ini air, tapi 97% dari semua air itu asin! Cuma 3% air tawar, terdiri dari salju, air tanah, air permukaan, dan uap air! Semakin jadi barang langka air bersih, makin kuat penguasa berusaha mengamankannya untuk kepentingan barisan elitenya!" ***

1 komentar:

25 Maret 2011 pukul 23.40 Unknown mengatakan...

sungguh memang sangat ironis sekali sahabat,,,