"Kalau dikirim medio Januari sampai akhir Maret belum sampai, agaknya roda kedaraannya sempat gembos, sehingga harus ditambal dulu, atau malah harus diganti bannya!" timpal Amir. "Kelambatan penerimaan biaya operasional satu triwulan itu jelas membuat kepala sekolah tambal-sulam menutupi semua kebutuhan sesuai dengan jadwalnya! Itu bagi kepala sekolah yang mampu cari tambalan dan sulaman! Pada yang kebetulan tak mampu, berarti pemenuhan banyak kebutuhan ditunda, sehingga operasional sekolah terganggu!"
"Dari ramainya keluhan terkesan hal terakhir yang banyak terjadi—keterlambatan diterimanya BOS mengganggu kelancaran operasional sekolah!" tegas Umar. "Sedihnya, hal itu terjadi bukan karena dana BOS yang ini kali pertama dikirim lewat kas APBD itu ditahan oleh Pemkab atau Pemkot, tapi karena sebagian dinas pendidikan tingkat dua tak menyosialisasikan perubahan format adminstrasinya tepat waktu! Akibatnya, banyak kepala sekolah terlambat menyesuaikan administrasi pengajuannya!"
"Dalam kasus ini masalahnya bukan cuma Dinas Pendidikan yang lambat menyosialissikan dan sekolah yang lambat mengantisipasi perubahan!" timpal Amir. "Tapi lebih dari itu, mulai birokrasi
"Lebih menyedihkan lagi hal itu terjadi pada dunia pendidikan yang diandalkan menjadi roda kemajuan bangsa!" tukas Umar. "Pengandalan peran itu membuat APBN dan APBD pendidikan dipatok minimal 20%! Tapi jika ditangani oleh birokrasi yang karatnya belum tersentuh oleh semangat reformasi begitu, harapan besar bangsa ini dalam menjadikan pendidikan sebagai andalan bisa berbalik menjadi kekecewaan—dunia pendidikan yang diharapkan sebagai roda kemajuan bangsa, realitasnya cuma ban gembos!" ***
0 komentar:
Posting Komentar