SEBUAH pesawat kecil membawa tiga penumpang, politikus bersafari, kiai bersorban, dan remaja berseragam pramuka duduk di tengah. Si remaja menanya politikus tentang karakter bangsa.
"Karakter bangsa kata Prof. Sunaryo Kartadinata dalam seminar di GSG Unila, Sabtu, bertolak dari mindset kebangsaan, seperti bangga pada karya dan kemampuan bangsa sendiri!" jelas politikus. "Mindset kebangsaan itu berorientasi pada cita-cita bangsa: memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, cinta Tanah Air, dan cinta damai dalam pergaulan dunia!"
"Bagaimana amalan mindset itu?" potong remaja.
"Rangkaian cita-cita itu mengandung nilai-nilai unik berakar pada budaya lokal yang mengaktual lewat kreativitas seni dan sikap hidup!" jawab politikus.
"Aktualisasi cita-cita itu diawali aplikasi kultur (budi daya ekonomis) untuk penghidupan yang berkembang menjadi ekonomi berbasis nilai-nilai kreatif lokal yang unik!"
"Jadi karakter dimulai dari sumber penghidupan?" kejar remaja.
"Karena karakter itu harus dimulai dari nilai kerja keras (rajin, tekun, gigih), berorientasi pada mutu kerja (agar produknya bersaing), jujur, sabar, tanggung jawab, yang mencerminkan adanya kepribadian dengan pengendalian diri, cerdas, terampil, dan berakhlak mulia!" jelas politikus.
"Tapi ekspresi karakter itu dalam kesatuan bangsa yang besar, perlu soft skill, kemampuan komunikasi, memahami, empati, toleransi, agar hidup harmonis di tengah realitas kebhinnekaan!" Sampai di situ pilot keluar dari kokpit memakai parasut dan berkata, "Maaf para penumpang, pesawat kita dapat masalah, kita harus loncat keluar dengan parasut! Itu ada dua parasut, silakan atur sendiri!" Pilot pun meloncat. Sepeninggal pilot, politisi langsung menyambar satu parasut dan tanpa berkata sepatah pun meloncat keluar menyusul pilot. Parasut tinggal satu, Pak Kiai senyum dan berkata ke remaja, "Kau masih belia, masa depanmu masih panjang, ambil sisa parasut itu untukmu!"
"Pak Kiai jangan putus asa!" sambut remaja. "Tubuh Pak Kiai kurus, badanku juga kecil! Berat kita berdua tak seberat politikus yang buncit tadi! Jadi kita bisa terjun tandem, satu parasut berdua!" "Alhamdulillah!" timpal Kiai. "Terbukti, karakter tak bisa cuma diajarkan, seperti kata Prof. Ahman, Sekjen Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), tapi harus dibiasakan dan ada keteladanan! Tanpa keteladanan seperti politikus itu, meski menggurui soal karakter tapi malah mengulang kebiasaannya menyelematkan diri sendiri dengan meninggalkan rakyat dalam masalah!" ***
"Tapi ekspresi karakter itu dalam kesatuan bangsa yang besar, perlu soft skill, kemampuan komunikasi, memahami, empati, toleransi, agar hidup harmonis di tengah realitas kebhinnekaan!" Sampai di situ pilot keluar dari kokpit memakai parasut dan berkata, "Maaf para penumpang, pesawat kita dapat masalah, kita harus loncat keluar dengan parasut! Itu ada dua parasut, silakan atur sendiri!" Pilot pun meloncat. Sepeninggal pilot, politisi langsung menyambar satu parasut dan tanpa berkata sepatah pun meloncat keluar menyusul pilot. Parasut tinggal satu, Pak Kiai senyum dan berkata ke remaja, "Kau masih belia, masa depanmu masih panjang, ambil sisa parasut itu untukmu!"
"Pak Kiai jangan putus asa!" sambut remaja. "Tubuh Pak Kiai kurus, badanku juga kecil! Berat kita berdua tak seberat politikus yang buncit tadi! Jadi kita bisa terjun tandem, satu parasut berdua!" "Alhamdulillah!" timpal Kiai. "Terbukti, karakter tak bisa cuma diajarkan, seperti kata Prof. Ahman, Sekjen Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), tapi harus dibiasakan dan ada keteladanan! Tanpa keteladanan seperti politikus itu, meski menggurui soal karakter tapi malah mengulang kebiasaannya menyelematkan diri sendiri dengan meninggalkan rakyat dalam masalah!" ***
0 komentar:
Posting Komentar