Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

‘Landreform’, dari Orla ke Reformasi!

"LANDREFORM atau reformasi agraria dipahami sebagai program redistribusi lahan pertanian!" ujar Umar. "Dipicu kasus Mesuji dan Bima, tuntutan dengan semangat itu yang bertolak dari UU Pokok Agraria No.5/1960 pekan terakhir mengentak dalam aksi massa di seantero negeri, dengan poros gerakannya ribuan tani, buruh, nelayan, dan mahasiswa merobohkan pagar gedung DPR, Senayan!" "Semua orde—Orde Lama (Orla), Orde Baru (Orba), dan Orde Reformasi—sebenarnya melakukan landreform dengan skala masing-masing! Orla lewat program transmigrasi sejak sebelum UUPA lahir!" sambut Amir. "Justru setelah lahir UUPA, landreform dalam arti bagi-bagi tanah ke buruh tani yang tak punya lahan dan petani berlahan sempit dieksploitasi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui ormas mantelnya Barisan Tani Indonesia (BTI) sebagai agenda perjuangannya, terutama dalam memikat anggota baru!" 

"Itu sebabnya istilah landreform jadi terdengar miris dan dihindari sebagai agenda perjuangan partai politik sejak era Orba!" tukas Umar. "Akibatnya, landreform dalam bentuk bagi-bagi tanah, meski perintah UU, tak kunjung terlaksana! Orba melanjutkan pilihan Orla dengan program transmigrasi sebagai pelaksanaan landreform, bahkan melakukannya besar-besaran—memindah jutaan keluarga dari Jawa-Bali ke seantero Tanah Air—dengan terus menyempurnakan programnya, dari tanaman pangan ke perkebunan berpola PIR dengan prioritas intinya PTPN!" "Justru pada Orde Reformasi, yang kata 'reform' jadi nama ordenya, landreform dalam semua bentuk, termasuk transmigrasi, jauh menurun!" timpal Amir. 

"Orde Reformasi yang berorientasi sistem ekonomi liberal (neolibs) memrioritaskan pemberian lahan ke perusahaan swasta lewat pola HGU! Pola ini menguasai sebagian besar bekas hutan produksi Kalimantan! Transmigrasi yang dilakukan sporadis (asal ada) dialihkan ke NTT dan Papua yang wilayahnya tak mendukung!" "Begitulah, landreform pola transmigrasi lesu, distribusi tanah era Reformasi diutamakan pada perusahaan besar (satu HGU bisa puluhan ribu hektare), distribusi tanah ke rakyat jadi nyaris tak ada, saat terpicu meledaklah tuntutan landreform dalam bentuk bagi-bagi tanah langsung yang sejauh ini modelnya masih jadi alergi kalangan elite politik!" tegas Umar. "Terutama elite politik yang membuat komitmen moratorium kawasan bekas hutan produksi tak akan digarap jadi lahan pertanian! Jadi, bagaimana mau melakukan landreform, lahan untuk dibagi-bagi tak ada!" ***

0 komentar: