"HASIL survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) tentang kepercayaan publik pada pemberantasan korupsi menunjukkan publik tak lagi percaya pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberantasan korupsi!" ujar Umar. "Dalam pemberantasan korupsi selama ini, pemerintahan Yudhoyono dipersepsikan sangat buruk oleh publik!" (Kompas, 9-1).
"Kalau pemerintahan Yudhoyono digambarkan tak berdaya melawan korupsi begitu, berarti korupsi justru semakin perkasa!" timpal Amir. "Seburuk apa persepsi publik pada kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi?"
"Dalam survei nasional 8—17 Desember 2011 itu kepercayaan publik turun jadi tinggal 44%, dari angka 52% pada Desember 2010. Pada Desember 2009 tercatat 59%," jawab Umar. "Buruknya kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi juga terlihat dari persepsi publik terhadap kinerja penegakan hukum secara nasional! Dalam catatan LSI, kondisi penegakan hukum Desember 2011 berada pada titik paling rendah, minus 7. Awal jatuhnya 2009, menjadi 5, dari 32 pada 2008! Pada Desember 2010 tinggal 2. Jadi, 2011 turun 9 poin!"
"Kalau angkanya dari suhu normal 32 jadi minus jauh di bawah nol begitu, ibarat suhu minus 7 derajat, segalanya jadi beku!" timpal Amir. "Bisa beku begitu karena publik melihat banyak kasus masuk peti es! Dari kasus Century, lanjutan sisi pejabat polisi dan pajak kasus Gayus Tambunan seperti diekspos Susno Duadji, kasus wisma atlet dan Hambalang, sampai proyek Kemenakertrans yang terkesan dipagari dari kaitannya ke tokoh-tokoh di kisaran pusat kekuasaan—seperti kasus surat palsu MK! Semua itu jelas bisa membuat persepsi publik beku minus 7 derajat!"
"Gawatnya, di balik kebekuan langkah penegakan hukum itu, dalam persepsi publik KPK tak dikecualikan, bahkan skornya cuma dipercaya 38,5%, lebih rendah dari polisi, 39,3%! Sehingga, terkesan kuat negeri ini dikendalikan para koruptor yang kian perkasa!" tegas Umar. "Tapi dari rangkaian kasus beku yang menjadi dasar penilaian publik tampak, penyebabnya sebagian besar di kisaran pusat kekuasaan!" "Karena itu perlu ditekankan, survei LSI ini bukan simpul pandangan kelas menengah, melainkan mewakili suara publik semua lapisan!" tegas Umar.
"Menurut Kuskridho Ambardi, direktur LSI, (MI, 9-12) responden dipilih acak dari lulusan SD dan usia 17 tahun ke atas! Jadi buktikan sendiri, apakah sekarang koruptor kian perkasa dalam kehidupan bernegara hukum?" ***
0 komentar:
Posting Komentar