"PRESIDEN Bank Dunia Jim Yong Kim mengajak 188 negara anggota bank itu agar mengurangi kemiskinan ekstrem 50% pada 2015, dari saat tujuan pembangunan milenium (MDGs) 2000 ditetapkan jumlahnya 21% dari 5 miliar jiwa warga bumi—hingga 2030 tinggal 3%!" ujar Umar. "Kemiskinan ekstrem yang dia maksud adalah konsumsi per jiwa di bawah 1,25 dolar AS/hari!"
"Untuk Indonesia, yang pada 2012 menetapkan garis kemiskinan sekitar Rp265 ribu/jiwa/bulan, atau dengan kurs Rp9.500/dolar AS jadi sekitar 78 sen dolar AS/hari, masih jauh dari standar kemiskinan ekstrem Bank Dunia 1,25 dolar AS/jiwa/hari!" timpal Amir.
"Artinya, jumlah warga di bawah garis kemiskinan sekitar 12,5% atau 30 juta jiwa sekarang masih terlalu lebih kecil jumlahnya dari warga penyandang kemiskinan ekstrem yang sebenarnya di negeri kita!"
"Pengerdilan jumlah warga miskin ekstrem dengan memakai standar jauh di bawah tujuan pembangunan milenium itu tak bijaksana, menyesatkan karena bisa salah hitung berapa besar sebenarnya biaya mengentaskan warga dari kemiskinan ekstrem!
Disiapkan untuk 30 juta jiwa, padahal yang memakai 100 juta jiwa!" tukas Umar. "Akibatnya, pengentasan kemiskinan malah berjalan lebih lambat! Dari sekitar 16% pada 2000, seharusnya 2015 tinggal 8%, kini sudah 2013 masih di tataran 12,5%! Tak mungkin memangkas 4%—setara hasil kerja 10 tahun—cuma dalam 2 tahun!"
"Tradisi memakai standar yang memperkecil tampilan jumlah orang miskin itu karena para pemimpin Indonesia yang punya negeri subur kaya sumber daya alam malu kalau ketahuan di negerinya amat banyak warga miskin—apalagi miskin ekstrem!" timpal Amir.
"Padahal, dengan ditutup-tutupi jumlah sebenarnya warga miskin ekstrem itu, pengalokasian kekuatan nasional—dan internasional—buat mengentas kemiskinan tereduksi setingkat pengerdilan yang dilakukan! Prestasi pemimpin Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan pun jadi terlihat rendah di mata dunia!"
"Lebih menyedihkan lagi nasib warga miskin ekstrem di daerah yang angka kemiskinannya lebih tinggi dari rata-rata nasional, seperti Lampung yang masih di atas 15%!" tegas Umar. "Pengentasan lebih lambat karena kekuatan nasional yang terpaket dalam dana alokasi umum (DAU), jabarannya ke bawah untuk mengentas kemiskinan tak jelas!" ***
0 komentar:
Posting Komentar