“BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menemukan kesalahan pelaksanaan program swasembada daging sapi 2010—2012 Kementerian Pertanian (Kementan), hingga gagal!” ujar Umar. “Kata pejabat BPK Ali Masykur Musa, kesalahan terjadi pada pembatasan impor daging dan sapi bakalan, diisi dengan induk sapi produktif yang malah dipotong!” (Metro TV, 10-4)
“Kesalahan yang ditemukan dalam pengelolaan impor daging sapi itu, dari kuota 80 ribu ton realisasinya tumpang tindih—dan itu berlangsung di bawah kontrol Inspektorat Jenderal Kementan!” timpal Amir.
“Anehnya, dengan suplai daging impor yang realisasinya sebenarnya melimpah itu, harga daging sapi di pasar bertahan tinggi, merata di seantero negeri sekitar Rp90 ribu/kg! Harga tinggi juga membuat orang memotong sapi induk!”
“Jadi, program swasembada daging sapi itu dalam pelaksanaannya telah berubah menjadi situasi tabrak-tubruk, kecamuk memanfaatkan peluang aji mumpung—berpraktik kartel untuk mencari untung besar!” tukas Umar.
“Anehnya, kecamuk di Kementan membagi kuota berlebih itu seharusnya tertahan di proses Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang mengeluarkan izin impor, tapi nyatanya kebablasan kuota itu juga berjalan mulus di Kemendag!”
“Kecamuk impor itu membuat Ketua Komite Daging Sapi (KDS) Jakarta Raya Sarman Simanjorang mengestimasi harga daging sapi pada Juli—Ramadan dan Idulfitri—bisa mencapai Rp150 ribu/kg!” timpal Amir.
“Estimasi Sarman itu nyambung dengan kesulitan Tampan Sujarwadi, Ketua Persatuan Pedagang Daging (PPD) Bandar Lampung, mendapatkan sapi hidup untuk dibeli dari warga di pelosok provinsi ini, yang menurut data BPS punya 700 ribu ekor sapi! Bahkan untuk dibayar dengan harga Rp35 ribu—Rp36 ribu/kg timbang hidup pun, jauh di atas biaya produksi yang masih di bawah Rp30 ribu/kg timbang hidup—harga timbang hidup sapi bakalan impor lebih efisien lagi!”
“Kian tak rasionalnya program swasembada daging sapi dipadu kemelut tata niaganya itu, membuat pemerintah pusat melalui Menko Perekonomian Hatta Rajasa menunjuk Perum Bulog sebagai stabilisator harga daging!” tegas Umar. “Diyakini Bulog mampu menangani itu, tapi terlihat betapa bobrok birokrasi Kementan dan Kemendag yang jadi sarang kartel!” ***
0 komentar:
Posting Komentar