Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Indonesia, Negeri Surga bagi Kartel!

"KPPU—Komisi Pengawas Persaingan Usaha—mendesak pemerintah mencoret importir terkait kartel kedelai!" ujar cucu membaca running text Metro TV (7-9). "Apa tak terbalik? Bukankah KPPU yang harus menindak setiap korporasi yang melanggar hukum antitrust dari monopoli dan persaingan usaha, sampai segala bentuk praktik kartel di negeri ini?" 

"Idealnya semua pelanggaran terkait antitrust itu urusan KPPU!" timpal kakek. 

"Tapi nyatanya, kalau malah KPPU yang minta pemerintah bertindak pada kartel kedelai, berarti tak ada lembaga yang mengawasi dan bisa menindak kartel! Jadi wajar, Indonesia menjadi negeri surga bagi segala jenis kartel! Tak aneh jika kartel di negeri ini hidup nyaman dan subur, seperti kartel daging sapi, kartel bawang putih, kartel garam, dan aneka kartel lainnya!"

"Akibat nyamannya praktik kartel itu, warga bangsa membayar dua kali lipat dari harga internasional setiap komoditas yang dikuasai kartel!" tukas cucu. "Bawang putih di pasar dunia Rp15 ribu di pasar domestik Rp40 ribu! Daging di pasar dunia 5 dolar AS, di sini 10 dolar AS! 

Bahkan garam produk rakyat sendiri Rp275/kg, harus beli garam India dan Australia Rp800/kg harga FOB—pelabuhan pengirim—buat lebih 90% konsumsi nasional kita!" "Celakanya, kenaikan harga barang ulah kartel itu malah jadi retorika pejabat pemerintah untuk mengobral janji, semisal Lebaran nanti harga daging akan turun jadi Rp75 ribu/kg! Konyol sekali!" entak kakek. 

"Kalau pejabat itu bisa menurunkan harga, kenapa mesti tunggu Lebaran? Padahal, rakyat sudah tak mampu beli daging, konsumsi daging nasional yang amat rendah (2 kg/kapita/tahun) melorot jauh lebih rendah lagi—apalagi dibanding Malaysia 47 kg/kapita/tahun!" 

"Lucunya, yang disediakan pemerintah Rp75 ribu/kg saat Lebaran itu daging beku, kadar airnya bisa 20%!" timpal cucu. "Jadi, harga asli dagingnya sama dengan daging segar di pasar, Rp100 ribu/kg! Karena itu, warga ogah membeli daging beku yang keras itu!" 

"Mungkin semua itu tak lepas dari konspirator pembuat UU KPPU yang asal ada, tapi tak bisa menyentuh kepentingan konspirator pembuat UU yang menguasai kartel dan sejenisnya!" tegas kakek. "Buktinya, ada UU, ada lembaga, tapi tak berkutik mengatasi penyakitnya!" ***

0 komentar: