Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

September yang Menggerahkan!

"PREDIKSI eksekutif kenaikan harga BBM subsidi 17 Juli memicu inflasi tinggi hanya pada Juli dan Agustus, sedang September sudah terjadi deflasi, tak mulus!" ujar Umar. "September justru jadi gerah oleh keputusan BI yang pekan lalu menaikkan lagi suku bunga acuan (BI rate) 25 basis poin (bps) jadi 7,25%! 

Langkah BI itu jelas untuk ekspektasi inflasi September, tapi mementahkan prediksi eksekutif!" "Langkah BI itu juga mengisyaratkan dampak kenaikan harga BBM Juli lalu lebih berat dari perkiraan semula!" timpal Amir. "Eksekutif berkilah prediksi itu meleset akibat kebijakan The Fed (Bank Sentral AS) menghentikan stimulus ekonomi 85 miliar dolar AS/bulan!"

"Menghindari benturan persepsi dengan pihak eksekutif, Gubernur BI Agus Martowardojo (ROL, 17-9) menyatakan dalam menghadapi situasi eksternal seperti itu, yang harus dilakukan ialah mempertahankan kepercayaan para investor dengan menjaga fundamental perekonomian nasional dari ancaman gejolak internal!" tukas Umar. 

"Masalah internal itu, antara lain melemahnya kinerja ekspor versus tingginya impor gaya hidup kelas menengah hingga defisit neraca berjalan melampaui batas toleransi! Untuk itu, dengan peningkatan suku bunga sesuai ekspektasi inflasi justru membuat Indonesia tetap menarik bagi investor asing!" 

"Jadi dengan suku bunga tinggi, kita menarik investor berburu rente di sini, dolar yang mereka bawa untuk itu bisa jadi pengganjal menyeimbangkan neraca berjalan!" timpal Amir. "Dengan itu masalah internal lemahnya kinerja ekspor bisa diatasi! Namun, layak disadari suku bunga tinggi itu dipikul rakyat lewat segala bentuk interaksinya dengan bank, sedang benefit dari kebijakan itu semata dinikmati para pemburu rente asing!"

"Diharap itu hanya sementara, sampai efektif berlakunya empat paket kebijakan ekonomi pemerintah mengatasi defisit neraca berjalan!" tegas Umar. "Sembari tentunya, membenahi kinerja ekspor yang kedodoran—antara lain—akibat terhambat infrastruktur Pelabuhan Tanjung Priok yang macet dalam arti fisik dan administratif! 

Itu kenyataan, orang lain sibuk ke planet lain, kita mengangkut barang ke pelabuhan saja terhambat! Masalah-masalah internal seperti itu harus diantisipasi Gubernur BI dengan kompensasi pemasukan devisa lewat kebijakan moneter—suku bunga tinggi!" ***

0 komentar: