"SURVEI Transparency International Indonesia (TII) mengindikasikan perilaku koruptif justru merebak di tengah masyarakat!" ujar Umar. "Warga cenderung menyuap jika kena tilang atau mengurus izin! Hasil survei dirilis Rabu (25-9) itu dilakukan di Jakarta dalam periode Juli 2012—Desember 2013!" (Kompas.com, 25-9)
"Seserius apa meroyaknya?" kejar Amir. "Tercatat, 47% responden punya pengalaman dengan suap menghindari sanksi tilang!" jawab Umar.
"Lalu, 20% responden melakukan itu saat mengurus perizinan. Saat ingin lulus suatu ujian (11%), untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (8%), mendapatkan pekerjaan (4%), dan mendapatkan akses bisnis (4%)." "Gile!" tukas Amir.
"Persentase responden yang punya pengalaman itu bisa jadi 100% atau mayoritas responden yang pernah berurusan dalam hal-hal tersebut! Maksudnya, dari semua responden mungkin yang 47% itu saja yang pernah kena tilang dan menempuh cara itu! Begitu pula dalam urusan lainnya!"
"Hasil survei itu mencerminkan warga secara umum bukan saja toleran pada korupsi, melainkan malah ikut berperilaku koruptif!" timpal Umar. "Namun, perlu dicari tahu lebih jauh kenapa warga memilih perilaku tersebut, bukannya menolak atau melawannya?"
"Bersandar pada keyakinan setiap manusia dasarnya bersifat baik—sebelum dicemari atau terpengaruh dari luar dirinya—bisa diasumsikan warga memilih jalan buruk itu karena terjebak seperti ikan dalam kolam yang terkontaminasi! Sehingga, tak bisa berbuat lain!" tegas Amir.
"Kolamnya, mainstream kehidupan bernegara-bangsa, yang harus dibersihkan—dari segala bentuk korupsi!" "Bisa juga warga tersandera situasi, jadi kena sindrom stocholm—berbalik mendukung penyanderanya!" timpal Umar.
"Operasi tilang yang dulu dilakukan terbuka dengan disiapkan hakim pemutus dendanya di tempat, diubah dilakukan di tikungan gelap tanpa hakim lapangan! Orang yang kena tilang karena bohlam motornya mati, daripada membuang waktu menghadiri sidang tilang di tempat yang jauh, merayu polisi agar merangkap tugas hakim—menyelesaikan denda di tempat!"
"Rakyat tersandera situasi begitu dalam setiap urusan!" tukas Amir. "Untuk itu, harus ada pemimpin negara yang mampu membersihkan kontaminasi kolam bangsa!" ***
0 komentar:
Posting Komentar