Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

KTT APEC, Harapan bagi UMKM!

“KTT APEC—Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik—di Bali 1—8 Oktober 2013, memberi harapan bagi usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM),” ujar Umar. “Itu karena salah satu prioritas agendanya attaining the Bogor goals—mencapai tujuan-tujuan Bogor (1994)—yakni kesinambungan pertumbuhan berkeadilan yang memfokuskan pada daya saing global sektor UMKM, keterbukaan sumber dana, ketahanan pangan, dan kesehatan!” 

“Selain itu, Bogor Goals menyangkut dua hal lagi, yakni perluasan perdagangan, investasi, dan reformasi struktural, lalu pengembangan konektivitas fisik infrastruktur kelautan—blue economy!” timpal Amir.

“Setelah dua dekade, nasib Bogor Goals layak dievaluasi, mungkin perlu penajaman tertentu! Seperti dalam UMKM, daya saing perajin batik Indonesia dihadang produk tekstil bermotif batik dari China—justru meruyak di pasar Indonesia!” 

“Lucunya, gempuran produk China ke pasar domestik menggilas produk kerajinan rakyat anggota APEC itu justru sesuai jiwa liberalisasi APEC itu sen­diri!” tegas Umar. “Juga masih banyak masalah teknis dihadapi UMKM dalam perdagangan global—kemasan yang membuat ongkos kirim jadi mahal hingga menurunkan daya saing—perlu bantuan mengatasinya!” 

“Bagaimana agar selain ketahanan ekonomi nasional bisa diperkuat lewat forum KTT APEC 2013 ini, fokus pada penguatan daya saing global UMKM bisa didapat lewat APEC CEO Summit 5—7 Oktober!” tukas Amir. 

“Sebagai inti acara KTT kali ini, 1.500 CEO—chief excecutive officer—dari 21 negara anggota APEC bertemu kepala negara dan pemerintahan membahas Resilient Asia Pacific, engine of global growth–Kelenturan Asia Pasifik, daya pertumbuhan global! CEO itu bos dari direksi sejumlah perusahaan dalam sebuah grup bisnis!” 

“Untuk memprioritaskan penguatan UMKM jadi komitmen APEC dengan dukungan 1.500 CEO itu, delegasi Indonesia harus bisa mengangkat realitas ketangguhan UMKM jadi penyangga menahan ekonomi Indonesia dari keruntuhan era krisis mo­neter 1997!” timpal Umar. 

“Itu boleh jadi bukan khas Indonesia, tetapi di sini harus diakui, UMKM menjadi titik terlentur bagi menahan segala bentuk goncangan—dengan sektor informal sebagai penampung paling fleksibel te­naga kerja yang terpental dari sektor formal!” ***

1 komentar:

30 September 2013 pukul 21.26 Lukman mengatakan...

Mudah2an ini menjadi sesuatu yang berdampak ekonomi, terutama bagi sekto2 yang selama ini memiliki kesempatan terbatas