"SETELAH New York Times, media Jepang yang beroplah 5 juta Asahi Shimbun menyoroti gaya blusukan Jokowi dengan sebutan street democracy!" ujar Umar.
"Dalam artikel halaman 2 edisi 31 Juli 2013 dibahas street democracy Jokowi.
Ia mendatangi tempat-tempat yang jadi sumber masalah dan diselesaikan dengan kebijakan yang mendapatkan komitmen warga terkait!" (Kompas.com, 26-9) "Contoh kasus yang diangkat Asahi Shimbun normalisasi empat sungai di Jakarta mengatasi masalah banjir!" timpal Amir.
"Jokowi ke Kali Pasanggrahan yang mengalir dari Jakarta Selatan ke Jakarta Timur. Untuk melebarkan sungai itu, Jokowi mendatangi warga yang tinggal di bantarannya. Nurhayati, warga di situ, berkata ke Asahi Shimbun, ini pertama Jokowi ke sini, saya senang.
Tapi kalau kami hanya dapat ganti rugi Rp1,2 juta, gimana ya? Seharusnya sepuluh kali lipat dari itu!" "Begitulah, masalah yang didatangi Jokowi tak selalu mudah!" tukas Umar. "Seperti kasus Kali Pesanggrahan, selain banyak warga yang harus dipindah dari bantaran, sampah plastik dan sampah besar masih banyak!
Jadi, untuk mengatasi banjir harus mengubah kebiasaan buruk warga dalam membuang sampah!" "Kalau street democracy ala blusukan Jokowi mendunia wajar, karena kewajiban universal politikus melakukan agregasi (mengumpul masalah di lapangan) dan membuat artikulasi (merumuskan dengan tajam masalahnya) guna dijadikan dasar penyelesaiannya!" tegas Amir.
"Keistimewaan Jokowi, tiap masalah langsung diselesaikan di tempat dengan kesepakatan warga bersangkutan!" "Dengan menempuh proses demokrasi standar universal bagi aktor politik dengan melakukan agregasi, artikulasi, dan penyelesaian masalah itu, Jokowi jadi berbeda dari politikus lain—yang cuma nangkring di Menara Gading!" timpal Umar.
" Politikus lain, sekali saja selama periode jabatan belum tentu mendatangi konstituen menanya masalahnya! Jika menjelang pemilu politikus lain itu mengunjungi konstituennya, bukan agregasi dan artikulasi yang dilakukan, melainkan bagi sembako agar memilihnya kembali!"
"Dengan memberi contoh praktik demokrasi yang benar sesuai standar universal, Jokowi bisa disebut guru demokrasi!" tegas Amir. "Tapi, apa ada politikus mau belajar dengan standar universal yang benar?" ***
0 komentar:
Posting Komentar