"SUATU dewan etik yang dipayungi negara bagi lembaga survei, sejenis Dewan Pers buat media massa, sudah harus dibentuk!" ujar Umar. "Para pengamat menekankan itu dalam diskusi menyoroti hasil survei dari Lingkaran Survei Indonesia yang mengesampingkan nama Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto untuk calon presiden dengan alasan keduanya cuma capres wacana—demi menaikkan perolehan suara capres tertentu!" (Kompas.com, 22/10)
"Gejala survei terkait peringkat calon presiden sampai calon kepala daerah dilakukan untuk menyenangkan pihak tertentu (pemesan atau pembayar terselubung) sudah ngetren, bahkan menjadi modus untuk memengaruhi pemilih!" timpal Amir.
"Dengan modus itu—mendongkrak elektabilitas seseorang calon yang menjadi fokus usaha si lembaga survei—suatu klaim biaya besar bisa dipenuhi pemesan! Lembaga survei pun menjadi bisnis beromzet tinggi dengan biaya produksi relatif rendah!"
"Apa salah lembaga survei mendongkrak naik elektabilitas calon kepala daerah, seperti halnya iklan di media massa yang memuat pujian pada calon tertentu dengan tujuan sama, menaikkan elektabilitas pengiklannya?" tanya Umar.
"Bukankah media massa juga dituntut untuk objektif atas setiap materi siarannya, seperti objektifnya hasil survei?" "Di media massa ada pemisahan dengan fire wall—dinding api—antara pemberitaan dan iklan! Jadi, sejauh itu dalam bentuk iklan, media boleh menyiarkannya!" jawab Amir.
"Untuk itu, di media berlaku kode etik, Tidak boleh merugikan atau mencederai pihak lain, seperti dilakukan pada Jokowi dan Prabowo dalam hasil survei tadi! Jadi, dewan etik lembaga survei antara lain untuk menjaga agar kerja lembaga survei tak mencederai pihak lain demi keuntungan salah satu pihak!"
"Untuk itu, berarti survei politik itu dibuatkan ciri khusus, seperti survei bisnis yang telah berlaku selama ini!" tegas Umar.
"Oleh sebab itu, perlu pengaturan tata cara kerja lembaga survei agar tidak mencederai sifat intelektual produknya!
Sebab, kalau sudah dipengaruhi tujuan khusus, surveinya tak objektif lagi! Rumusan pertanyaan dan pilihan jawaban bisa diarahkan menuju kepentingan tertentu! Data hasilnya pun jadi sebuah produk rekayasa!" ***
0 komentar:
Posting Komentar