"PEMERINTAH Republik Indonesia dengan cara keji menggebuk petani kakao sendiri dengan memberlakukan bebas bea masuk impor biji kakao menjadi 0% mulai April 2014 dari semula 5%!" ujar Umar. "Di sisi lain, petani lokal yang menjual kakao ke industri pengolahan domestik dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 10%!"
"Alasan pemberlakuan bebas bea masuk impor kakao karena kapasitas terpasang industri pengolahan kakao 850 ribu ton/tahun, sedang produksi petani hanya 700 ribu ton/tahun, termasuk ekspor 188 ribu ton!" timpal Amir. "Padahal, di dunia tak ada industri yang berproduksi sepenuh kapasitas terpasangnya! Bisa 70% saja sudah bagus, dan itu berarti seperti selama ini cukup dengan kakao lokal!"
"Tapi watak tidak adil pemerintah kepada petani kakao sendiri memang mencolok sejak awal sehingga kebijakan bebas bea masuk impor kakao terakhir menaikkan sikap tak adil itu menjadi keji!" tegas Umar. "Tak adil (semula) karena kepada produk kakao petani luar negeri cuma dikenakan bea masuk 5%, sedang produk petani sendiri dipalak PPN 10% (dua kali lipat).
Kini meningkat jadi keji karena bea masuk impor dibebaskan jadi 0%, sedang PPN kakao petani sendiri tetap 10%!" "Sebenarnya pemerintah tak perlu sekeji itu, menggebuk petani kakaonya sendiri!" timpal Amir. "Disebut menggebuk karena dengan PPN 10% nantinya harga kakao lokal praktis menjadi lebih mahal dari kakao impor dengan bea masuk 0%!
Akibatnya, kakao lokal akan ditinggalkan produsen cokelat olahan, akhirnya kakao lokal tidak laku dan harganya jatuh!" "Bahkan dengan PPN 10% praktis petani lokal menerima hasil penjualan kakaonya setelah terpotong senilai pajak tersebut!" kata Umar. "Padahal, PPN itu sebenarnya beban industri pengolahan, yang memproses peningkatan nilai dari biji kakao menjadi cokelat olahan!
Tapi lewat mekanisme pasar industri mengalihkan beban itu ke petani, dan dibiarkan saja oleh pemerintah! Menteri Perdagangan M. Lutfi saat memberlakukan bebas bea masuk kakao dengan enteng lepas tangan, soal PPN kakao itu domain Kementerian Keuangan!" (Merdeka.com, 28/3) "
Celakanya, Menteri Pertanian Suwono menyetujui pelaksanaan bebas bea masuk impor kakao hanya berdasar hitungan kapasitas terpasang industri pengolahan, bukan realisasi produksinya yang selama ini tertutupi oleh produksi kakao lokal!" timpal Amir. "Begitulah malangnya nasib petani negeri ini, kena gebuk kekuatan agen pasar internasional di pemerintahan lewat keputusan yang serampangan—hanya berdasar asumsi kasar!"
0 komentar:
Posting Komentar