Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Revolusi Mental, Visi-Misi Jokowi!

 "SAAT ditanya Prisca Niken dari Metro TV, Kamis malam (24/4), Joko Widodo (Jokowi) menyebut visi dan misinya sebagai calon presiden dari PDIP adalah revolusi mental, dari negativisme menuju positivisme!" ujar Umar. "Jokowi menyatakan baru akan menjabarkan detail visi-misinya itu pada saat yang tepat nanti!"

"Jokowi mengatakan Indonesia ini negara besar, tapi masyarakatnya sering tidak percaya diri saat menghadapi tantangan zaman!" timpal Amir. "Karena itu, pola pikir rakyat Indonesia harus diubah lewat kepemimpinannya. Ia akan buat desain kebijakan yang besar untuk mencapai target tersebut!"
"Apa dan bagaimana revolusi mental dari negativisme ke positivisme itu lebih etis kalau kita tunggu jabaran Jokowi!" tukas Umar. "Lebih tepat jika kita bicarakan positivisme dalam arti umum yang telah jadi pemahaman banyak orang!"

"Positivisme lazim berakar naturalisme, yang sesuai pemikiran Auguste Comte berupa cara pandang memahami dunia berdasar realitas, peristiwa yang benar-benar terjadi!" sambut Amir. "Lawannya tentu memahami dunia hanya lewat khayalan dan omong kosong, sejenis retorika dalam berpolitik masa kini! Mungkin hal terakhir ini, kehidupan bangsa yang dipenuhi omong kosong, bisa dikategorikan sebagai negativisme!"

"Jadi positivisme seperti dilakukan Jokowi, bekerja dan terus bekerja menyelesaikan masalah, mengaktivasi banyak situ dan waduk di Jakarta, merelokasi warga dari bantaran mengurangi ancaman banjir ke depan!" timpal Umar. "Tak peduli reaksi orang yang cuma omong! Gejala negatif harus diatasi dengan kerja keras nyata!"

"Namun, di era informasi yang dipengaruhi minimalisme dengan hyperreality-nya di media massa dewasa ini, positivisme yang hanya mengandalkan kesaksian langsung rakyat atas prestasi pemerintah itu sudah kurang memadai!" tegas Amir. "Apalagi, di negeri seluas Indonesia yang kehadiran seorang tokoh dengan proyek-proyek realistisnya itu terbatas oleh ruang dan waktu!"

"Untuk itu, positivisme realistik naturalis itu harus dipadu dengan hyperreality hingga seperti pengalaman di Solo, sentuhan-sentuhan kecil (minimalis) Jokowi dipublikasi luas media dengan pemaknaan yang besar!" timpal Umar.

"Itulah hyperreality, yang dengan itu kerja keras terbatas secara ruang dan waktu seorang tokoh dipublikasi dengan pemaknaan yang besar di seantero negeri yang luas bukan kepalang! Jokowi yang telah jadi media darling memenuhi kapasitas untuk memainkan itu" ***

0 komentar: