Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Widji Thukul, Polemik Jokowi!


"SAAT puisi Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon berjudul Raisopopo ditanyakan wartawan, Jokowi menjawab dia tidak membaca puisi yang diduga wartawan menyerang dirinya karena sering berkata 'aku rapopo'!" ujar Umar. 

 "Kata Jokowi, ia hanya membaca puisi Rendra, Chairil Anwar, atau Widji Thukul!" "Widji Thukul? Siapa itu?" kejar Amir. "Penyair aktivis, 'hilang' sejak kerusuhan 27 Juli 1996—penyerbuan militer ke kantor PDI Megawati di Jalan Diponegoro Jakarta!" ujar Umar.

"Selanjutnya, Widji Thukul masuk daftar orang hilang bersama aktivis lain di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), di antaranya yang ditemukan masih hidup terbukti korban penculikan Operasi Mawar Kopassus!" (Wikipedia) "Tapi apa tak berlebihan menyebutnya setelah Rendra dan Chairil?" kejar Amir. "Bisa jadi Jokowi agak berlebihan!" jawab Umar. 

"Tapi Widji Thukul kelahiran 16 Agustus 1963 di Sorogenen, Solo, itu pada 1991 menerima Wertheim Encourage Award dari Wertheim Stichting, Belanda, bersama W.S. Rendra! Bahkan, pada 2002 ia mendapat penghargaan Yap Thiam Hien Award atas jasanya buat kemanusiaan!" 

"Sejauh apa perjuangan Widji Thukul sehingga meski orangnya masuk daftar orang hilang masih diberi penghargaan kemanusiaan bergengsi?" tanya Amir. "Widji Thukul cuma anak abang becak, pendidikannya drop out dari kelas XI SMA karena kurang biaya!" jelas Umar. 

"Bersama kelompok Teater Jagat ngamen puisi keluar-masuk kampung dan kota! Sempat jualan koran, calo karcis bioskop, dan jadi tukang pelitur di pabrik mebel! Lalu, jadi pemimpin massa demo!" "Demo apa di era Orba?" kejar Amir. "Pada 1992 demo memprotes pencemaran lingkungan oleh pabrik tekstil Sariwarna Asli Solo! Lalu, pada 1994 aksi petani Ngawi, Jawa Timur, sebagai pemimpin massa dan orator, Thukul ditangkap, dipukuli militer! 

Dan seterusnya, hingga ia hilang!" "Sebagai penyair dapat penghargaan, karyanya apa saja?" tanya Amir. "Ada tiga sajak Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, serta Bunga dan Tembok! 

Ketiganya ada dalam antologi Mencari Tanah Lapang yang diterbitkan Manus Manici, Belanda!" jelas Umar. "Lalu, dua kumpulan puisinya, Puisi Pelo dan Darman, diterbitkan Taman Budaya Surakarta, dan lain-lain!" "Dengan menyebut Widji Thukul saja, korban orang hilang, Jokowi dengan jitu mengembalikan serangan lawan!" tegas Amir. "Itu cara Jokowi berpolemik!" **

0 komentar: