SEBANYAK 117 orang jemaah calon haji warga negara Indonesia (WNI) ditangkap di Filipina saat hendak terbang ke Arab Saudi. Mereka ditahan pihak imigrasi atas tuduhan paspor palsu.
Perkembangan terakhir, otoritas imigrasi Filipina bakal meneruskan kasus itu ke pengadilan, dengan tujuan agar sindikat pemalsuan paspor di Filipina terbongkar.
Sebanyak 177 orang jemaah itu terdiri dari 100 orang perempuan dan 77 laki-laki. Mayoritas, lebih dari 50% berasal dari Sulawesi Selatan. Selebihnya berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Kalimantan Utara, Jawa Barat, Jambi, Riau, Sumbawa, DIY, Banten, dan Lampung. (Kompas.com, 21/8/2016)
Mengenai bantuan terhadap mereka dalam proses hukum di Filipina, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia di Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, "Sejak awal upaya yang kami lakukan arahnya menempatkan WNI sebagai korban."
"Mereka fokusnya cuma mau cari jalan naik haji," jelas Iqbal. "Jadi, kalaupun akan dibawa ke pengadilan, mungkin ada beberapa orang yang akan diminta tetap tinggal sebagai saksi korban, bukan sebagai tersangka." Namun, hal itu tak berlaku bagi WNI yang terbukti terlibat dan menjadi bagian dari sindikat tersebut. Dari keluarga calon haji asal Jakarta Utara yang tertahan di Filipina itu, detikNews (22/8/2016) mendapat informasi, biaya naik haji lewat Filipina itu per orang lebih dari Rp100 juta.
Jemaah calon haji yang tertahan di Filipina ternyata hanya salah satu rombongan. Kepala Daerah Kerja (Daker) Airport Jeddah-Madinah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Nurul Badaruttamam, kepada Liputan6.com menyatakan Sabtu (20/8/2016) di Bandara Madinah ia menemukan jemaah haji berwajah Indonesia, tapi memakai paspor Filipina.
"Pengakuan mereka juga Indonesia, cuma pakai paspor Filipina," ujar Nurul. Dari logatnya, mereka ditengarai dari Sulawesi dan Jawa.
Akal-akalan itu terjadi karena antrean naik haji sudah mencapai 15 tahun. Haji "plus" Rp100 juta di atas tarif reguler saja antreannya mencapai empat atau lima tahun.
Salah satu penyebab antrean jadi amat panjang pada haji reguler adalah banyaknya calon haji talangan (kekurangan ongkosnya ditutup kredit bank). Akibatnya, calon haji yang punya kemampuan nyata malah terkapar di tahanan negara lain.
Agar ironi ini berakhir, saatnya pemerintah membuat kebijakan menjernihkan antrean calon haji. Dengan tetap menghormati antrean "haji talangan", dibuat proses aktual buat calon haji dengan kemampuan nyata. ***
Sebanyak 177 orang jemaah itu terdiri dari 100 orang perempuan dan 77 laki-laki. Mayoritas, lebih dari 50% berasal dari Sulawesi Selatan. Selebihnya berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Kalimantan Utara, Jawa Barat, Jambi, Riau, Sumbawa, DIY, Banten, dan Lampung. (Kompas.com, 21/8/2016)
Mengenai bantuan terhadap mereka dalam proses hukum di Filipina, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia di Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, "Sejak awal upaya yang kami lakukan arahnya menempatkan WNI sebagai korban."
"Mereka fokusnya cuma mau cari jalan naik haji," jelas Iqbal. "Jadi, kalaupun akan dibawa ke pengadilan, mungkin ada beberapa orang yang akan diminta tetap tinggal sebagai saksi korban, bukan sebagai tersangka." Namun, hal itu tak berlaku bagi WNI yang terbukti terlibat dan menjadi bagian dari sindikat tersebut. Dari keluarga calon haji asal Jakarta Utara yang tertahan di Filipina itu, detikNews (22/8/2016) mendapat informasi, biaya naik haji lewat Filipina itu per orang lebih dari Rp100 juta.
Jemaah calon haji yang tertahan di Filipina ternyata hanya salah satu rombongan. Kepala Daerah Kerja (Daker) Airport Jeddah-Madinah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Nurul Badaruttamam, kepada Liputan6.com menyatakan Sabtu (20/8/2016) di Bandara Madinah ia menemukan jemaah haji berwajah Indonesia, tapi memakai paspor Filipina.
"Pengakuan mereka juga Indonesia, cuma pakai paspor Filipina," ujar Nurul. Dari logatnya, mereka ditengarai dari Sulawesi dan Jawa.
Akal-akalan itu terjadi karena antrean naik haji sudah mencapai 15 tahun. Haji "plus" Rp100 juta di atas tarif reguler saja antreannya mencapai empat atau lima tahun.
Salah satu penyebab antrean jadi amat panjang pada haji reguler adalah banyaknya calon haji talangan (kekurangan ongkosnya ditutup kredit bank). Akibatnya, calon haji yang punya kemampuan nyata malah terkapar di tahanan negara lain.
Agar ironi ini berakhir, saatnya pemerintah membuat kebijakan menjernihkan antrean calon haji. Dengan tetap menghormati antrean "haji talangan", dibuat proses aktual buat calon haji dengan kemampuan nyata. ***
0 komentar:
Posting Komentar