WACANA Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy membuat sekolah belajar sehari penuh bakal mendapat sambutan mengasyikkan dari kalangan murid miskin. Sebab, dengan sehari penuh di sekolah, pasti sekolah memberi makan siang.
Makan siang dari sekolah buat murid miskin sangat membantu mendapatkan perbaikan gizi. Betapa, selain sarapan pagi bersama ayah bunda, saat siang pulang sekolah makanan di tudung saji sering hanya sisa sarapan pagi. Ibunya buruh tani bekerja sehari penuh, tak ada waktu untuk menyiapkan makan siang. Mereka baru masak lagi untuk makan malam.
Makan siang yang harus diberikan sekolah kepada murid miskin itu salah satu alasan kenapa gagasan Mendikbud untuk sekolah sehari penuh itu layak didukung. Makan siang yang disiapkan sekolah itu amat penting, agar tak terjadi ketimpangan sosial yang mencolok antara bekal si kaya dan si miskin.
Selain itu, jatah makan siang dari sekolah itu menjadi alasan keluarga miskin mengizinkan anaknya sekolah sehari penuh, tidak perlu membantu orang tuanya mencari nafkah. Karena, makan siang gratis dari sekolah itu hasilnya setara dengan jika mereka bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah.
Hal kedua gagasan itu layak didukung, karena dengan sehari penuh sekolah anak tidak lagi dibebani pekerjaan rumah (PR). Lembar kerja siswa (LKS) yang selama ini dikerjakan di rumah sebagai PR dan diparaf orang tua, yang menurut dugaan Mendikbud banyak LKS itu justru dikerjakan oleh ibunya, polanya diubah seperti di luar negeri.
LKS itu berupa exercise book tempat murid mengerjakan soal yang diberikan guru. Karena waktu belajar panjang, dibuat tradisi murid selalu membawa pulang ponten (nilai) 100, untuk ditunjukkan dan diparaf orang tuanya.
Caranya, saat guru menemukan murid yang mengerjakan soal dengan pensil menjawab salah, guru melingkari nomor soalnya dengan bolpoin. Lingkaran itu isyarat guru kepada orang tua berapa kesalahan anaknya hari itu.
Namun, pada setiap kesalahan itu guru memberi tahu jawaban yang benar seperti apa, termasuk cara mendapatkannya. Jadi, murid tahu kesalahannya dan seperti apa yang benar. Lalu jawaban yang salah tadi oleh siswa dihapus, diganti dengan perbaikannya yang benar. Selesai proses itu, hasil kerja murid diberi ponten 100.
Dengan begitu, murid tahu apa yang salah dan seperti apa yang benar. Kelemahan di sekolah kita, tak tahu apa yang salah dan seperti apa yang benar. Akibatnya, sampai tua kerjanya bersalahan melulu. ***
Makan siang yang harus diberikan sekolah kepada murid miskin itu salah satu alasan kenapa gagasan Mendikbud untuk sekolah sehari penuh itu layak didukung. Makan siang yang disiapkan sekolah itu amat penting, agar tak terjadi ketimpangan sosial yang mencolok antara bekal si kaya dan si miskin.
Selain itu, jatah makan siang dari sekolah itu menjadi alasan keluarga miskin mengizinkan anaknya sekolah sehari penuh, tidak perlu membantu orang tuanya mencari nafkah. Karena, makan siang gratis dari sekolah itu hasilnya setara dengan jika mereka bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah.
Hal kedua gagasan itu layak didukung, karena dengan sehari penuh sekolah anak tidak lagi dibebani pekerjaan rumah (PR). Lembar kerja siswa (LKS) yang selama ini dikerjakan di rumah sebagai PR dan diparaf orang tua, yang menurut dugaan Mendikbud banyak LKS itu justru dikerjakan oleh ibunya, polanya diubah seperti di luar negeri.
LKS itu berupa exercise book tempat murid mengerjakan soal yang diberikan guru. Karena waktu belajar panjang, dibuat tradisi murid selalu membawa pulang ponten (nilai) 100, untuk ditunjukkan dan diparaf orang tuanya.
Caranya, saat guru menemukan murid yang mengerjakan soal dengan pensil menjawab salah, guru melingkari nomor soalnya dengan bolpoin. Lingkaran itu isyarat guru kepada orang tua berapa kesalahan anaknya hari itu.
Namun, pada setiap kesalahan itu guru memberi tahu jawaban yang benar seperti apa, termasuk cara mendapatkannya. Jadi, murid tahu kesalahannya dan seperti apa yang benar. Lalu jawaban yang salah tadi oleh siswa dihapus, diganti dengan perbaikannya yang benar. Selesai proses itu, hasil kerja murid diberi ponten 100.
Dengan begitu, murid tahu apa yang salah dan seperti apa yang benar. Kelemahan di sekolah kita, tak tahu apa yang salah dan seperti apa yang benar. Akibatnya, sampai tua kerjanya bersalahan melulu. ***
0 komentar:
Posting Komentar