SEJAK awal 2016 hingga 25 Juli lalu dana asing yang masuk Indonesia mencapai Rp128 triliun, dibanding dengan tahun lalu setahun penuh Rp55 triliun. Jumlah sangat besar itu, menurut Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, masuk ke pasar modal, pasar keuangan seperti Surat Berharga Negara (SBN), juga pada instrumen BI. (detikFinance, 27/7/2016)
Dana tersebut tentu di luar hasil tax amnesty, yang baru berlaku 18 Juli 2016, dan hingga hari ini masih tahapan deklarasi aset mencapai sekitar Rp4 triliun dengan membayar tebusan ke negara 2% dari nilai yang dideklarasikan.
Kalau dana yang besar itu, apalagi nantinya ditambah dana repatriasi hasil tax amnesty yang lebih besar lagi, terlalu banyak masuk instrumen keuangan dan pasar modal, tidak bisa disalurkan ke sektor riil yang produktif, bisa memicu bubble. "Ini yang utama karena dana yang masuk sangat besar, tetapi tidak masuk ke sektor produktif. Ini bisa jadi beban, malah bisa membuat kondisi yang kita sebut overhitting atau bubble," jelas Agus.
Namun, dia mengakui arus besar dana asing saat ini masih berdampak positif terhadap ekonomi Indonesia, ditandai dengan menguatnya IHSG hingga 5.300 pada 1 Agustus, juga kurs rupiah ke dolar AS kian mendekati Rp13 ribu pada hari yang sama.
Atas amat besarnya dana asing yang masuk (di luar hasil tax amnesty) itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla sejak awal mengingatkan agar masyarakat berhati-hati. "Dolar itu di Indonesia disimpan di bank sebagai cadangan saja, berarti kita membayar (bunganya) untuk yang tidak perlu. Oleh sebab itu, hati-hati juga uang besar masuk itu," ujar JK dikutip Antara (12/7/2016).
Dana asing itu masuk Indonesia karena ekonomi dunia sedang tidak kondusif, terutama Eropa yang terkena badai Brexit dan kredit macet perbankan Italia 397 miliar euro, sedangkan di negeri-negeri yang stabil tingkat bunga sangat rendah, 0%. Bahkan, di Jepang suku bunga acuannya minus 0,25%.
Seperti dikatakan JK, "....salah satu faktor juga bunga luar negeri yang nol persen, bunga dalam negeri 8%, sehingga kalau (dana asing) itu dipakai hanya untuk disimpan di perbankan, kita malah harus bayar 8% bunga tanpa menggunakan uang itu."
Belakangan ini ditengarai perbankan agak sulit menyalurkan kredit sehingga agresif menawarkan ke nasabah lewat telepon. Kalau dana repatriasi tax amnesty masuk amat besar sedang imbal hasil terbaik hanya di instrumen keuangan, deposito, dan pasar modal, kekhawatiran Agus dan JK layak disimak. ***
Kalau dana yang besar itu, apalagi nantinya ditambah dana repatriasi hasil tax amnesty yang lebih besar lagi, terlalu banyak masuk instrumen keuangan dan pasar modal, tidak bisa disalurkan ke sektor riil yang produktif, bisa memicu bubble. "Ini yang utama karena dana yang masuk sangat besar, tetapi tidak masuk ke sektor produktif. Ini bisa jadi beban, malah bisa membuat kondisi yang kita sebut overhitting atau bubble," jelas Agus.
Namun, dia mengakui arus besar dana asing saat ini masih berdampak positif terhadap ekonomi Indonesia, ditandai dengan menguatnya IHSG hingga 5.300 pada 1 Agustus, juga kurs rupiah ke dolar AS kian mendekati Rp13 ribu pada hari yang sama.
Atas amat besarnya dana asing yang masuk (di luar hasil tax amnesty) itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla sejak awal mengingatkan agar masyarakat berhati-hati. "Dolar itu di Indonesia disimpan di bank sebagai cadangan saja, berarti kita membayar (bunganya) untuk yang tidak perlu. Oleh sebab itu, hati-hati juga uang besar masuk itu," ujar JK dikutip Antara (12/7/2016).
Dana asing itu masuk Indonesia karena ekonomi dunia sedang tidak kondusif, terutama Eropa yang terkena badai Brexit dan kredit macet perbankan Italia 397 miliar euro, sedangkan di negeri-negeri yang stabil tingkat bunga sangat rendah, 0%. Bahkan, di Jepang suku bunga acuannya minus 0,25%.
Seperti dikatakan JK, "....salah satu faktor juga bunga luar negeri yang nol persen, bunga dalam negeri 8%, sehingga kalau (dana asing) itu dipakai hanya untuk disimpan di perbankan, kita malah harus bayar 8% bunga tanpa menggunakan uang itu."
Belakangan ini ditengarai perbankan agak sulit menyalurkan kredit sehingga agresif menawarkan ke nasabah lewat telepon. Kalau dana repatriasi tax amnesty masuk amat besar sedang imbal hasil terbaik hanya di instrumen keuangan, deposito, dan pasar modal, kekhawatiran Agus dan JK layak disimak. ***
0 komentar:
Posting Komentar