Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Menyimak Polemik Harga Rokok Rp50 Ribu!

PANGKALNYA hasil riset Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany yang menyebut perokok aktif akan mulai berhenti merokok jika harga rokok dinaikkan dua kali lipat. (JawaPos.com, 19/8/2016)
Hasbullah Thabrany, lulusan Barkeley (University of California, AS), pakar penulis buku jaminan sosial asuransi kesehatan. Menurut dia, kalau harga rokok dinaikkan dua kali lipat—yang di media jadi Rp50 ribu sebungkus—banyak dana asuransi kesehatan (BPJS) yang selama ini terkuras oleh penyakit akibat rokok, bisa dihemat untuk peningkatan layanan kesehatan masyarakat.
Dengan banyak perokok berhenti, kesehatan mereka menjadi lebih baik, terjadi pengurangan belanja rokok yang dialihkan untuk perbaikan gizi keluarga. Hasbullah menyebut angka Rp400 triliun per tahun nilai dari pengurangan belanja rokok yang beralih menjadi konsumsi sehat masyarakat. (Metrotv, 20/8/2016)
Angka dari Hasbullah itu tak berlebihan. Merujuk data profil kemiskinan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), rokok telah menjadi "kebutuhan pokok" masyarakat yang memberi kontribusi pada garis kemiskinan. Per Maret 2016, di perkotaan dan perdesaan belanja rokok menempati peringkat kedua setelah beras. Porsinya, di perkotaan sebesar 10,79% dari konsumsi rumah tangga, sedang di perdesaan 6,88%. Persentase anggota keluarga yang merokok di rumah 52,62%. (Tribunjogja.com, 15/8/2016)
Di sisi lain, Ketua Panja RUU Pertembakauan DPR Firman Subagyo menilai yang meluncurkan wacana itu bagian dari gerakan antitembakau yang ingin mematikan industri rokok nasional. "Ini kan gerakan antirokok. Mafia-mafia ini luar biasa. Banyak yang mengatasnamakan atau berdalih kesehatan," ujarnya kepada JawaPos.com. (19/8/2016)
Meski demikian, Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi menyatakan, "Harga rokok jadi Rp50 ribu per bungkus adalah salah satu referensi yang dikomunikasikan."
Menurut Heru, pemerintah harus mempertimbangkan usulan tersebut bukan saja dari sisi kesehatan, melainkan juga dari aspek ekonomi, seperti industri, petani, dan keberlangsungan penyerapan tenaga kerja.
Di balik itu, pemerintah sudah menargetkan pendapatan cukai tembakau dalam RAPBN 2017 sebesar Rp149,88 triliun atau naik 5,78% dari target APBNP 2016 sebesar Rp141,7 triliun. (Kompas.com, 19/8/2016)
Dengan kenaikan cukainya, harga rokok pasti naik, tapi belum dua kali lipat atau jadi Rp50 ribu sebungkus. ***

0 komentar: