PERINGATAN 71 tahun kemerdekaan bangsa ditandai dengan polemik usaha mempermudah pemberian remisi (pemotongan masa hukuman) kepada terpidana korupsi, terorisme, dan narkoba, karena isi penjara di seantero Tanah Air sudah penuh, bahkan melebihi kapasitas daya tampungnya.
Dengan kemudahan pemberian remisi itu, para terpidana bisa lebih cepat keluar dibandingkan dengan masa hukuman sebenarnya, sehingga kondisi penuh sesak penjara akibta kelebihan muatan bisa dikurangi.
Itulah tujuan pemerintah merevisi PP No. 99/2012 yang mengatur syarat untuk mendapat remisi harus menjadi justice collaborator (JC) atau pelaku kejahatan yang membongkar kejahatan bagi narapidana, korupsi, terorisme, dan narkoba.
Revisi yang menghapus syarat harus jadi JC untuk bisa dapat remisi itu diharapkan disahkan Presiden Joko Widodo menjelang perayaan 17 Agustus. (Kompas, 11/8/2016)
Pembicaraan dalam tulisan ini mengenai kenapa isi rumah tahanan dan penjara di negeri kita bisa melampaui kapasitas, bahkan ada yang nyaris dua kali lipat dari kapasitasnya? Jawaban gampangnya, karena rumah tahanan dan penjara tidak dibangun sesuai dengan pertambahan penghuninya.
Jawaban itu betul, memprihatinkan. Karena esensinya bertentangan dengan logika bangsa yang sudah 71 tahun merdeka, justru tecermin semakin lama merdeka semakin jauh dari gambaran adil, makmur dan sejahtera yang dicita-citakan para pejuang kemerdekaan. Kalau adil, makmur dan sejahtera yang menjadi cita-cita kemerdekaan terwujud secara esensial, tentu orang tak harus masuk penjara karena merampok, membegal, mencuri, menipu, atau menjadi koruptor, teroris, serta menjual narkoba.
Jadi, mereka yang meringkuk dalam tahanan dan penjara itu sebenarnya hanyalah korban dari kegagalan mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa. Sehingga, yang harus memikul kegagalan itu adalah para pemimpin yang telah menempatkan diri untuk mengambil tanggung jawab utama mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa.
Pemerintah, dalam hal ini eksekutif bersama legislatif dan yudikatif merupakan barisan pertama yang harus bertanggung jawab atas hitam-putihnya negara ini. karena, merekalah yang menentukan arah dan langkah demi langkah kehidupan bernegara-berbangsa.
Maka itu, kalau pemerintah merevisi PP tersebut untuk mempercepat arus keluarnya penghuni penjara agar berkurang jubelannya, merupakan salah satu opsi sebelum bisa mengurangi arus masuk penjara berkat perbaikan sistem pencapaian tujuan kemerdekaan adil, makmur dan sejahtera. ***
Itulah tujuan pemerintah merevisi PP No. 99/2012 yang mengatur syarat untuk mendapat remisi harus menjadi justice collaborator (JC) atau pelaku kejahatan yang membongkar kejahatan bagi narapidana, korupsi, terorisme, dan narkoba.
Revisi yang menghapus syarat harus jadi JC untuk bisa dapat remisi itu diharapkan disahkan Presiden Joko Widodo menjelang perayaan 17 Agustus. (Kompas, 11/8/2016)
Pembicaraan dalam tulisan ini mengenai kenapa isi rumah tahanan dan penjara di negeri kita bisa melampaui kapasitas, bahkan ada yang nyaris dua kali lipat dari kapasitasnya? Jawaban gampangnya, karena rumah tahanan dan penjara tidak dibangun sesuai dengan pertambahan penghuninya.
Jawaban itu betul, memprihatinkan. Karena esensinya bertentangan dengan logika bangsa yang sudah 71 tahun merdeka, justru tecermin semakin lama merdeka semakin jauh dari gambaran adil, makmur dan sejahtera yang dicita-citakan para pejuang kemerdekaan. Kalau adil, makmur dan sejahtera yang menjadi cita-cita kemerdekaan terwujud secara esensial, tentu orang tak harus masuk penjara karena merampok, membegal, mencuri, menipu, atau menjadi koruptor, teroris, serta menjual narkoba.
Jadi, mereka yang meringkuk dalam tahanan dan penjara itu sebenarnya hanyalah korban dari kegagalan mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa. Sehingga, yang harus memikul kegagalan itu adalah para pemimpin yang telah menempatkan diri untuk mengambil tanggung jawab utama mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa.
Pemerintah, dalam hal ini eksekutif bersama legislatif dan yudikatif merupakan barisan pertama yang harus bertanggung jawab atas hitam-putihnya negara ini. karena, merekalah yang menentukan arah dan langkah demi langkah kehidupan bernegara-berbangsa.
Maka itu, kalau pemerintah merevisi PP tersebut untuk mempercepat arus keluarnya penghuni penjara agar berkurang jubelannya, merupakan salah satu opsi sebelum bisa mengurangi arus masuk penjara berkat perbaikan sistem pencapaian tujuan kemerdekaan adil, makmur dan sejahtera. ***
0 komentar:
Posting Komentar