MESKI dibanding kuartal I 2016 (qtq) produk domestik bruto (PDB) Indonesia kuartal II 2016 hanya tumbuh 4,02%, secara year on year (yoy) PDB tumbuh 5,18%. Dengan itu pertumbuhan ekonomi kumulatif semester I 2016 pulih ke level 5,04%.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan PDB kuartal II 2016 atas dasar harga konstan (ADHK) sebesar Rp2.353,2 triliun, atau atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp3.086,6 triliun. Itu tumbuh 4,02% dibanding dengan kuartal I 2016 dengan ADHK Rp2.262,3 atau ADHB Rp2.942 triliun. (Kompas.com, 5/8/2016)
Pemulihan PDB itu dipengaruhi kenaikan harga komoditas nonmigas di pasar internasional. Juga harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) naik dari 30,20 dolar AS per barel pada kuartal I 2016 menjadi 42,13 dolar AS pada kuartal II 2016.
"Faktor domestik lain yakni realisasi belanja pemerintah pada kuartal II 2016 mencapai Rp474,28 triliun, naik dari realisasi belanja pemerintah pada kuartal II 2015 yang hanya Rp384,74 triliun," jelas Suryamin.
PDB kuartal II itu juga dipengaruhi peningkatan produksi mobil sebesar 10,96% (qtq) menjadi 316.351 unit. Juga produksi semen naik 3,34% (qtq) menjadi 14,40 juta ton.
Pemulihan PDB pada kuartal II itu tampaknya tidak berbanding lurus dengan penerimaan pajak yang relatif seret sehingga belanja pemerintah pada APBNP 2016 dipangkas sebesar Rp133,8 triliun, terdiri dari belanja kementerian dan lembaga dipotong Rp65 triliun dan dana transfer ke daerah dikurangi Rp68,8 triliun. Pemangkasan anggaran sesuai dengan perkiraan penurunan penerimaan pajak sebesar 219 triliun dari target 2016 sebesar Rp1.546 triliun.
Refleksi apa penurunan penerimaan pajak itu, serta bagaimana menjaga momentum pertumbuhan PDB sampai akhir tahun?
Pajak bersumber dari kegiatan ekonomi masyarakat yang prosesnya menghasilkan nilai tambah (pajak pertambahan nilai/PPN), perdagangan produknya menghasilkan pajak penjualan (PPn), dan pengelolaannya menghasilkan laba (pajak penghasilan/PPh). Turunnya penerimaan pajak berarti ada sisi kegiatan ekonomi masyarakat yang melemah. Dengan ciri ekonomi kita export oriented, kinerja ekspor-impor layak disimak.
Menurut data BPS, kuartal I 2016 ekspor minus 3,88%, dan impor minus 4,24%. Juga kuartal II, meski harga komoditas naik, ekspor negatif 2,73%, dan impor negatif 3,01%. Artinya, sektor ekspor-impor salah satu yang harus dibenahi untuk meningkatkan penerimaan pajak dan menjaga momentum pertumbuhan. ***
Pemulihan PDB itu dipengaruhi kenaikan harga komoditas nonmigas di pasar internasional. Juga harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) naik dari 30,20 dolar AS per barel pada kuartal I 2016 menjadi 42,13 dolar AS pada kuartal II 2016.
"Faktor domestik lain yakni realisasi belanja pemerintah pada kuartal II 2016 mencapai Rp474,28 triliun, naik dari realisasi belanja pemerintah pada kuartal II 2015 yang hanya Rp384,74 triliun," jelas Suryamin.
PDB kuartal II itu juga dipengaruhi peningkatan produksi mobil sebesar 10,96% (qtq) menjadi 316.351 unit. Juga produksi semen naik 3,34% (qtq) menjadi 14,40 juta ton.
Pemulihan PDB pada kuartal II itu tampaknya tidak berbanding lurus dengan penerimaan pajak yang relatif seret sehingga belanja pemerintah pada APBNP 2016 dipangkas sebesar Rp133,8 triliun, terdiri dari belanja kementerian dan lembaga dipotong Rp65 triliun dan dana transfer ke daerah dikurangi Rp68,8 triliun. Pemangkasan anggaran sesuai dengan perkiraan penurunan penerimaan pajak sebesar 219 triliun dari target 2016 sebesar Rp1.546 triliun.
Refleksi apa penurunan penerimaan pajak itu, serta bagaimana menjaga momentum pertumbuhan PDB sampai akhir tahun?
Pajak bersumber dari kegiatan ekonomi masyarakat yang prosesnya menghasilkan nilai tambah (pajak pertambahan nilai/PPN), perdagangan produknya menghasilkan pajak penjualan (PPn), dan pengelolaannya menghasilkan laba (pajak penghasilan/PPh). Turunnya penerimaan pajak berarti ada sisi kegiatan ekonomi masyarakat yang melemah. Dengan ciri ekonomi kita export oriented, kinerja ekspor-impor layak disimak.
Menurut data BPS, kuartal I 2016 ekspor minus 3,88%, dan impor minus 4,24%. Juga kuartal II, meski harga komoditas naik, ekspor negatif 2,73%, dan impor negatif 3,01%. Artinya, sektor ekspor-impor salah satu yang harus dibenahi untuk meningkatkan penerimaan pajak dan menjaga momentum pertumbuhan. ***
0 komentar:
Posting Komentar