SETELAH berhasil uji materi UU Sumber Daya Air dan UU Ormas, PP Muhammadiyah akan mengajukan uji materi atas UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
UU tersebut dinilai tak adil bagi masyarakat. "Kebijakan ini melenceng dari tujuan dan akan membebani masyakat," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Syaiful Bahri. (Kompas.com, 29/8/2016)
Tujuan awal tax amnesty memberikan pengampunan kepada para konglomerat yang memarkir dananya di luar negeri agar dikembalikan ke dalam negeri. Nyatanya, aturan ini meluas hingga rakyat biasa juga diwajibkan ikut program ini.
"Kalau tak ikut, kena sanksi," katanya. Padahal, rakyat tak punya kesalahan seperti para pengusaha yang menaruh dananya di luar negeri. Dengan begitu, aturan itu menyamakan rakyat dengan para konglomerat yang menghindari pajak.
Masyarakat resah karena disebut tax amnesty menyangkut kekayaan yang belum dilaporkan, bukan penghasilan. Termasuk warisan harus dideklarasikan dan membayar tebusan 2% sampai 5%. Kalau sampai 31 Maret 2017 tak dilaporkan, akan kena pajak progresif hingga 30% dan denda 200% dari kewajiban pajak yang terutang itu.
Rakyat biasa yang NPWP saja belum punya jadi bingung, warisan miliknya bisa kena wajib bayar dan denda, lalu dilelang karena terutang pajak.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi memahami keresahan rakyat itu, mengeluarkan Perdirjen, Senin (29/8/2016). "Kami sudah keluarkan Perdirjen per hari ini, tentang yang dimasalahkan itu. Ada pensiunan, rumah, harta gimana, UMKM," jelasnya. (detikFinance, 29/8/2016)
Kata Ken, bila memang wajib pajak tidak memiliki dana untuk membayar tebusan dari program tax amnesty, diperbolehkan untuk pembetulan surat pemberitahuan (SPT). Dirjen Pajak memastikan tidak akan ada pemeriksaan ulang.
Artinya, orang tetap harus melaporkan hartanya. Itu yang dinilai merepotkan rakyat, padahal tujuan semula tax amnesty untuk konglomerat pengemplang pajak.
Pelaksanaan tax amnesty terkesan lamban. Hingga Senin (29/8/2016) dana repatriasi yang pulang kampung baru Rp7,66 triliun atau 0,76% dari target Rp1.000 triliun hingga 31 Maret 2017.
Sedang dana yang sudah dideklarasikan baru mencapai Rp95,2 triliun dari target pemerintah Rp4.000 triliun. Perinciannya, Rp14,1 triliun deklarasi luar negeri dan Rp81,1 triliun deklarasi dalam negeri. Uang tebusan Rp2,14 triliun dari target Rp165 triliun. (Kompas.com, 29/8/2016)
Kesannya, kurang berhasil menarik dana konglomerat dari luar negeri, tax amnesty atas harta rakyat di dalam negeri diintensifkan. ***
Tujuan awal tax amnesty memberikan pengampunan kepada para konglomerat yang memarkir dananya di luar negeri agar dikembalikan ke dalam negeri. Nyatanya, aturan ini meluas hingga rakyat biasa juga diwajibkan ikut program ini.
"Kalau tak ikut, kena sanksi," katanya. Padahal, rakyat tak punya kesalahan seperti para pengusaha yang menaruh dananya di luar negeri. Dengan begitu, aturan itu menyamakan rakyat dengan para konglomerat yang menghindari pajak.
Masyarakat resah karena disebut tax amnesty menyangkut kekayaan yang belum dilaporkan, bukan penghasilan. Termasuk warisan harus dideklarasikan dan membayar tebusan 2% sampai 5%. Kalau sampai 31 Maret 2017 tak dilaporkan, akan kena pajak progresif hingga 30% dan denda 200% dari kewajiban pajak yang terutang itu.
Rakyat biasa yang NPWP saja belum punya jadi bingung, warisan miliknya bisa kena wajib bayar dan denda, lalu dilelang karena terutang pajak.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi memahami keresahan rakyat itu, mengeluarkan Perdirjen, Senin (29/8/2016). "Kami sudah keluarkan Perdirjen per hari ini, tentang yang dimasalahkan itu. Ada pensiunan, rumah, harta gimana, UMKM," jelasnya. (detikFinance, 29/8/2016)
Kata Ken, bila memang wajib pajak tidak memiliki dana untuk membayar tebusan dari program tax amnesty, diperbolehkan untuk pembetulan surat pemberitahuan (SPT). Dirjen Pajak memastikan tidak akan ada pemeriksaan ulang.
Artinya, orang tetap harus melaporkan hartanya. Itu yang dinilai merepotkan rakyat, padahal tujuan semula tax amnesty untuk konglomerat pengemplang pajak.
Pelaksanaan tax amnesty terkesan lamban. Hingga Senin (29/8/2016) dana repatriasi yang pulang kampung baru Rp7,66 triliun atau 0,76% dari target Rp1.000 triliun hingga 31 Maret 2017.
Sedang dana yang sudah dideklarasikan baru mencapai Rp95,2 triliun dari target pemerintah Rp4.000 triliun. Perinciannya, Rp14,1 triliun deklarasi luar negeri dan Rp81,1 triliun deklarasi dalam negeri. Uang tebusan Rp2,14 triliun dari target Rp165 triliun. (Kompas.com, 29/8/2016)
Kesannya, kurang berhasil menarik dana konglomerat dari luar negeri, tax amnesty atas harta rakyat di dalam negeri diintensifkan. ***
0 komentar:
Posting Komentar