PENGHEMATAN yang dilakukan pemerintah kian ketat dengan pemangkasan anggaran yang semula Rp133 triliun dinaikkan jadi Rp137,6 triliun. Total pemangkasan belanja kementerian dan lembaga jadi Rp64,7 triliun, sedang transfer ke daerah dipangkas Rp70,1 triliun dan dana desa Rp2,8 triliun.
"Untuk belanja daerah terdiri dari berbagai adjustment," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani di DPR, Kamis. Khusus untuk penghematan transfer daerah terdiri dari dana transfer umum Rp40 triliun dan dana transfer khusus Rp29,7 triliun. (Kompas.com, 25/8/2016)
Sri Mulyani menyatakan alasan pemangkasan anggaran lantaran pemerimaan pajak diperkirakan meleset Rp219 triliun dari target Rp1.526 triliun. Belum lagi kalau target penerimaan tebusan tax amnesty yang dianggarkan Rp165 triliun tak tercapai. Pemangkasan anggaran dilakukan agar defisit tidak melebihi 3 persen sesuai dengan yang diatur dalam UU APBN 2016.
Sedang kenapa kekurangan dana untuk belanja dilakukan pemangkasan anggaran, bukan ditutup dengan dana utangan seperti tahun lalu, mungkin karena pengalaman tahun lalu itu buruk, membebani APBN berikutnya dengan kewajiban membayar utang yang amat berat. Pada tahun 2015 dilakukan penambahan utang sebesar Rp754 triliun (Kompas.com, 18/8/2016), padahal realisasi penerimaan pajak tahun itu hanya Rp1.060 triliun, dari target APBNP 2015 Rp1.294 triliun. (detikFinance, 11/1/2016)
Di sisi lain, penggalian utang baru lewat Surat Berharga Negara (SBN) yang telah disepakati sampai akhir 2016 sebesar Rp628 triliun (Okezone, 19/8/2016), kalau kekurangan penerimaan pajak Rp219 triliun ditutupi dengan utang baru lagi, jumlah utangan tahun ini bisa lebih Rp800 triliun, lebih buruk dari tahun lalu yang utangan barunya lebih 50% dari realisasi penerimaan pajak.
Pokoknya pilihan Sri Mulyani memangkas anggaran sampai Rp137,6 triliun itu pilihan terbaik pada kondisi keuangan negara yang kurang kondusif terakhir ini.
Meski demikian, kian ketatnya pemangkasan anggaran transfer ke daerah itu sebenarnya, kalau mau jujur, tidak menyesakkan daerah. Sebab, sampai medio Agustus lalu, Presiden Jokowi mengungkap ada Rp246 triliun dana transfer ke daerah yang masih mengendap di bank. (Bisnis Indonesia, 12/8/2016)
Jadi, kalaupun Rp70,1 triliun dana transfer ke daerah itu tidak dipangkas untuk penghematan, paling hanya menambah dana transfer yang mengendap di bank itu menjadi Rp310,1 triliun. Jadi, pemangkasan transfer ke daerah ini justru mendorong pemerintah daerah untuk mencairkan dana yang mengendap tersebut. ***
Sri Mulyani menyatakan alasan pemangkasan anggaran lantaran pemerimaan pajak diperkirakan meleset Rp219 triliun dari target Rp1.526 triliun. Belum lagi kalau target penerimaan tebusan tax amnesty yang dianggarkan Rp165 triliun tak tercapai. Pemangkasan anggaran dilakukan agar defisit tidak melebihi 3 persen sesuai dengan yang diatur dalam UU APBN 2016.
Sedang kenapa kekurangan dana untuk belanja dilakukan pemangkasan anggaran, bukan ditutup dengan dana utangan seperti tahun lalu, mungkin karena pengalaman tahun lalu itu buruk, membebani APBN berikutnya dengan kewajiban membayar utang yang amat berat. Pada tahun 2015 dilakukan penambahan utang sebesar Rp754 triliun (Kompas.com, 18/8/2016), padahal realisasi penerimaan pajak tahun itu hanya Rp1.060 triliun, dari target APBNP 2015 Rp1.294 triliun. (detikFinance, 11/1/2016)
Di sisi lain, penggalian utang baru lewat Surat Berharga Negara (SBN) yang telah disepakati sampai akhir 2016 sebesar Rp628 triliun (Okezone, 19/8/2016), kalau kekurangan penerimaan pajak Rp219 triliun ditutupi dengan utang baru lagi, jumlah utangan tahun ini bisa lebih Rp800 triliun, lebih buruk dari tahun lalu yang utangan barunya lebih 50% dari realisasi penerimaan pajak.
Pokoknya pilihan Sri Mulyani memangkas anggaran sampai Rp137,6 triliun itu pilihan terbaik pada kondisi keuangan negara yang kurang kondusif terakhir ini.
Meski demikian, kian ketatnya pemangkasan anggaran transfer ke daerah itu sebenarnya, kalau mau jujur, tidak menyesakkan daerah. Sebab, sampai medio Agustus lalu, Presiden Jokowi mengungkap ada Rp246 triliun dana transfer ke daerah yang masih mengendap di bank. (Bisnis Indonesia, 12/8/2016)
Jadi, kalaupun Rp70,1 triliun dana transfer ke daerah itu tidak dipangkas untuk penghematan, paling hanya menambah dana transfer yang mengendap di bank itu menjadi Rp310,1 triliun. Jadi, pemangkasan transfer ke daerah ini justru mendorong pemerintah daerah untuk mencairkan dana yang mengendap tersebut. ***
0 komentar:
Posting Komentar