Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Muhammadiyah Uji Tax Amnesty!

SETELAH berhasil uji materi UU Sumber Daya Air dan UU Ormas, PP Muhammadiyah akan mengajukan uji materi atas UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
UU tersebut dinilai tak adil bagi masyarakat. "Kebijakan ini melenceng dari tujuan dan akan membebani masyakat," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Syaiful Bahri. (Kompas.com, 29/8/2016)
Tujuan awal tax amnesty memberikan pengampunan kepada para konglomerat yang memarkir dananya di luar negeri agar dikembalikan ke dalam negeri. Nyatanya, aturan ini meluas hingga rakyat biasa juga diwajibkan ikut program ini.
"Kalau tak ikut, kena sanksi," katanya. Padahal, rakyat tak punya kesalahan seperti para pengusaha yang menaruh dananya di luar negeri. Dengan begitu, aturan itu menyamakan rakyat dengan para konglomerat yang menghindari pajak.
Masyarakat resah karena disebut tax amnesty menyangkut kekayaan yang belum dilaporkan, bukan penghasilan. Termasuk warisan harus dideklarasikan dan membayar tebusan 2% sampai 5%. Kalau sampai 31 Maret 2017 tak dilaporkan, akan kena pajak progresif hingga 30% dan denda 200% dari kewajiban pajak yang terutang itu.
Rakyat biasa yang NPWP saja belum punya jadi bingung, warisan miliknya bisa kena wajib bayar dan denda, lalu dilelang karena terutang pajak.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi memahami keresahan rakyat itu, mengeluarkan Perdirjen, Senin (29/8/2016). "Kami sudah keluarkan Perdirjen per hari ini, tentang yang dimasalahkan itu. Ada pensiunan, rumah, harta gimana, UMKM," jelasnya. (detikFinance, 29/8/2016)
Kata Ken, bila memang wajib pajak tidak memiliki dana untuk membayar tebusan dari program tax amnesty, diperbolehkan untuk pembetulan surat pemberitahuan (SPT). Dirjen Pajak memastikan tidak akan ada pemeriksaan ulang.
Artinya, orang tetap harus melaporkan hartanya. Itu yang dinilai merepotkan rakyat, padahal tujuan semula tax amnesty untuk konglomerat pengemplang pajak.
Pelaksanaan tax amnesty terkesan lamban. Hingga Senin (29/8/2016) dana repatriasi yang pulang kampung baru Rp7,66 triliun atau 0,76% dari target Rp1.000 triliun hingga 31 Maret 2017.
Sedang dana yang sudah dideklarasikan baru mencapai Rp95,2 triliun dari target pemerintah Rp4.000 triliun. Perinciannya, Rp14,1 triliun deklarasi luar negeri dan Rp81,1 triliun deklarasi dalam negeri. Uang tebusan Rp2,14 triliun dari target Rp165 triliun. (Kompas.com, 29/8/2016)
Kesannya, kurang berhasil menarik dana konglomerat dari luar negeri, tax amnesty atas harta rakyat di dalam negeri diintensifkan. ***
Selanjutnya.....

Badan Gotong Royong Sekolah!

INI gagasan baru lagi dari Mendikbud (baru) Muhadjir Effendy, membentuk Badan Gotong Royong Sekolah sebagai penerapan revitalisasi komite sekolah. Ini menyusul gagasannya full day school yang jadi gunjingan masyarakat.
Badan Gotong Royong Sekolah nantinya memiliki fungsi konsultasi, pengawasan, dan bantuan terhadap sekolah dengan melibatkan berbagai pihak. "Peran ini kan harus diwadahi secara konkret agar memiliki sumbangan terhadap kemajuan sekolah," ujar Muhadjir, Minggu. (Kompas.com, 28/8/2016)
Badan Gotong Royong Sekolah, lanjutnya, akan melibatkan berbagai elemen, seperti tokoh masyarakat dan pimpinan daerah. Orang tua siswa, pemerhati pendidikan, dan pihak sekolah juga akan dimasukkan. "Sekolah ini kan yang kita bangun berdasarkan manajemen sekolah dan partisipasi masyarakat sehingga nanti sekolah itu menjadi pusat semua sumber daya," tuturnya.
Kehadiran Badan Gotong Royong Sekolah, menurut Muhadjir, dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar dan pendukung pembelajaran di sekolah. "Kita kerahkan melalui kepala sekolah sebagai manajer sekolah dan Badan Gotong Royong Sekolah," kata dia.
Gagasan revitalisasi komite sekolah dengan mengembangkannya menjadi Badan Gotong Royong Sekolah tentu harus mengacu SK Mendiknas Nomor 044/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, serta aturan lain yang terus berkembang di dunia pendidikan dan kebudayaan. Revitalisasi itu tentu sangat didukung untuk meningkatkan peran komite sekolah yang selama ini cenderung terkesan cuma dijadikan justifikator pungutan di sekolah, tanpa kecuali justru di balik slogan politis "sekolah gratis".
Karena itu, seperti halnya gagasan full day school, gagasan tentang Badan Gotong Royong Sekolah perlu diurai dengan garis kebijakan lebih jelas dan disosialisasikan secara luas. Agar, gagasan itu tidak bias, lebih-lebih oleh kepentingan sempit berlatar semangat komersialisasi dunia pendidikan yang sering memberatkan beban orang tua siswa.
Selain itu, fungsi-fungsi konsultatif dan pengawasan kelembagaannya perlu diatur yang jelas sehingga kehadirannya efektif bermanfaat, tak cuma embel-embel karena saran buah konsultatif maupun pengawasan yang dilakukan tidak punya kekuatan formal untuk dijalankan pimpinan sekolah.
Penjabaran dalam uraian yang jelas gagasan tersebut harus cepat disosialisasikan karena di era informasi yang serbacepat ini, seperti full day school, gagasan yang baik sekalipun bisa cepat berkembang jadi kontroversial. ***
Selanjutnya.....

Tidak Ada Lagi Alasan buat Yellen!

AKHIRNYA tak ada lagi alasan buat Janet Yellen, Gubernur The Federal Reserve (The Fed) untuk menunda kenaikan suku bunga acuan, yang diundur sejak kenaikan menjadi 50 basis poin Desember 2015. Itu terjadi Jumat (26/8/2016) saat ia pidato memberi isyarat akan menaikkan Fed Fund Rate.
"The Federal Open Market Committee (FOMC) terus mengantisipasi bahwa kenaikan Fed Fund Rate secara gradual akan sesuai dilakukan untuk mencapai dan melanjutkan serapan tenaga kerja dan inflasi sesuai dengan tujuan kami," ujar Yellen dalam pidato bertema The Federal Reserve's Monetary Policy Toolkit: Past, Present, and Future. (Kompas.com, 27/8/2016)
Menurut Yellen, sejalan dengan kinerja yang terus solid pada pasar tenaga kerja dan outlook kegiatan ekonomi dan inflasi The Fed, ia yakin wacana dan pandangan akan peningkatan Fed Fund Rate makin menguat dalam beberapa bulan terakhir.
Aktivitas ekonomi AS terus terekspansi, didorong pertumbuhan yang solid dalam konsumsi rumah tangga, jelas Yellen. Akan tetapi, investasi bisnis masih lemah, permintaan luar negeri yang stagnan, dan penguatan dolar AS sejak 2014 terus menekan ekspor.
Meski pertumbuhan ekonomi belum terlalu kencang, lanjutnya, pasar tenaga kerja mulai menunjukkan perbaikan. Meski naik turun secara bulanan, dalam tiga bulan terakhir rata-rata serapan tenaga kerja mencapai 190 ribu per bulan. Inflasi juga terus di bawah sasaran FOMC, yakni 2%.
Keputusan untuk Fed Fund Rate akan diambil pada rapat FOMC 20-21 September 2016. "Tentu, keputusan kami selalu bergantung pada tingkat bagaimana data yang selanjutnya terus mengonfirmasi outlook FOMC," tutur Yellen.
Usai pidato Yellen itu pasar saham AS tercatat mengalami penurunan terbesar secara mingguan sejak keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Namun reaksi pasar saham Asia masih harus dilihat Senin ini, karena pidato Yellen itu Sabtu dini hari di Asia.
Sedang pengaruhnya secara umum terhadap perekonomian Indonesia, seperti halnya saat penaikan Fed Fund Rate Desember 2015, tidak siginifikan.
Apalagi kini, sistem keuangan Indonesia sudah tertata lebih baik, suku bunga acuan BI diganti 7 Day Repo Rate, lebih realistis, minggu terakhir pada 5,25%. Sehingga, bunga kredit akan terus turun memacu perekonomian dan beban dana pihak ketiga tidak terlalu berat dipikul bank. Juga, sepanjang 2016 dana asing banjir masuk Indonesia, memperkuat kurs rupiah dan IHSG yang mencapai di atas 5.400.
Silahkan naik Fed Fun Rate, Indonesia rapopo. ***
Selanjutnya.....

Mukidi, Tokoh Favorit Medsos Minggu ini!

MUKIDI. Itulah nama tokoh favorit di media sosial minggu ini. Aneka cerita tentang dirinya viral—diunggah berantai lintas grup di berbagai jejaring media sosial. YouTube dan Indonesiana grup Tempo pun menyajikan kumpulan kisahnya.
Siapakah Mukidi? Mukidi adalah tokoh dalam cerita mini kocak, humor segar yang tersebar dengan banyak versi di media sosial. Terkesan cerita Mukidi tidak ditulis hanya oleh satu orang. Kadang pakai bahasa Indonesia, kadang pakai bahasa Jawa dialek Banyumas, kadang Madura.
Seperti ditulis Indonesiana (25/8/2016) tokoh Mukidi tidak begitu jelas, kadang ia orang Jakarta, kadang orang Jawa, kadang Madura. Dia kadang digambarkan masih duduk di bangku sekolah dasar, kadang sudah dewasa, kadang sudah kakek-kakek.
Blog ceritamukidi.wordpress.com dipetik Indonesiana menulis, "Mukidi berasal dari Cilacap, tipikal orang yang biasa saja, tidak terlalu alim, mudah akrab dengan siapa saja. Punya karier tapi kadang-kadang bisa menjadi apa saja. Istrinya Markonah, juga punya karier tapi tidak terlalu istimewa. Anak mereka dua, Mukirin yang sudah remaja dan Mukiran yang masih SD. Sahabatnya adalah Wakijan."
Namun, YouTube menyebut nama Sulastio Muchlas alias Yoyok, warga Banyumas, Jawa Tengah, sebagai orang pertama yang memakai nama Mukidi. Awalnya dalam materi penyegaran dalam presentasi. "Saya itu product manager. Jadi saya sering presentasi pakai humor itu supaya tidak tegang," ujarnya kepada Liputan6.com.
Menurut Yoyok, cerita Mukidi sebenarnya sudah ia tulis beberapa tahun yang lalu. Bahkan cerita Mukidi sering diputar di salah satu saluran radio. Ditanya mengapa menggunakan nama Mukidi, Yoyok mengaku lantaran nama Mukidi mudah diingat. Ini tak ubahnya nama Kabayan, Wakijan, Samijan dan sebagainya. Nama-nama yang menyimbolkan rakyat kecil yang mudah diingat.
Yoyok memastikan tidak ada satu pun tokoh di dunia nyata yang menyiratkan satu orang. Mukidi adalah Mukidi tokoh fiksi ciptaan Sulastio Muchlas.
Siapa pun penulisnya, layak mendapat ucapan terima kasih karena cerita-cerita segarnya di jejaring media sosial meredakan penikmatnya dari ketegangan, meringankan beban hidup dari tantangan yang berat. Tak berlebihan, juga menyulut inspirasi, seperti berikut:
Ibu: Mas, nanti tolong diumumkan di rapat internal PDIP Jakarta tentang cagub dari partai kita.
Mas: Oh, siap laksanakan, Bu. Siapa aja lah Bu yang penting bukan Ahok.
Ibu: Ohya bukan...
Mas: Asyikk... jadi siapa Bu?
Ibu: Mukidi. ***
Selanjutnya.....

Penghematan Anggaran kian Ketat!

PENGHEMATAN yang dilakukan pemerintah kian ketat dengan pemangkasan anggaran yang semula Rp133 triliun dinaikkan jadi Rp137,6 triliun. Total pemangkasan belanja kementerian dan lembaga jadi Rp64,7 triliun, sedang transfer ke daerah dipangkas Rp70,1 triliun dan dana desa Rp2,8 triliun.
"Untuk belanja daerah terdiri dari berbagai adjustment," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani di DPR, Kamis. Khusus untuk penghematan transfer daerah terdiri dari dana transfer umum Rp40 triliun dan dana transfer khusus Rp29,7 triliun. (Kompas.com, 25/8/2016)
Sri Mulyani menyatakan alasan pemangkasan anggaran lantaran pemerimaan pajak diperkirakan meleset Rp219 triliun dari target Rp1.526 triliun. Belum lagi kalau target penerimaan tebusan tax amnesty yang dianggarkan Rp165 triliun tak tercapai. Pemangkasan anggaran dilakukan agar defisit tidak melebihi 3 persen sesuai dengan yang diatur dalam UU APBN 2016.
Sedang kenapa kekurangan dana untuk belanja dilakukan pemangkasan anggaran, bukan ditutup dengan dana utangan seperti tahun lalu, mungkin karena pengalaman tahun lalu itu buruk, membebani APBN berikutnya dengan kewajiban membayar utang yang amat berat. Pada tahun 2015 dilakukan penambahan utang sebesar Rp754 triliun (Kompas.com, 18/8/2016), padahal realisasi penerimaan pajak tahun itu hanya Rp1.060 triliun, dari target APBNP 2015 Rp1.294 triliun. (detikFinance, 11/1/2016)
Di sisi lain, penggalian utang baru lewat Surat Berharga Negara (SBN) yang telah disepakati sampai akhir 2016 sebesar Rp628 triliun (Okezone, 19/8/2016), kalau kekurangan penerimaan pajak Rp219 triliun ditutupi dengan utang baru lagi, jumlah utangan tahun ini bisa lebih Rp800 triliun, lebih buruk dari tahun lalu yang utangan barunya lebih 50% dari realisasi penerimaan pajak.
Pokoknya pilihan Sri Mulyani memangkas anggaran sampai Rp137,6 triliun itu pilihan terbaik pada kondisi keuangan negara yang kurang kondusif terakhir ini.
Meski demikian, kian ketatnya pemangkasan anggaran transfer ke daerah itu sebenarnya, kalau mau jujur, tidak menyesakkan daerah. Sebab, sampai medio Agustus lalu, Presiden Jokowi mengungkap ada Rp246 triliun dana transfer ke daerah yang masih mengendap di bank. (Bisnis Indonesia, 12/8/2016)
Jadi, kalaupun Rp70,1 triliun dana transfer ke daerah itu tidak dipangkas untuk penghematan, paling hanya menambah dana transfer yang mengendap di bank itu menjadi Rp310,1 triliun. Jadi, pemangkasan transfer ke daerah ini justru mendorong pemerintah daerah untuk mencairkan dana yang mengendap tersebut. ***
Selanjutnya.....

Unik, Membangun tanpa Utang!

MENTERI Keuangan Sri Mulyani berusaha mengendalikan defisit keseimbangan primer dalam APBN, yang dari Rp93 triliun pada 2014 melonjak jadi Rp142 triliun pada 2015, ditekan menjadi Rp111,4 triliun pada RAPBN 2017. Defisit keseimbangan primer itu pengeluaran (tanpa beban membayar utang) lebih besar dari jumlah penerimaan negara.
"Kalau dilihat secara makro ketika utang ditambah dan defisit keseimbangan primer ikut bertambah, dipastikan utang itu tidak produktif," ujar Direktur Indef Enny Sri Hartati. Padahal, utang seharusnya bisa menjadi modal tambahan untuk meningkatkan pendapatan nasional. Tetapi hal itu dinilai tidak terjadi di Indonesia. (Kompas.com, 24/8/2016)
Sri Mulyani mengakui defisit keseimbangan primer membuat pemerintah harus menarik utang untuk membayar utang sebelumnya. Namun, dalam APBNP 2016 dengan menggali utang baru untuk menutup utang lama itu terjadi hal unik, yakni uang hasil utangan tidak dipakai untuk membangun karena untuk memenuhi kewajiban atas utang lama saja tak cukup. Jadinya, membangun tanpa memakai dana utangan.
Faktanya, untuk 2016 bunga utang yang harus dibayar Rp184 triliun, cicilan utang pokok Rp295 triliun hingga total bayar utang Rp479 triliun. Sedang target utang pemerintah dalam APBNP 2016 sebesar Rp296,7 triliun. Jadi, utang baru yang digali itu habis hanya untuk menutup kewajiban utang lama yang jatuh tempo sebesar Rp479 triliun.
Sayangnya, utang baru yang digali tak cuma yang tertera sebagai target dalam APBNP itu. Ada lubang utang lain yang juga digali, yakni penerbitan surat berharga negara (SBN).
Menurut Dirjen Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan, hingga akhir 2016 penerbitan SBN akan mencapai Rp628 triliun. Itu karena ada tambahan Rp17 triliun dari Menteri Keuangan Sri Mulyani dari target sebelumnya Rp611 triliun. (Okezone.com, 19/8/2016)
Lubang utang yang terus digali itu agaknya masih akan digali lebih dalam dan lebih dalam lagi. Sri Mulyani mengatakan pemerintah kemungkinan akan menambah jumlah utang pada 2017 untuk membayar bunga utang tahun-tahun lalu. Artinya, menggali lubang utang baru terus dilakukan untuk menutupi lubang utang lama yang juga makin dalam.
Untuk itu, Direktur Strategis dan Portofolio Utang Kemenkeu Schneider Siahaan mengatakan pemerintah tetap bisa melunasi utang yang ada. "Kami bisa bayar, tapi belum bisa kover lewat penerimaan," ujarnya.
Berarti dibayar dengan utangan baru. Gali lubang tutup lubang pun absolut. ***
Selanjutnya.....

Infrastruktur! Lupa Suprastruktur!

DALAM pertemuan dengan para budayawan, Selasa (23/8/2016), Presiden Jokowi disentil terlalu fokus ke infrastruktur sehingga lupa pada pembangunan kebudayaan, yang justru merupakan suprastruktur dalam pembangunan manusia seutuhnya.
Di lain sisi, pada model yang berorientasi membangun manusia seutuhnya sebagai suprastruktur itu, ekonomi, infrastruktur, dan sektor-sektor teknis lainnya diposisikan sebagai subordinatnya.
"Suprastruktur itu pokoknya urusan-urusan yang bersifat kultural," ujar budayawan Radar Panca Dahana yang mengikuti pertemuan. "Kami mendesak kepada Presiden agar pembangunan yang ada di Indonesia itu semuanya berdimensi budaya. Atau semuanya mempertimbangkan, memperhatikan, dan menyertakan kearifan atau pengetahuan budaya di tingkat lokal." (detikNews, 23/8/2016)
Sementara itu, Presiden Jokowi mengaku mendapat banyak masukan dari para budayawan. Presiden setuju, sektor kebudayaan juga ikut diperhatikan untuk keseimbangan gencarnya pembangunan infrastruktur.
"Ya keseimbangan antara infrastruktur yang keras dan tidak keras," jelas Jokowi. "Inilah yang tadi kami bicarakan dengan budayawan. Kita berharap nanti ada tahapan-tahapan menuju ke proses kebijakan makro kebudayaan Indomesia. Akan seperti apa? Tadi saya juga sudah minta tolong minta masukan agar arahnya itu betul. Karena kita harus memulai itu."
"Jangan kita terus bicara masalah ekonomi, politik, kita lupa bahwa ada sisi budaya yang juga harus kita perhatikan sehingga ada kebijakan makro kebudayaan Indonesia. Ini yang akan kami rumuskan bersama-sama," imbuh Jokowi.
Sebenarnya terlambat kalau pembangunan suprastruktur baru mulai untuk dipikirkan. Sebagai hakikat dari pembangunan manusia yang kesatuannya berupa bangsa, seharusnya rencana pembangunan suprastruktur sudah didesain sejak awal kekuasaan. Bukan hari gini baru tahap meraba-raba.
Meski demikian, tetap harus disyukuri, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Dengan itu kita masih bisa berharap pembangunan kebudayaan sebagai pembangunan manusia seutuhnya, menjadi napas peradaban bangsa.
Pembangunan manusia seutuhnya adalah membangun mental spiritual seluruh warga bangsa untuk mengembangkan kapasitasnya hingga mumpuni sebagai kalifah berbudaya maju di muka bumi, menjadi master bagi zamannya. Artinya, sebagai kalifah dalam pembangunan manusia berorientasi budaya nasional itu, manusia Indonesia bukan cuma jadi budak aneka bentuk imperialisme baru, dari ideologi, modal, hingga pasar. ***
Selanjutnya.....

Indonesia Mulai Bergerak Maju!

PERINGATAN 71 tahun kemerdekaan bangsa Indonesia ditengarai dengan mulai bergerak majunya pembangunan melalui kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan sosial yang menurun. Gerak maju itu dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah orang miskin September 2015 sebanyak 28,51 juta jiwa, pada Maret 2016 turun menjadi 28,01 juta orang atau berkurang 500 ribu orang.
Sementara pengangguran terbuka dari 7,45 juta orang (5,81%) pada Februari 2015, turun menjadi 7,02 juta orang (5,5%) pada Februari 2016. Demikian pula ketimpangan sosial dari indeks rasio gini 0,408 pada Maret 2015, menjadi 0,397 pada Maret 2016.
Awal gerak maju itu layak dicatat, agar dijaga sebagai momentum sehingga kemajuan bisa berjalan konsisten. Ada dua alasan penting agar momentum itu dijaga konsistensinya.
Pertama, jumlah orang di bawah garis kemiskinan sebanyak 28,01 juta pada Maret 2016 itu masih lebih tinggi dari posisi September 2014, sebelum Jokowi-JK dilantik 20 Oktober 2014, yakni sebesar 27,73 juta orang. (Antara, 4/1/2015) Artinya, Jokowi-JK masih berutang pengentasan orang miskin sebanyak 280 ribu orang untuk kembali pada posisi "kilometer nol" awal kekuasaannya.
Kedua, besarnya biaya dari utang yang digunakan untuk mencapai momentum kemajuan tersebut, yakni dari total utang pemerintah Rp2.608 triliun pada 2014, menjadi Rp3.362 triliun pada 2015, atau dalam setahun 2015 menambah utang pemerintah sebesar Rp754 triliun. (Kompas.com, 18/8/2016) Besarnya utang baru ini menjadi rekor dalam jumlah peningkatan utang pemerintah sepanjang sejarah.
Penambahan utang yang sangat besar itu layak diwaspadai justru jangan sampai untuk selanjutnya beban dari utang tersebut malah jadi pengganjal langkah maju pembangunan. Mungkin inilah salah satu alasan Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga pada APBNP 2016, tidak menutupi defisit anggaran dengan utangan baru saja.
Betapa menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan (Kompas.com, idem), bunga utang pemerintah yang harus dibayar pada 2016 ini mencapai Rp180 triliun, dan pada 2017 melonjak menjadi Rp210 triliun. Itu dengan perkiraan rata-rata tingkat bunga utang yang dibayar pemerintah 5,2%. Kemajuan gerak yang telah menghabiskan biaya dari utangan baru cukup besar, tetapi hasilnya belum mencapai posisi "kilometer nol" awal pemerintahan Jokowi-JK itu, memberi isyarat perlunya upaya yang lebih efektif dan efisien ke depan. ***
Selanjutnya.....

117 Calon Haji Ditahan di Filipina!

SEBANYAK 117 orang jemaah calon haji warga negara Indonesia (WNI) ditangkap di Filipina saat hendak terbang ke Arab Saudi. Mereka ditahan pihak imigrasi atas tuduhan paspor palsu.
Perkembangan terakhir, otoritas imigrasi Filipina bakal meneruskan kasus itu ke pengadilan, dengan tujuan agar sindikat pemalsuan paspor di Filipina terbongkar.
Sebanyak 177 orang jemaah itu terdiri dari 100 orang perempuan dan 77 laki-laki. Mayoritas, lebih dari 50% berasal dari Sulawesi Selatan. Selebihnya berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Kalimantan Utara, Jawa Barat, Jambi, Riau, Sumbawa, DIY, Banten, dan Lampung. (Kompas.com, 21/8/2016)
Mengenai bantuan terhadap mereka dalam proses hukum di Filipina, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia di Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, "Sejak awal upaya yang kami lakukan arahnya menempatkan WNI sebagai korban."
"Mereka fokusnya cuma mau cari jalan naik haji," jelas Iqbal. "Jadi, kalaupun akan dibawa ke pengadilan, mungkin ada beberapa orang yang akan diminta tetap tinggal sebagai saksi korban, bukan sebagai tersangka." Namun, hal itu tak berlaku bagi WNI yang terbukti terlibat dan menjadi bagian dari sindikat tersebut. Dari keluarga calon haji asal Jakarta Utara yang tertahan di Filipina itu, detikNews (22/8/2016) mendapat informasi, biaya naik haji lewat Filipina itu per orang lebih dari Rp100 juta.
Jemaah calon haji yang tertahan di Filipina ternyata hanya salah satu rombongan. Kepala Daerah Kerja (Daker) Airport Jeddah-Madinah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Nurul Badaruttamam, kepada Liputan6.com menyatakan Sabtu (20/8/2016) di Bandara Madinah ia menemukan jemaah haji berwajah Indonesia, tapi memakai paspor Filipina.
"Pengakuan mereka juga Indonesia, cuma pakai paspor Filipina," ujar Nurul. Dari logatnya, mereka ditengarai dari Sulawesi dan Jawa.
Akal-akalan itu terjadi karena antrean naik haji sudah mencapai 15 tahun. Haji "plus" Rp100 juta di atas tarif reguler saja antreannya mencapai empat atau lima tahun.
Salah satu penyebab antrean jadi amat panjang pada haji reguler adalah banyaknya calon haji talangan (kekurangan ongkosnya ditutup kredit bank). Akibatnya, calon haji yang punya kemampuan nyata malah terkapar di tahanan negara lain.
Agar ironi ini berakhir, saatnya pemerintah membuat kebijakan menjernihkan antrean calon haji. Dengan tetap menghormati antrean "haji talangan", dibuat proses aktual buat calon haji dengan kemampuan nyata. ***
Selanjutnya.....

Perompak Marak di Laut Lampung!

LEBIH 250 kapal nelayan pantai utara Jawa Barat dirompak di perairan Lampung dalam tiga bulan terakhir. Asisten Ketua Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Kabupaten Cirebon Muhammad Rosyidi menyatakan kapal nelayan asal Karawang yang banyak jadi korban perompakan, sisanya kapal dari Cirebon dan Tegal (Lampost.co, 20/8/2016).
"Bisa dibilang 10 kapal yang melaut, sembilan di antaranya menjadi korban perompakan," ujar Rosyidi. Ratusan nelayan dari wilayah Cirebon, Karawang, dan Tegal, menurut dia, Selasa (23/8/2016), akan mendatangi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta untuk melaporkan maraknya perompakan tersebut.
Menurut nelayan Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Cirebon, perompakan itu dialami para pencari rajungan. Perompak pakai speedboat mendekati perahu nelayan dengan modus mau membeli kepiting.
Tapi, setelah masuk perahu menodongkan benda mirip pistol mengambil tiga sampai empat fiber (kontainer) berisi rajungan antara 50 kg dan 100 kg. Harga rajungan sekitar Rp30 ribu/kg. Perompakan ini marak sejak menjelang Lebaran lalu (Cirebontrust.com, 22/7/2016).
Namun, perompakan ini bukan cuma terhadap nelayan asal Pantura Jabar. Nelayan Bangka Belitung (Babel) juga jadi korban. Nelayan pencari rajungan dari Sadai dan Toboali (Bangka Selatan), korban perompakan telah melapor ke keamanan laut setempat.
Danlanal Babel Kolonel Laur (P) Teguh Gunawan mengatakan sudah menerima laporan itu. Menurut Danlanal, kriminalitas di laut itu terjadi di Perairan Tanjung Menjangan, perbatasan tiga provinsi, Babel, Sumsel, dan Lampung. Dalam perompakan di Tanjung Menjangan, Sabtu lalu, pelaku mengambil GPS, 5 jeriken solar, dan 6 fiber kepiting (Bangkapos.com, 15/8/2016).
Dengan nelayan lintas provinsi jadi korban di kawasan lintas provinsi, ini kejahatan berskala nasional. Untuk menghabisinya, selain ketiga provinsi mengatasi wilayah masing-masing, perlu diperkuat dengan operasi gabungan untuk memburu para pelaku.
Operasi gabungan pasukan buru sergap dengan speedboat berkecepatan tinggi dan heli itu jadi penentu pembersihan perompak di kawasan laut tersebut. Kasus ini hanya pengulangan kejahatan serupa dekade sebelumnya.
Pelakunya berasal dari luar tiga provinsi tersebut. Seperti perompak yang beraksi di kawasan Labuhanmeringgai dan Kualapenet, Lampung Timur, saat diringkus terbukti komplotan berasal dari Jambi (Liputan6.com, 10/5/2002). Jadi, perairan Lampung cuma kebagian nama buruk sebagai lokasi perompak beraksi. ***
Selanjutnya.....

Menyimak Polemik Harga Rokok Rp50 Ribu!

PANGKALNYA hasil riset Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany yang menyebut perokok aktif akan mulai berhenti merokok jika harga rokok dinaikkan dua kali lipat. (JawaPos.com, 19/8/2016)
Hasbullah Thabrany, lulusan Barkeley (University of California, AS), pakar penulis buku jaminan sosial asuransi kesehatan. Menurut dia, kalau harga rokok dinaikkan dua kali lipat—yang di media jadi Rp50 ribu sebungkus—banyak dana asuransi kesehatan (BPJS) yang selama ini terkuras oleh penyakit akibat rokok, bisa dihemat untuk peningkatan layanan kesehatan masyarakat.
Dengan banyak perokok berhenti, kesehatan mereka menjadi lebih baik, terjadi pengurangan belanja rokok yang dialihkan untuk perbaikan gizi keluarga. Hasbullah menyebut angka Rp400 triliun per tahun nilai dari pengurangan belanja rokok yang beralih menjadi konsumsi sehat masyarakat. (Metrotv, 20/8/2016)
Angka dari Hasbullah itu tak berlebihan. Merujuk data profil kemiskinan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), rokok telah menjadi "kebutuhan pokok" masyarakat yang memberi kontribusi pada garis kemiskinan. Per Maret 2016, di perkotaan dan perdesaan belanja rokok menempati peringkat kedua setelah beras. Porsinya, di perkotaan sebesar 10,79% dari konsumsi rumah tangga, sedang di perdesaan 6,88%. Persentase anggota keluarga yang merokok di rumah 52,62%. (Tribunjogja.com, 15/8/2016)
Di sisi lain, Ketua Panja RUU Pertembakauan DPR Firman Subagyo menilai yang meluncurkan wacana itu bagian dari gerakan antitembakau yang ingin mematikan industri rokok nasional. "Ini kan gerakan antirokok. Mafia-mafia ini luar biasa. Banyak yang mengatasnamakan atau berdalih kesehatan," ujarnya kepada JawaPos.com. (19/8/2016)
Meski demikian, Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi menyatakan, "Harga rokok jadi Rp50 ribu per bungkus adalah salah satu referensi yang dikomunikasikan."
Menurut Heru, pemerintah harus mempertimbangkan usulan tersebut bukan saja dari sisi kesehatan, melainkan juga dari aspek ekonomi, seperti industri, petani, dan keberlangsungan penyerapan tenaga kerja.
Di balik itu, pemerintah sudah menargetkan pendapatan cukai tembakau dalam RAPBN 2017 sebesar Rp149,88 triliun atau naik 5,78% dari target APBNP 2016 sebesar Rp141,7 triliun. (Kompas.com, 19/8/2016)
Dengan kenaikan cukainya, harga rokok pasti naik, tapi belum dua kali lipat atau jadi Rp50 ribu sebungkus. ***
Selanjutnya.....

BLT Diganti Jadi Bantuan Nontunai!

BLT—bantuan langsung tunai—untuk Program Keluarga Harapan (PKH) segera diuji coba untuk diganti dengan bantuan sosial nontunai melalui sebuah kartu kombo yang dinamakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dengan fitur uang elektronik dan tabungan yang diterbitkan bank anggota Himpunan Bank Negara (Himbara), yakni BNI, BTN, BRI, Bank Mandiri.
Selain bisa untuk tarik tunai dan transfer, kartu kombo yang saldonya diisi bantuan dana PKH itu juga bisa dipakai sebagai kartu debit untuk belanja di e-warung Gotong Royong (e-warong) Kelompok Usaha Bersama (Kube) PKH. Di e-warong bisa membeli sembako rastra (beras sejahtera/pengganti raskin), gula, tepung, dan minyak goreng, dengan harga subsidi.
Selain melayani pembelian sembako, e-warong juga Agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di bawah Himbara sehingga juga melayani tarik tunai, transfer, dan menabung atas rekening kartu kombo milik PKH. (Metrotvnews, 18/8/2016)
"Dengan kartu kombo, masyarakat penerima bantuan sebagai nasabah salah satu bank anggota Himbara dapat mengakses ketiga aktivitas utama tersebut (tarik tunai, transfer, dan menabung) di seluruh jaringan dari keempat bank Himbara," jelas Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat peluncuran program tersebut di Jakarta, Kamis (18/8/2016).
"Hal ini," lanjut Khofifah, "dalam mewujudkan penyaluran bantuan sosial dengan prinsip 6T, yaitu Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Kualitas, dan Tepat Administrasi."
Dengan kartu kombo KKS berupa kartu debit bank Himbara, para penerima bantuan menjadi lebih mandiri tanpa bantuan atau campur tangan orang lain lagi dalam penarikan dan penggunaannya. Ini perlu sosialisasi lebih jelas lagi kepada penerima, untuk bisa mengatur penggunaan sesuai dengan jumlah penerimaan saldo berkala bantuannya.
Selain itu, agar tidak mudah ditipu, misalnya mengijonkan bantuan pada jumlah lebih kecil untuk memenuhi kebutuhan mendesak sebelum jatuh tempo transfer berkala bantuan, dengan menggadaikan kartu kombonya. Pengalaman kupon raskin pindah tangan untuk ditebus orang lain dengan membagi sebagian beras yang didapat, layak jadi pengingat.
Maksudnya, dengan sosialisasi yang jelas diharapkan semua tujuan baik dalam memudahkan penyaluran bantuan itu bisa benar-benar meningkatkan kesejahteraan para penerimanya. Jangan sampai, saat jadwal transfer saldo berkala triwulanan masuk, fasilitas sembako murah berkualitas baik di e-warong malah dinikmati calo penerima gadai kartu kombo. ***
Selanjutnya.....

Berapa Isi Pepesan Tax Amnesty?

SAAT menilai tidak realistis target perpajakan APBNP 2016 sebesar Rp1.539,2 triliun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan walaupun target penerimaan tax amnesty tercapai 100%, atau diperoleh Rp165 triliun, penerimaan perpajakan tetap diperkirakan meleset Rp219 triliun atau hanya mencapai Rp1.320,2 triliun. (Kompas.com, 17/8/2016)
Masalahnya, berapa besar isi pepesan tax amnesty itu sebenarnya bisa tercapai sampai akhir Desember 2016? Tax amnesty yang berlaku sejak 18 Juli 2016 hingga 17 Agustus 2016, berdasar data Direktorat Jenderal Pajak, dana yang pulang kampung (repatriasi) sebesar Rp1,14 triliun. Sementara dana yang dideklarasikan Rp29,46 triliun, dengan perincian Rp25,8 triliun deklarasi luar negeri dan Rp3,66 triliun deklarasi dalam negeri. Dari semua deklarasi itu diterima uang tebusan sebesar Rp625 miliar dengan jumlah surat pernyataan harta (SPH) sebanyak 4.994. (Kompas.com, 18/8/2016)
Dibanding dengan target repatriasi pajak Rp1.000 triliun hingga 31 Maret 2017, nilai dana repatriasi itu kecil sekali. Apalagi dibanding dengan harapan Presiden Jokowi dana repatriasi dan deklarasi amnesti mencapai Rp5.000 triliun. Lebih lagi dari estimasi pemerintah, dana milik warga Indonesia di luar negeri setidaknya mencapai Rp11 ribu triliun, seperti disitir Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo. (Kompas.com, 9/8/2016)
Tampak realisasi dana repatriasi dan deklarasi yang sudah masuk kecil sekali dibanding dengan estimasi, harapan, dan target penerimaan pajak pada APBNP 2016. Juga dibandingkan dengan ramainya peserta setiap sosialisasi tax amnesty, realisasi atau isi pepesan tax amnesty itu kurang sebanding.
Relatif realistis mungkin, Dirut Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo yang menyatakan dana repatriasi pajak yang bakal masuk ke banknya Rp5 triliun. Saat ini dana tersebut belum disetor ke Bank Mandiri.
"Sudah ada Rp5 triliun yang confirm. Namun, belum mengisi. Mereka melaporkan tebusannya dulu," ujar Kartika. (Kompas.com, 12/8/2016)
Dari realisasi yang jauh dari estimasi itu bisa diduga ada ganjalan pada pemilik dana untuk segera ikut tax amnesty. Yustinus menduga para wajib pajak masih menunggu kepastian dari pemerintah adanya cara pandang yang sama antarpenegak hukum.
Masih banyak yang takut, asal usul dananya dicium polisi, jaksa, atau KPK. Justru karena pemerintah promosi, dana repatriasi pajak bukan berasal dari hasil kejahatan! Bisa jadi banyak yang di luar kriteria itu. ***
Selanjutnya.....

Definisi Korupsi Politik Artidjo dkk!

DEFINISI “korupsi politik” tidak ditemukan dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Majelis Hakim kasasi, Artidjo Alkostar, MS Lumme, dan Krisna Harahap, merumuskan “korupsi politik” dalam kasus mantan Bupati Karanganyar, Jawa Tengah, Rina Iriani Ratnaningsih, yaitu korupsi yang dilakukan pejabat publik dan uang hasil kejahatannya dialirkan untuk kegiatan politik. (detiknews, 14/8/2016)
"Terdakwa mempergunakan sebagian uang hasil korupsi sebesar Rp2,4 miliar untuk kepentingan pribadi, yaitu dibagikan kepada pengurus politik pendukung terdakwa dalam rangka Pemilukada 2008 sehingga perbuatan terdakwa merupakan korupsi politik," putusan majelis di website MA, Minggu (14/8/2016).
Dalam Pemilukada 2008, Rina membuat Rina Center. Tim ini mendukung Rina memenangi pemilukada. Di PN Tipikor Semarang, 17 Februari 2015, divonis 6 tahun penjara, ini diperkuat PT, di kasasi oleh hakim Artidjo dkk diperberat menjadi 12 tahun penjara.
Sebelumnya, dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), Hakim Artidjo dkk mengonstruksikan kejahatan “korupsi politik” adalah perbuatan yang dilakukan pejabat publik yang memegang kekuasaan politik, tetapi kekuasaan politik itu digunakan sebagai alat kejahatan.
"Hubungan transaksional antara terdakwa yang anggota badan kekuasaan legislatif dan pengusaha daging sapi Maria Elizabeth Liman merupakan korupsi politik karena dilakukan terdakwa yang berada dalam posisi memegang kekuasaan politik sehingga merupakan kejahatan yang serius (serious crimes)," tegas Artidjo dalam putusannya. Artidjo dkk memperberat hukuman LHI dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara.
Karena acap memperberat hukuman koruptor, banyak koruptor menarik kembali kasasinya ketika mengetahui kasusnya ditangani Artidjo. Bahkan Kasubdit Kasasi Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna memanfaatkan hal itu ke pihak yang beperkara agar kasusnya tidak ditangani Artidjo. Pengatur arus berkas di MA ini minta uang Rp75 juta untuk itu. (Kompas.com, 15/8/2016)
Definisi korupsi politik itu sejalan dengan mantan Ketua KPK Taufiqurrachman Ruki, bahwa biang kerok korupsi di republik ini politik. Pejabat publik butuh uang untuk modal kampanye. Ketika terpilih, berupaya mengembalikan modal kampanye dengan cara tidak halal. Itu sumber korupsi yang dilakukan anggota DPR dan pejabat publik, tegas Ruki. (Kompas.com, 15/8/2016)
Hukuman berat korupsi politik itu menjadi batu uji kepintaran pejabat publik memelintir dana publik untuk kepentingan politiknya. ***
Selanjutnya.....

Membangun Peradaban Merah-Putih!

BUDI, seorang remaja pinggiran, dengan wajah ceria dironai senyum bangga pulang ke rumah dengan mengayun-ayunkan kibaran bendera Merah-Putih yang baru direngkuhnya dari puncak tiang panjat pinang 17-an. “Merdeka Bung!" teriak Budi. "Mantaap!" sambutnya sendiri.
"Diam kau! Bodoh!" sambut kakaknya. "Susah payah kau panjat batang pinang licin, satu baju kaus kau korbankan kotor untuk menghapus oli di batang pinang itu, setelah sampai atas semua hadiah kau lempar-lemparkan untuk jadi rebutan orang di bawah! Kau tidak buat perjanjian sebelumnya dengan orang-orang di bawah supaya menyisihkan bagianmu, tapi kau lebih bangga berdiri mengibarkan bendera yang kau dapat di puncak batang pinangnya!"
"Mengibarkan bendera Merah-Putih!" potong Budi tegas. "Bukan sembarang bendera!"
"Tapi kau tak dapat apa-apa! Semua hadiah diambil orang!" entak kakaknya. "Tujuan panjat pinang itu untuk mendapatkan hadiahnya!"
"Cara berpikir begitu salah!" sambut Budi. "Panjat pinang 17-an itu simbolik dari sukarnya para pejuang mencapai tujuan, kemerdekaan bangsa! Lantas setelah tujuan tercapai, bangsa merdeka, pejuang tak layak mengambil semua hadiah untuk dirinya sendiri. Kemerdekaan itu buah dari keikhlasan pengorbanan jiwa dan raga para suhada, pahlawan yang gugur dalam perjuangan mengusir penjajah," tegas Budi. "Semua pengorbanan itu bukan untuk mendapatkan hadiah bagi dirinya, melainkan lebih utama demi kejayaan Merah-Putih berkibar di cakrawala Republik Indonesia!"
"Ah kuno!" tukas kakak. "Itu cara berpikir orang dahulu, pada zaman perjuangan kemerdekaan, saat para pemimpin siap miskin. Tapi kini, para pemimpin tidak lagi siap miskin, mengambil duluan bagian untuk dirinya, bahkan tidak sedikit yang lewat korupsi! Akibatnya rakyat tidak kebagian, kesengsaraan meluas, tecermin dari indeks pembangunan manusia (IPM) saat Indonesia di peringkat ke-108 dunia, setingkat di bawah Palestina yang belum merdeka penuh."
"Maka itu, para pemimpin harus membangun peradaban Merah-Putih, prioritas usahanya untuk keagungan negara-bangsa, dengan menyalurkan kekayaan negara sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat selayak membagikan hadiah panjat pinang kepada orang-orang di bawah. Jadi, prioritas para pemimpin bukan lagi pemanfaatan kekayaan negara sebesar-besarnya untuk diri dan kroninya belaka," tegas Budi. "Dengan para pemimpin tak lagi materialistik, peradaban Merah-Putih bisa terbangun dalam karakter bangsa yang akhlakul karimah." ***
Selanjutnya.....

Medeka 71 Tahun, Penjara Penuh!

PERINGATAN 71 tahun kemerdekaan bangsa ditandai dengan polemik usaha mempermudah pemberian remisi (pemotongan masa hukuman) kepada terpidana korupsi, terorisme, dan narkoba, karena isi penjara di seantero Tanah Air sudah penuh, bahkan melebihi kapasitas daya tampungnya.
Dengan kemudahan pemberian remisi itu, para terpidana bisa lebih cepat keluar dibandingkan dengan masa hukuman sebenarnya, sehingga kondisi penuh sesak penjara akibta kelebihan muatan bisa dikurangi.
Itulah tujuan pemerintah merevisi PP No. 99/2012 yang mengatur syarat untuk mendapat remisi harus menjadi justice collaborator (JC) atau pelaku kejahatan yang membongkar kejahatan bagi narapidana, korupsi, terorisme, dan narkoba.
Revisi yang menghapus syarat harus jadi JC untuk bisa dapat remisi itu diharapkan disahkan Presiden Joko Widodo menjelang perayaan 17 Agustus. (Kompas, 11/8/2016)
Pembicaraan dalam tulisan ini mengenai kenapa isi rumah tahanan dan penjara di negeri kita bisa melampaui kapasitas, bahkan ada yang nyaris dua kali lipat dari kapasitasnya? Jawaban gampangnya, karena rumah tahanan dan penjara tidak dibangun sesuai dengan pertambahan penghuninya.
Jawaban itu betul, memprihatinkan. Karena esensinya bertentangan dengan logika bangsa yang sudah 71 tahun merdeka, justru tecermin semakin lama merdeka semakin jauh dari gambaran adil, makmur dan sejahtera yang dicita-citakan para pejuang kemerdekaan. Kalau adil, makmur dan sejahtera yang menjadi cita-cita kemerdekaan terwujud secara esensial, tentu orang tak harus masuk penjara karena merampok, membegal, mencuri, menipu, atau menjadi koruptor, teroris, serta menjual narkoba.
Jadi, mereka yang meringkuk dalam tahanan dan penjara itu sebenarnya hanyalah korban dari kegagalan mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa. Sehingga, yang harus memikul kegagalan itu adalah para pemimpin yang telah menempatkan diri untuk mengambil tanggung jawab utama mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa.
Pemerintah, dalam hal ini eksekutif bersama legislatif dan yudikatif merupakan barisan pertama yang harus bertanggung jawab atas hitam-putihnya negara ini. karena, merekalah yang menentukan arah dan langkah demi langkah kehidupan bernegara-berbangsa.
Maka itu, kalau pemerintah merevisi PP tersebut untuk mempercepat arus keluarnya penghuni penjara agar berkurang jubelannya, merupakan salah satu opsi sebelum bisa mengurangi arus masuk penjara berkat perbaikan sistem pencapaian tujuan kemerdekaan adil, makmur dan sejahtera. ***
Selanjutnya.....

Cita-Cita Sosialis, Terbuai Kapitalis!

SISTEM perekonomian yang kini diterapkan di Indonesia tidak sesuai dengan yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Cita-cita kemerdekaan kita adalah mewujudkan masyarakat sosialis Indonesia, tapi terbuai sistem kapitalis yang berasal dari negara lain. 
Demikian Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat pada peringatan 114 tahun hari lahir Proklamator Kemerdekaan RI Mohammad Hatta, Jumat. (Kompas.com, 12/8/2016)
Djarot mencontohkan sistem koperasi yang dulu dicetuskan Hatta, kini tidak diterapkan secara benar. Indonesia terbuai dengan sistem kapitalis yang berasal dari negara lain.
"Bahwasanya cita-cita kebangsaan kita, cita-cita kemerdekaan kita adalah mewujudkan masyarakat sosialis Indonesia, bukan masyarakat kapitalis Indonesia. Sistem yang dibangun Bung Hatta adalah sistem yang menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia, bukan menyejahterakan sekelompok kecil para pejabat dan pengusaha belaka," kata Djarot.
Mengembalikan sistem perekonomian Indonesia seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa, menurut Djarot, merupakan tantangan berat. Namun, ia yakin itu dapat dilakukan jika semua elemen bangsa bisa bekerja sama.
Pernyataan Djarot itu dipahami bukan sebatas ironi kehidupan koperasi yang secara politik didaulat sebagai saka guru ekonomi nasional, tapi realitasnya banyak compang-camping, bahkan tak sedikit yang dibubarkan oleh pembina koperasi daerah. Tetapi, juga terkait penguasaan lahan dan sumber-sumber kekayaan alam oleh asing dan sekelompok kecil elite ekonomi yang justru memarginalkan mayoritas rakyatnya sendiri hanya menjadi kawula penguasa modal.
Dilihat dari dua sisi itu kegagalan mewujudkan masyarakat sosialis yang dicita-citakan para Bapak Pendiri Republik ini layak disesalkan. Karena, kegagalan itu bukan semata akibat lemahnya sumber daya manusia Indonesia dalam mengelola koperasi, melainkan lebih sebagai akibat penyimpangan fatal dalam distribusi lahan dan sumber-sumber alam hingga membentuk sistem ekonomi antitesis dari cita-cita para Bapak Pendiri RI, yakni sistem kapitalis.
Bagi orang yang pernah membaca "Indonesia Menggugat"--pembelaan Bung Karno di depan Pengadilan Kolonial (1933)--pasti memaklumi bahwa sistem kolonialisme yang kini mewujud dalam kapitalisme global adalah musuh dari cita-cita kemerdekaan Indonesia. Itu berarti, realitas absolut sistem kapitalis yang mencengkeram bangsa dewasa ini adalah akibat pengkhianatan nyata terhadap cita-cita para Bapak Pendiri RI. ***
Selanjutnya.....

Sri Mulyani pun Mengoreksi APBNP!

SRI Mulyani, kelahiran Tanjungkarang, 26 Agustus 1962, melepas jabatan direktur pelaksana Bank Dunia demi memenuhi panggilan Ibu Pertiwi. Usai dilantik sebagai Menteri Keuangan Kabinet Kerja reshuffle jilid II, ia pelototi APBNP 2016 yang baru disahkan bulan lalu. Hasilnya, ia temukan hal-hal yang tidak realistis dan langsung dikoreksinya.
Salah satu yang tidak realistis itu basis perhitungan penerimaan pajak. Tercatat adanya potensi ketidaktercapaian pajak sebesar Rp219 triliun. Akibatnya, harus dilakukan penyesuaian pada sisi pengeluaran dengan memangkas belanja negara sebesar Rp133,8 triliun (Metrotvnews, 10/8/2016).
Kenapa tidak tercapainya target pajak diimbangi pemotongan anggaran belanja negara? Padahal, tahun sebelumnya utang lebih dua kali lipat dari itu bisa secara mudah ditutupi dengan dana utangan lewat lelang surat berharga negara (SBN) atau surat utang negara (SUN) yang laris manis dengan suku bunga bersaing di pasar obligasi?
Mungkin ini langkah Sri Mulyani berdasar pengalaman memimpin lembaga dunia pemberi utang negara-negara miskin, yang makin dalam menggali utang seperti dilakukan pemerintah terakhir ini, hanya akan menambah dalam terbenam timbunan utang.
Apalagi kalau hasil utangan itu di daerah lebih banyak dipakai untuk kenikmatan selapisan kecil elite, bukan ke sektor ekonomi yang mendorong pertumbuhan, dan tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin. Contohnya di satu provinsi, prioritas anggaran justru usul pembelian 100 mobil sekelas Fortuner untuk anggota DPRD dan mobil lebih mewah untuk pimpinan legislatifnya.
Lantas bagaimana dengan proyek-proyek yang terpangkas anggarannya? Tentu terkait pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dijaga agar tidak terpengaruh. Sementara proyek-proyek besar yang khusus, seperti kereta api cepat Jakarta—Bandung dananya ditanggung investor Tiongkok, bukan dari APBN. Itu sebabnya proyeknya tidak jadi ditangani Jepang karena syaratnya harus dijamin APBN.
Lantas apakah berarti kebijakan Indonesia nanti bisa benar-benar bersih dari utang? Kemungkinannya, mengurangi maksimal jalur utang berbunga tinggi (suku bunga obligasi kita di kisaran 8% per tahun), diganti kredit lebih ringan dan bahkan tanpa bunga yang arusnya ada di tangan Sri Mulyani. Bentuknya bantuan proyek—bukan kredit tunai yang salurannya bisa ditilap.
Kalau betul begitu, pemangkasan anggaran kali ini bisa menjadi pil pahit demi ekonomi bangsa yang jauh lebih sehat ke depan. ***
Selanjutnya.....

Kedangkalan Nalar Pemimpin!

PEMIMPIN dan wakil rakyat saat ini mengalami kedangkalan nalar. Pemimpin yang seharusnya menjadi teladan gagal menjalankan perannya tersebut.
Demikian sosiolog UGM, Arie Sudjito, yang juga menilai pemimpin dan wakil rakyat tidak memiliki daya refleksi atas problem yang sedang dihadapi bangsa. Mereka cenderung membuat kebijakan dan regulasi dengan tidak mendasarkan pada kepentingan rakyat, tetapi kepentingan pribadi atau kelompok. (Kompas.com, 9/8/2016)
Salah satu contoh kebijakan seperti itu revisi UU Pilkada yang mencabut hak rakyat memilih kepala daerah dan mengalihkan hak tersebut kepada DPRD. Tapi, UU itu kemudian dikoreksi Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka tak sadar implikasi negatif kebijakan tersebut untuk rakyat. Selain itu, menurut Arie, mereka pun merasa mandat yang telah diamanatkan rakyat tak terkontrol—mereka bertindak seenaknya sendiri.
Atas gagalnya keteladanan pemimpin dan wakil rakyat itu, jajak pendapat Kompas (8/8/2016) mencatat sejumlah nilai luhur dan perilaku negarawan dalam kehidupan masyarakat mulai memudar. Salah satunya ditunjukkan belum sepenuhnya sikap berani mengakui kesalahan, jujur, dan amanah, serta tunduk kepada hukum menjadi karakter masyarakat.
Perilaku pemimpin dan wakil rakyat yang tak negarawan itu memperburuk perilaku rakyat. Jika ini terus dibiarkan, imajinasi keindonesiaan dan cita-cita besar bangsa akan hilang. Rakyat akan frustrasi yang berujung pada konflik sosial yang kian sering terjadi.
Karena itu, penting bagi pemimpin dan wakil rakyat untuk memperdalam nalarnya, yakni mematangkan dan mendewasakan akal sehatnya. Seiring itu, memperbaiki orientasi dan perilakunya. Perbaikan orientasi itu dengan mengingat dirinya mengemban amanat atau mandat rakyat, jadi harus bertanggung jawab pada rakyat. Sehingga, menurut Arie, kebijakan atau regulasi yang dibuat akan berorientasi pada kepentingan rakyat, berkeadilan.
Di sisi lain, tambah Arie, masyarakat jangan apatis. Harus mampu bersikap kritis sekaligus peduli. Kontrol terhadap pemimpin harus tetap dilakukan sebagai bentuk kepedulian dan sikap kritis.
Tekanan kontrol bisa mematangkan dan mendewasakan nalar pemimpin dan wakil rakyat. Tekanan kontrol membuat pengalaman buruk seperti koreksi MK terhadap UU yang mencerminkan kedangkalan nalar mereka menjadi cambuk untuk mengubah perilaku dan orientasinya.
Kalau memang begitu, rakyat bisa berharap hadirnya keteladanan dan sikap negarawan. Lain hal kalau pemimpin bebal, antikritik! ***
Selanjutnya.....

Menjaga Relevansi Media Cetak!

RABU, 10 Agustus 2016, harian umum Lampung Post genap berusia 42 tahun. Di balik "vonis" universal media cetak memasuki era senja kala, koran ini justru terus berusaha meremajakan performance dan personalianya. Bukan hanya untuk bertahan, melainkan malah untuk terus mengembangkan diri dengan beragam konvergensi kegiatan usahanya.
Senja kala media cetak itu dihadapkan dengan pesatnya perubahan teknologi informasi, khususnya terakhir ini media massa berbasis internet dan media sosial di peranti seluler. Lewat medium baru itu penyebaran informasi berlangsung amat cepat, per detik, sedangkan media cetak diproses seharian, baru sampai ke audiensnya esok paginya.
Namun, dengan kecepatannya media internet cenderung lebih banyak tempong-menempong informasi sepenggal demi sepenggal. Orang harus meng-up date atau mengikuti terus menerus untuk menguasai masalahnya secara komprehensif. Ini jarang bisa dilakukan orang karena keterbatasan waktunya. Maka, untuk mendapatkan cerita lengkap atau bahkan akhir kisah dengan solusinya, orang masih mengandalkan media cetak.
Itulah media cetak, dengan repertoar problem solving oriented, tak cuma bermain penggalan informasi prosesnya, tapi mengover masalah secara komprehensif dengan mencari solusi dan penyelesaian masalah.
Lebih dari itu, pada Lampung Post masih terasa semangat pers perjuangan bergelora di atas prinsip amar makruf nahi mungkar, yang justru semakin relevan esensinya di tengah kehidupan masyarakat kontemporer yang berubah cepat dewasa ini.
Kalau ujung pena pers perjuangan dulu menghadap penguasa kolonial yang kejam dan bengis, masyarakat kontemporer sekarang jangan dikira tak mungkin menghadapi makhluk sejenisnya, penguasa yang sok kuasa dan mentang-mentang.
Dengan kekuasaan yang sah bahkan hasil pilihan rakyat sendiri, penguasa seperti itu lebih menyengsarakan rakyat karena merasa benar sendiri dan tak peduli terhadap penderitaan rakyat yang timbul akibat kebijakannya.
Artinya, eksistensi media cetak dengan peran historis amalan semangat perjuangan untuk kepentingan rakyat tertindas, selalu relevan dari zaman ke zaman, tanpa kecuali di era kemerdekaan sekalipun.
Untuk menjaga relevansi media cetak dalam fungsi dan perannya mengamalkan amar makruf nahi mungkar dalam memelihara harmoni masyarakat, peremajaan personalia Lampung Post mendapat prioritas. Demikian esensi peringatan hari ulang tahun yang ke-42 Lampung Post kemarin.
Dirgahayu Lampung Post! ***
Selanjutnya.....

Asyik, Sekolah Jadi Sehari Penuh!

WACANA Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy membuat sekolah belajar sehari penuh bakal mendapat sambutan mengasyikkan dari kalangan murid miskin. Sebab, dengan sehari penuh di sekolah, pasti sekolah memberi makan siang.
Makan siang dari sekolah buat murid miskin sangat membantu mendapatkan perbaikan gizi. Betapa, selain sarapan pagi bersama ayah bunda, saat siang pulang sekolah makanan di tudung saji sering hanya sisa sarapan pagi. Ibunya buruh tani bekerja sehari penuh, tak ada waktu untuk menyiapkan makan siang. Mereka baru masak lagi untuk makan malam.
Makan siang yang harus diberikan sekolah kepada murid miskin itu salah satu alasan kenapa gagasan Mendikbud untuk sekolah sehari penuh itu layak didukung. Makan siang yang disiapkan sekolah itu amat penting, agar tak terjadi ketimpangan sosial yang mencolok antara bekal si kaya dan si miskin.
Selain itu, jatah makan siang dari sekolah itu menjadi alasan keluarga miskin mengizinkan anaknya sekolah sehari penuh, tidak perlu membantu orang tuanya mencari nafkah. Karena, makan siang gratis dari sekolah itu hasilnya setara dengan jika mereka bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah.
Hal kedua gagasan itu layak didukung, karena dengan sehari penuh sekolah anak tidak lagi dibebani pekerjaan rumah (PR). Lembar kerja siswa (LKS) yang selama ini dikerjakan di rumah sebagai PR dan diparaf orang tua, yang menurut dugaan Mendikbud banyak LKS itu justru dikerjakan oleh ibunya, polanya diubah seperti di luar negeri.
LKS itu berupa exercise book tempat murid mengerjakan soal yang diberikan guru. Karena waktu belajar panjang, dibuat tradisi murid selalu membawa pulang ponten (nilai) 100, untuk ditunjukkan dan diparaf orang tuanya.
Caranya, saat guru menemukan murid yang mengerjakan soal dengan pensil menjawab salah, guru melingkari nomor soalnya dengan bolpoin. Lingkaran itu isyarat guru kepada orang tua berapa kesalahan anaknya hari itu.
Namun, pada setiap kesalahan itu guru memberi tahu jawaban yang benar seperti apa, termasuk cara mendapatkannya. Jadi, murid tahu kesalahannya dan seperti apa yang benar. Lalu jawaban yang salah tadi oleh siswa dihapus, diganti dengan perbaikannya yang benar. Selesai proses itu, hasil kerja murid diberi ponten 100.
Dengan begitu, murid tahu apa yang salah dan seperti apa yang benar. Kelemahan di sekolah kita, tak tahu apa yang salah dan seperti apa yang benar. Akibatnya, sampai tua kerjanya bersalahan melulu. ***
Selanjutnya.....

PKH Berhasil Kurangi Kemiskinan!

PKH—Program Keluarga Harapan—menurut Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa telah berhasil menurunkan kemiskinan. "Hasil survei dari beberapa lembaga, seperti Bank Dunia, Bappenas, dan TNP2K menyebutkan bahwa PKH paling signifikan menurunkan angka kemiskinan di Indonesia," ujar Khofifah.
"Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) dari September 2015 (28,51 juta orang) sampai Maret 2016 (28,01 juta orang), angka kemiskinan di negeri ini sudah turun sampai 500 ribu orang," tambahnya. (Kompas.com, 7/8/2016)
Penurunan angka kemiskinan itu sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah kemandirian keluarga yang dibantu PKH. Dari proses pendanaan Kemensos terhadap kemandirian PKH, menurut Khofifah, sudah ada 400 ribu penerima PKH yang sudah mandiri dan lepas dari program PKH.
PKH adalah program bantuan tunai untuk keluarga sangat miskin (KSM). Sejak 2007 hingga 2014, komponennya hanya dihitung sampai anak SMP. Mulai 2015 komponennya ditingkatkan sampai SMA, hingga setahun KSM menerima antara Rp950 ribu sampai Rp3,7 juta.
Yakni, bantuan tetap Rp500 ribu. Komponen: (a) ibu hamil/menyusui/nifas/balita/anak prasekolah Rp1 juta, (b) anak SD Rp450 ribu, (c) anak SMP Rp750 ribu, (d) anak SMA Rp1 juta. Jadi, untuk PKH, prinsipnya banyak anak banyak rezeki. Anak balita, SD, SMP, dan SMA, semua dihitung.
Namun, untuk penurunan angka kemiskinan itu, PKH harus didukung kondisi ekonomi yang kondusif. Seperti dari September 2015 hingga Maret 2016 ketika jumlah orang miskin berkurang 500 ribu orang itu, menurut BPS, terjadi karena inflasi rendah dan terkendali, yaitu 1,71%.
Selain itu, rata-rata harga kebutuhan pokok turun, seperti daging ayam ras turun 4,08%, tingkat pengangguran terbuka turun dari 6,18% jadi 5,5%, upah buruh tani naik 1,75%, dan upah buruh bangunan naik 1,23%.
Pengaruh faktor-faktor tersebut kepada angka kemiskinan signifikan. Contohnya, saat Jokowi dilantik menjadi Presiden Oktober 2014, jumlah orang miskin pada September 2014 sebanyak 27,73 juta orang. Pada September 2015, akibat kondisi ekonomi kurang kondusif sepanjang tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK, jumlah orang miskin bertambah menjadi 28,51 juta orang. Sehingga, jika pada Maret 2016 jumlah orang miskin tercatat 28,01 juta orang, jumlah orang miskin sekarang masih lebih banyak 280 ribu orang dibanding dengan saat awal Jokowi-JK berkuasa. Diharapkan, PKH bisa menghabisi sisa orang miskin yang muncul sepanjang Jokowi-JK berkuasa itu. ***
Selanjutnya.....

Deglobalisasi dalam Kebijakan!

GLOBALISASI digerakkan Wolrd Trade Organization (WTO) dengan neoliberalisme sebagai ideologi untuk praktik pasar bebas. Terlepas dari gerakan kiri yang demonstrasi menolak globalisasi dan pasar bebas setiap ada sidang WTO, semangat deglobalisasi juga merasuki kebijakan pemerintah seperti yang tecermin pada daftar negatif investasi (DNI).
Dalam DNI seperti tertera dalam Perpres No. 44/2016 tanggal 18 Mei 2016, ada puluhan bidang kegiatan usaha yang dinyatakan tertutup, asing dilarang melakukan usaha dalam bentuk apa pun, termasuk melakukan investasi.
Pembatasan terhadap asing itu jelas untuk mencegah globalisasi kebablasan, seperti di sektor pertambangan kini lebih 80% dikuasai asing. Di sektor keuangan dan telekomunikasi, penguasaan asing juga lebih 50%. Kekuasaan asing itu berupa perusahaan raksasa-raksasa dunia. Padahal, 99% usaha orang Indonesia sendiri cuma kelas mikro dan kecil!
Salah satu bidang kegiatan yang masuk DNI adalah perikanan tangkap. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjalankan kebijakan deglobalisasi itu dengan sangat tegas. Bukan hanya asing dilarang dalam kegiatan perikanan tangkap, kapal-kapal asing yang tertangkap ditenggelamkan, bahkan kapal eks asing (buatan asing) sekalipun telah dibeli pengusaha Indonesia dilarang melaut.
Seusai reshuffle Kabinet Kerja Jilid II, Susi menyatakan siap mundur dari jabatannya apabila pemodal asing diberi ruang untuk terlibat di subsektor perikanan tangkap (Berita Satu, 6/8/2016). Sikap itu sebagai reaksi Susi atas pernyataan Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan akan membuka usaha perikanan tangkap dan budi daya bagi penanam modal asing. "Kan negative list-nya kita yang buat. Kalau perlu kita ubah, kita ubah," tegas Luhut (Tempo.co, 3/8/2016).
Tampak kebijakan deglobalisasi yang jelas berorientasi kepentingan nasional itu tidak mudah. Godaan globalisasi yang unggul dengan kekuatan kapitalisme global itu bahkan dibutuhkan dalam usaha memajukan perekonomian domestik. Jalan masuknya seperti diakali Luhut, keran investasi bagi asing itu tidak harus dibuka lebar dengan kepemilikan dominan, tetapi bisa dalam bentuk usaha patungan (joint venture).
Akal-akalan seperti itu membuat Susi dalam rilis siap mengundurkan diri itu mengungkit pesan Presiden Jokowi di rapat seusai reshuffle, dalam pemerintahan Presiden Jokowi, tidak ada visi menteri, yang ada hanya visi presiden. Dan visi presiden itu, Perpres 44/2016, perikanan tangkap masuk DNI. ***
Selanjutnya.....

Pertumbuhan Ekonomi Pulih ke Level 5%

MESKI dibanding kuartal I 2016 (qtq) produk domestik bruto (PDB) Indonesia kuartal II 2016 hanya tumbuh 4,02%, secara year on year (yoy) PDB tumbuh 5,18%. Dengan itu pertumbuhan ekonomi kumulatif semester I 2016 pulih ke level 5,04%.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan PDB kuartal II 2016 atas dasar harga konstan (ADHK) sebesar Rp2.353,2 triliun, atau atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp3.086,6 triliun. Itu tumbuh 4,02% dibanding dengan kuartal I 2016 dengan ADHK Rp2.262,3 atau ADHB Rp2.942 triliun. (Kompas.com, 5/8/2016)
Pemulihan PDB itu dipengaruhi kenaikan harga komoditas nonmigas di pasar internasional. Juga harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) naik dari 30,20 dolar AS per barel pada kuartal I 2016 menjadi 42,13 dolar AS pada kuartal II 2016.
"Faktor domestik lain yakni realisasi belanja pemerintah pada kuartal II 2016 mencapai Rp474,28 triliun, naik dari realisasi belanja pemerintah pada kuartal II 2015 yang hanya Rp384,74 triliun," jelas Suryamin.
PDB kuartal II itu juga dipengaruhi peningkatan produksi mobil sebesar 10,96% (qtq) menjadi 316.351 unit. Juga produksi semen naik 3,34% (qtq) menjadi 14,40 juta ton.
Pemulihan PDB pada kuartal II itu tampaknya tidak berbanding lurus dengan penerimaan pajak yang relatif seret sehingga belanja pemerintah pada APBNP 2016 dipangkas sebesar Rp133,8 triliun, terdiri dari belanja kementerian dan lembaga dipotong Rp65 triliun dan dana transfer ke daerah dikurangi Rp68,8 triliun. Pemangkasan anggaran sesuai dengan perkiraan penurunan penerimaan pajak sebesar 219 triliun dari target 2016 sebesar Rp1.546 triliun.
Refleksi apa penurunan penerimaan pajak itu, serta bagaimana menjaga momentum pertumbuhan PDB sampai akhir tahun?
Pajak bersumber dari kegiatan ekonomi masyarakat yang prosesnya menghasilkan nilai tambah (pajak pertambahan nilai/PPN), perdagangan produknya menghasilkan pajak penjualan (PPn), dan pengelolaannya menghasilkan laba (pajak penghasilan/PPh). Turunnya penerimaan pajak berarti ada sisi kegiatan ekonomi masyarakat yang melemah. Dengan ciri ekonomi kita export oriented, kinerja ekspor-impor layak disimak.
Menurut data BPS, kuartal I 2016 ekspor minus 3,88%, dan impor minus 4,24%. Juga kuartal II, meski harga komoditas naik, ekspor negatif 2,73%, dan impor negatif 3,01%. Artinya, sektor ekspor-impor salah satu yang harus dibenahi untuk meningkatkan penerimaan pajak dan menjaga momentum pertumbuhan. ***
Selanjutnya.....

Virus Unta Sambut Jemaah Haji!

MENTERI Kesehatan Nila Farid Moeloek meminta jemaah calon haji asal Indonesia waspada terhadap virus Mers-Cov atau virus unta. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan Arab Saudi dalam upaya pencegahan penyebaran virus unta tersebut.
"Bila ada jemaah Indonesia yang menderita gejala terserang virus itu, akan dilakukan karantina terlebih dahulu di Arab Saudi, sebelum masuk ke Indonesia," ujar Nila Moeloek. (Kompas.com, 4/8/2016)
Ia mengatakan indikasi orang terserang virus unta adalah panas yang cukup tinggi. "Namun harus ada pemeriksaan lebih lanjut untuk membuktikan apakah jemaah positif virus atau tidak." Virus unta itu sejatinya Middle East Respiratory Syndrome (MERS—sindrom pernapasan Timur Tengah), disebabkan oleh virus korona yang masih satu kelompok dengan virus SARS.
MERS pertama kali ditemukan di Arab Saudi pada 2012. Sejauh ini sudah menginfeksi 495 orang di 12 negara dan lebih 100 orang meninggal dunia. Gejalanya mirip flu, yakni demam, batuk, dan sesak napas. Namun, virus ini menyerang hebat jika menginfeksi saluran pernapasan. (Serambinews.com)
Dalam penelitian yang dipublikasi jurnal Penyakit Menular Lancet, 9 Agustus 2013, ilmuwan Eropa menemukan jejak antibodi virus MERS dalam sampel darah unta-unta yang diteliti. Bukan virusnya itu sendiri. Penemuan antibodi berarti unta-unta tersebur pernah terinfeksi MERS atau virus serupa sebelum berusaha memeranginya. Tidak ada antibodi MERS dalam sapi, domba, dan kambing. (Tempo.co, 9/8/2013) Mungkin itu yang membuatnya diberi nama virus unta.
Meski penularan virus ini terjadi antarmanusia, kata Health Protection Agency, penularannya sangat terbatas. "Jika si A terinfeksi, ia bisa menularkan MERS kepada B, tetapi si B tidak bisa dengan mudah menularkannya ke orang lain, misalnya C. Ini disebut juga penularan tertiary," kata Dr Michael Osterholm dari Pusat Penelitian Penyakit Menular Universitas Minnesota.
Penularan bisa terjadi pada orang yang berada dalam kontak dekat. Misal dari pasien ke petugas kesehatan. Inkubasi penyakit ini berlangsung tujuh hari.
Menurut WHO, virus korona rapuh, hanya bisa bertahan di luar tubuh selama 24 jam. Virus ini juga mudah dibunuh dengan sabun antibakteri. Karena itu, selalu cuci tangan dengan sabun dan gunakan masker untuk menghindari percikan ludah.
Dalam ibadah haji, tubuh bisa selalu steril bila terjaga dalam kondisi tak batal wudu. Jadi tak perlu terlalu khawatir, rajin cek kesehatan ke dokter kloter. ***
Selanjutnya.....

DPR Sayangkan Kasus Haris Azhar!

DUA Wakil Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid dan Hanafi Rais, menyoroti pengaduan Polri, TNI, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) atas Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar ke Bareskrim Polri. Haris diadukan untuk kasus pencemaran nama baik karena mengungkap ke publik pengakuan terpidana mati gembong narkoba Freddy Budiman.
Informasi yang diungkapkan Haris, kata Meutya, termasuk ke dalam temuan awal. Seharusnya temuan awal Haris ditindaklanjuti oleh Polri, alih-alih melaporkan Haris ke Bareskrim. Ia khawatir hal serupa akan terjadi tak hanya kepada Haris, tetapi kepada pihak lainnya yang mengemukakan pendapat bersifat temuan awal. (Kompas.com, 3/8/2016)
Sedang Hanafi Rais menuturkan kesaksian Freddy Budiman yang diungkap Haris Azhar bisa dijadikan pintu masuk reformasi Polri, TNI, dan BNN. Ia tak melihat Haris tersudut dalam kasus ini. "Ini justru kesempatan bagi Haris Azhar untuk membuktikan bahwa yang selama ini dinyatakan betul sehingga itu juga menjadi pintu masuk untuk reformasi di masing-masing institusi," ujar Hanafi.
Kasus bermula dari pernyataan Haris Azhar, mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat BNN, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukan Freddy. Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar. Saat mau mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari Tiongkok.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," cerita Freddy ke Haris. Harga narkoba yang dibeli dari Tiongkok seharga Rp5.000 sehingga Freddy tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualannya. Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy Rp10 ribu hingga Rp30 ribu per butir.
Cerita itu diungkap Haris setelah Freddy dieksekusi mati. Polri, TNI, dan BNN melaporkan Haris dengan tuduhan melanggar UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Mengenai pengenaan UU ITE itu, Meutya Hafid mengatakan, "Sesungguhnya semangat awalnya (revisi UU ITE) bukan untuk memberangus orang menyampaikan pendapat, pemikiran, atau temuan awal. Kami menyayangkan pasal ini digunakan untuk hal-hal demikian."
Tapi apa hendak dikata, kalau lain tujuan pembuat undang-undang, lain pula kepentingan para pemakainya. ***
Selanjutnya.....

Indonesia Kebanjiran Dana Asing!

SEJAK awal 2016 hingga 25 Juli lalu dana asing yang masuk Indonesia mencapai Rp128 triliun, dibanding dengan tahun lalu setahun penuh Rp55 triliun. Jumlah sangat besar itu, menurut Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, masuk ke pasar modal, pasar keuangan seperti Surat Berharga Negara (SBN), juga pada instrumen BI. (detikFinance, 27/7/2016)
Dana tersebut tentu di luar hasil tax amnesty, yang baru berlaku 18 Juli 2016, dan hingga hari ini masih tahapan deklarasi aset mencapai sekitar Rp4 triliun dengan membayar tebusan ke negara 2% dari nilai yang dideklarasikan.
Kalau dana yang besar itu, apalagi nantinya ditambah dana repatriasi hasil tax amnesty yang lebih besar lagi, terlalu banyak masuk instrumen keuangan dan pasar modal, tidak bisa disalurkan ke sektor riil yang produktif, bisa memicu bubble. "Ini yang utama karena dana yang masuk sangat besar, tetapi tidak masuk ke sektor produktif. Ini bisa jadi beban, malah bisa membuat kondisi yang kita sebut overhitting atau bubble," jelas Agus.
Namun, dia mengakui arus besar dana asing saat ini masih berdampak positif terhadap ekonomi Indonesia, ditandai dengan menguatnya IHSG hingga 5.300 pada 1 Agustus, juga kurs rupiah ke dolar AS kian mendekati Rp13 ribu pada hari yang sama.
Atas amat besarnya dana asing yang masuk (di luar hasil tax amnesty) itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla sejak awal mengingatkan agar masyarakat berhati-hati. "Dolar itu di Indonesia disimpan di bank sebagai cadangan saja, berarti kita membayar (bunganya) untuk yang tidak perlu. Oleh sebab itu, hati-hati juga uang besar masuk itu," ujar JK dikutip Antara (12/7/2016).
Dana asing itu masuk Indonesia karena ekonomi dunia sedang tidak kondusif, terutama Eropa yang terkena badai Brexit dan kredit macet perbankan Italia 397 miliar euro, sedangkan di negeri-negeri yang stabil tingkat bunga sangat rendah, 0%. Bahkan, di Jepang suku bunga acuannya minus 0,25%.
Seperti dikatakan JK, "....salah satu faktor juga bunga luar negeri yang nol persen, bunga dalam negeri 8%, sehingga kalau (dana asing) itu dipakai hanya untuk disimpan di perbankan, kita malah harus bayar 8% bunga tanpa menggunakan uang itu."
Belakangan ini ditengarai perbankan agak sulit menyalurkan kredit sehingga agresif menawarkan ke nasabah lewat telepon. Kalau dana repatriasi tax amnesty masuk amat besar sedang imbal hasil terbaik hanya di instrumen keuangan, deposito, dan pasar modal, kekhawatiran Agus dan JK layak disimak. ***
Selanjutnya.....

Parpol Kehilangan Kepercayaan!

KETUA Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan partai politik (parpol) saat ini mulai kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Penilaian itu berdasar pada survei dari sejumlah lembaga independen tentang parpol.
"Saat ini partai politik mulai kehilangan kepercayaan di mata masyarakat. Partai politik di mana pun dalam survei oleh lembaga apa pun dianggap wadah yang paling korup dan tidak memperjuangkan kepentingan rakyat," kata Zulkifli Hasan, yang juga Ketua MPR. (Kompas.com, 1/8/2016)
Dalam survei, lanjut Zulkifli, parpol dianggap hanya mementingkan kepentingannya saja dan hanya mengejar kekayaan untuk kepentingan dirinya sendiri maupun kelompoknya dan bukan untuk kepentingan semua masyarakat.
"Ini harus kita terima sebagai bahan untuk introspeksi diri bagi partai politik dan karena itu saya ingin PAN dan kader PAN harus luruskan langkah dan cita-cita bangsa ini, yakni untuk kesejahteraan rakyat, untuk semua dan bagi semua," tegasnya.
Salah satu survei yang mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap parpol itu Jajak Pendapat Kompas terakhir, yang untuk pertanyaan "Secara umum, puas atau tidak puaskah Anda dengan kinerja partai politik", 57,7% responden menjawab "Tidak puas". (Kompas, 1/8/2016)
Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada parpol, Zulkifli Hasan cenderung menilai dalam tubuh parpol sendiri sudah jenuh. Maka itu, ia memilih jalan keluar "outsourcing", mengandalkan rekrutmen dari luar tubuh partai.
"Tidak cukup publik menuntut dan marah, karena itu saya mengajak kita semua, termasuk seluruh teman yang peduli terhadap negeri ini, yang ingin negeri ini maju dan kuat, kesejahteraannya meningkat, korupsi dikurangi, maka masuk ke partai politik dan warnai, karena kalau tidak, korupsi akan tetap ada. Suka atau tidak suka, partai politik tetap ada dan menjadi pilar demokrasi," ujarnya.
Mengandalkan elemen luar sebagai determinan pendorong perubahan perilaku politikus dalam budaya politik yang telah mapan itu, hasilnya tergantung pada dua hal. Pertama, kekuatan elemen luar melakukan determinasi nilai-nilai idealnya. Kedua, kesiapan elemen dalam sistemnya untuk berubah menyesuaikan diri ke pola ideal bawaan determinan.
Namun, menurut pengalaman, elemen luar dengan kekuatan semula sangat idealistis sekalipun, tak lama setelah masuk sistemnya langsung hanyut dan tenggelam dalam budaya politik yang telah mapan. Jadi, yang didamba justru anomali atas pengalaman yang acap terulang itu. ***
Selanjutnya.....

Pekerja Tiongkok Bisa Picu Konflik!

HIPMI—Himpunan Pengusaha Muda Indonesia—menilai masuknya ribuan pekerja asing asal Tiongkok akan membawa dampak buruk bagi Indonesia, dari pelanggaran undang-undang, kecemburuan sosial yang bisa meledak jadi konflik sosial, hingga merusak budaya bangsa.
"Sekalipun kita ini miskin secara ekonomi, kita tetap memegang adat kesantunan. Kita punya rasa malu, punya budaya bersih. Sedangkan pekerja Tiongkok di Lebak, Banten, malah buang hajat sembarangan. Mereka juga tidak menghargai masyarakat lokal. Ketiga hal ini akan menjadi pemicu konflik sosial yang sangat serius bila tidak segera ditata dengan baik," ujar Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia (Metrotvnews, 27/7/2016).
Bahlil heran, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri menyanggah keberadaan pekerja asal Tiongkok itu di sektor infrastruktur. "Memang, pekerja Tiongkok tidak sampai 10 juta. Tetapi, pekerja Tiongkok bukan hanya mempunyai skill khusus, bahkan pekerja kasar pun diboyong dari sana," tukasnya.
"Menaker harusnya malu tidak mampu menjaga dan melindungi tenaga kerja kita, justru saat negara kita sedang banyak pengangguran membutuhkan lapangan kerja. Menaker harus mampu mendeteksi berapa jumlah pekerja Tiongkok yang memakai visa turis dan overstay. Klaim Menaker akan ada alih keterampilan dengan kehadiran pekerja asing hanyalah omong kosong," tegas Bahlil.
Kehadiran pekerja asal Tiongkok, meski belum 10 juta orang seperti dibantah pemerintah, sudah dikeluhkan luas sejak tahun lalu.
Saat peresmian PLTU Celukan Bawang di Buleleng, Bali, sama sekali tak terlihat pekerja asal Indonesia. Bahkan, petugas pemeriksa tamu undangan pun pekerja asal Tiongkok (Tribun Bali, 12/8/2015).
Alih keterampilan mustahil jika pekerja Indonesia tak dilibatkan. Pengalaman krisis besar pengangguran hingga negaranya pun bangkrut akibat semua proyek Tiongkok dikerjakan pekerja asal negerinya, tanpa melibatkan pekerja lokal, terjadi di Mozambik, Afrika. Pengalaman buruk itu tak boleh terulang, apalagi di Indonesia.
Untuk itu, Kemenaker diharap peka dengan membanjirnya pekerja asal Tiongkok. Bukan hanya di infrastruktur, juga di pertambangan, seperti diakui Bambang Gatot, Dirjen Minerba Kementerian ESDM, yang melihat banyak pekerja Tiongkok seperti di smelter nikel Sulawesi Tengah. "Saya melihat operatornya dari Tiongkok semua," ujarnya (Pos Metro, 28/7/2016).
Jangan sampai Menaker cuma sibuk membantah, di lapangan pekerja Tiongkok meruyak buang hajat di lahan warga. ***
Selanjutnya.....

Perempuan Dominasi Usaha Mikro!

MAYORITAS pengusaha di Indonesia adalah perempuan. Ini data Bank Pembangunan Asia yang diangkat dalam Editors Roundtable di Jakarta, Kamis (28/7/2016). Dari 54,5 juta pengusaha yang ada di Indonesia, 49,9 juta adalah mikro dan kecil, dan 60% pemiliknya perempuan.
Dominasi usaha perempuan dalam ekonomi bangsa itu diangkat Nita Yudi, Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi). Dalam diskusi Iwapi di Bank Dunia juga ditemukan perempuan adalah pengembali kredit terbaik. Bahkan di Indonesia pun, rata-rata Non-Performing Loans (kredit macet) perempuan nyaris nol. (Kompas.com, 30/7/2016)
Mungkin dominasi 60% perempuan di usaha mikro dan kecil itu sudah bagus. Namun Nita mengingatkan, di level yang lebih tinggi perempuannya hanya sedikit. Untuk itu dia berharap perempuan tidak berpuas hati, agar terus berusaha meningkatkan usahanya. Di level menengah dan yang lebih tinggi kalau bisa 50-50.
Usaha untuk meningkatkan kualitas dan skala usaha kaum perempuan di Indonesia sudah ditempuh sejak Presiden SBY. Salah satunya dengan menghadirkan Muhammad Yunus yang dengan Bank Grameen-nya di Bangladesh telah berhasil membangkitkan usaha kaum perempuan melalui kredit noncollateral (tanpa agunan). Keberhasilan itu membuat Bank Grameen dan Muhammad Yunus menerima penghargaan Nobel Perdamaian pada 2006.
Pola Bank Grameen ini telah diadopsi oleh hampir 130 negara di dunia, kebanyakan di Asia dan Afrika. (wikipedia)
Di Indonesia bentuknya antara lain kredit usaha rakyat (KUR). Tapi sayangnya, adopsi polanya cuma kerangka dan kulitnya, sedang isinya--kemudahan dan keringanan--dikesampingkan. Bunga kreditnya sangat tinggi, 22% per tahun, jauh di atas bunga kredit untuk pengusaha besar di kisaran 15%. Setelah setahun Jokowi berkuasa, barulah bunga KUR disubsidi pemerintah menjadi 12%. Belakangan ditekan lagi menjadi 9%.
Keringanan bunga KUR itu saja jelas tak cukup untuk meningkatkan kualitas dan skala usaha mikro dan kecil kaum perempuan untuk naik ke level menengah dan besar. Becermin ke program Grameen, pembinaan dilakukan melalui kelompok keluarga. Bentuk itu berbeda dengan karakter pengusaha perempuan negeri kita, yang kesistimewaannya justru terletak pada keuletannya untuk mewujudkan "one woman enterprise"!
Untuk itu kegigihan pola Martha Tilaar dan Mustika Ratu bisa menjadi model untuk mengelola peningkatan kualitas dan skala usaha kaum perempuan Indonesia, yang secara kuantitatif telah menunjukkan dominasinya.***
Selanjutnya.....