Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 25-09-2020
Adu Tafsir Pandemi Warga vs Penguasa!
H. Bambang Eka Wijaya
ADU tafsir kondisi pandemi terjadi. Warga diwakilkan NU, Muhammadiyah, ormas/LSM menilai kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia telah mencapai tingkat darurat hingga Pilkada harus ditunda. Sedang penguasa -- pemerintah, DPR dan KPU menilai pandemi Covid-19 masih terkendali sehingga Pilkada jalan terus.
Perbedaan tafsir itu tentu akibat cara pandang yang berbeda. Ibarat melihat sebuah gelas serisi air setengah, warga menilai dari bagian gelas yang berisi, sedang penguasa pada bagian gelas yang kosong.
Di bagian gelas yang berisi itu, terlihat laju penambahan kasus baru terinfeksi Covid-19 yang tak terkendali, kenaikan angka harian tak terbendung dari 2.000 kasus naik ke 3.000 kasus per hari, bahkan hari-hari terakhir tak tertahan tembus 4.000 kasus harian.
Tak hanya itu, kasus korban meninggal akibat infeksi Covid-19 juga naik terus, terakhir lebih seratus orang meninggal setiap hari. Jumlah korban menjnggal juga telah mencapai 9.800 orang. Lebih dua kali lipat dari korban meninggal akibat Covid di negeri asal virusnya, Tiongkok.
Demikian dasar warga menilai kondisi Covid-19 di Tanah Air yang didasarkan pada prinsip universal Salus Populi Suprema Lex Esto, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Sebaliknya dasar penilaian penguasa seperti dikemukakan Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia dalam konferensi pers seusai rapat DPR, Pemerintah dan jajaran KPU yang memuruskan Pilkada jalan terus.
"Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih terkendali, maka Komisi II DPR RI bersama Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu, dan Ketua DKPP menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020," kata Ahmad Doli Kirnia. (Kompas.com, 21/9/2020)
Tampak jelas dasar penilaian penguasa terhadap pandemi Covid-19 pada bagian gelas yang kosong. Sehingga, tak terlihat sedikit pun barisan ribuan pasien terinfeksi baru setiap hari, maupun ratusan korban meninggal yang diangkut ambulans ke pemulasaraan korban virus ganas dari hari ke hari.
Jumlah korban meninggal yang mencapai nyaris 10.000 jiwa itu pun, pada bagian gelas kosong cuma dinilai sebatas angka stastitika belaka, tak mempengaruhi sedikit pun pertimbangan penguasa dalam mengambil keputusan.
Dari situ prinsip yang diusung penguasa terkesan jelas, cetho welo-welo, kelancaran program terkait kepentingan kekuasaan adalah hukum tertinggi. ***
2 komentar:
Perahu berlayar tanpa petunjuk arah dan nakhoda yang mahir.
Pada akhirnya, yang salah angin dan penggali kuburan,....
Posting Komentar