Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Unjuk Rasa Setahun Rezim SBY-Boediono!


"GERAKAN massa berinti mahasiswa unjuk rasa di belasan kota, ribuan orang di depan Istana Merdeka, menuntut SBY-Boediono mundur!" ujar Umar. "Apa tak terlalu cepat, satu tahun berkuasa dinilai gagal lalu dituntut mundur?"

"Soal waktu itu relatif!" jawab Amir. "Dilihat dari cepatnya SBY-Boediono menjelma jadi rezim—sejak Setgab partai pendukung meliputi lebih 75% suara di parlemen dibentuk hingga DPR jadi subordinat eksekutif, tak tersisa lagi lembaga formal setara yang bisa efektif mengontrol pemerintah—bangkitnya kontrol ekstra seperti mahasiswa jadi keniscayaan! Soal tuntutan untuk memikat dukungan publik, urusan mahasiswa!"

"Apa tuntutan itu punya dasar?" tanya Umar.


"Dasarnya hasil survei apresiasi masyarakat pada Pemerintahan SBY-Boediono yang merosot telak seperti display di halaman depan Kompas (20-10)," jawab Amir. "Kalau pada akhir priode SBY-JK apresiasi untuk bidang politik keamanan 75,4; hukum 71,3; ekonomi 73,5; kesejahteraan sosial 65,2; pada satu tahun pemerintahan SBY-Budiono melorot menjadi politik keamanan 38,4; hukum 31,4; ekonomi 34,2; kesejahteraan sosial 34,5. Nilai saja apa dasar tuntutan itu memadai!"

"Tapi capaian makroekonomi terakhir fantastik, ekspor bulan lalu tertinggi sepanjang masa!" timpal Umar. "Rupiah menguat di bawah 9.000 per dolar AS, IHSG di atas 3.500, pertumbuhan ekonomi baik, kemiskinan-pengangguran turun!"

"Figur makroekonomi itu kuantitatif!" tegas Amir. "Sedang apresiasi masyarakat bersifat kualitatif, substansinya mereka alami dan rasakan!"
"Bagaimana bisa kontradiktif antara figur makro ekonomi dan substansi hidup rakyat?" kejar Umar.

"Mungkin karena figur fantastis makroekonomi itu hanya dinikmati kalangan terbatas, belum memercik ke rakyat banyak!" jawab Amir. "IHSG misalnya, dinikmati pelaku pasar yang lebih 99% investor asing! Ekspor dinikmati para juragan besar, sedang upah buruhnya tetap ditekan dalam kelompok termurah di dunia! Itu sebabnya, Selasa lalu ribuan buruh Semarang demo menuntut perubahan sistem pengupahan dari model neolib itu menjadi lebih manusiawi!"

"Kontradiksi itu tampaknya akibat sejak jadi rezim kekuasaan SBY-Boediono terkapsul—encapsulated—sehingga bukan saja kontrol tak bisa lagi efektif menyentuhnya, getar-getir penderitaan rakyat juga tak bisa menembus kapsul kekuasaannya!" timpal Umar. "Tak aneh, saat SBY-Boediono menilai sukses kinerjanya, apresiasi rakyat yang pedih lapar perutnya kian melilit justru merosot!" ***


0 komentar: