"RESHUFFLE kabinet dengan menambah 20 wakil menteri dinilai kurang pas oleh mantan Menteri Penertiban Aparatur Negara Feisal Tamin!" ujar Umar. "Menurut dia, tata kelola pemerintahan yang baik harus berorientasi efisiensi tinggi, antara lain tecermin pada struktur organisasi yang ramping, bukan semakin tambun!" (Metro TV, 17-10)
"Penilaian itu jelas didasarkan pada manajemen modern!" timpal Amir. "Tapi timbunan kerjaan yang terbengkalai demikian bejibun di semua sektor pemerintahan, bisa jadi tak teratasi lagi dengan sistem manajemen yang malah harus memperkecil tenaga, terutama di level pimpinan yang terlalu banyak masalah harus ditangani! Karena itu, bukan mustahil jika cara masyarakat tradisional perdesaan Jawa mengatasi masalah ketika pekerjaan terbengkalai justru lebih cocok! Yakni, sambatan—tua-muda/pria-wanita kerja bersama mengeroyok kerjaan agar cepat tuntas!"
"Kalau begitu, reshuffle dengan menambah 20 wakil menteri tak semata dilihat jadi tambunnya kabinet, karena yang dihadirkan sebenarnya kabinet sambatan—kabinet kerja gotong royong! Namanya sambatan alias gotong royong, semakin banyak orangnya semakin bagus!" tegas Umar. "Dengan sambatan, biayanya justru makin hemat! Karena orang sambatan tak berpikir atau didasari niat mencari uang, tapi untuk membantu yang sedang perlu bantuan! Ini bisa diwujudkan dengan mayoritas menteri muda berasal dari kampus, kalangan intelektual yang memang belum berorientasi kepentingan pribadi maupun golongan! Pilihan yang tepat untuk menuntaskan pekerjaan yang terbengkalai sesuai idealnya!"
"Taken for granted pada mentalitas intelektual itu cukup untuk membangun optimisme, sebanding untuk penambahan belanja negara dengan gaji wakil menteri!" timpal Amir. "Tapi kalau cara itu ditempuh agar para menteri dari parpol bisa lebih leluasa memenuhi kepentingan partainya lewat kekuasaan jabatan menterinya, ini jadi buntut reshuffle yang kurang pas! Soalnya, reshuffle dilakukan akibat kinerja kabinet lemah! Kinerja kabinet lemah karena para menteri berorientasi memenuhi kepentingan partainya! Tapi konyol, reshuffle dengan memasang wakil menteri justru agar para menteri bisa lebih fokus dan penuh konsentrasi memenuhi kepentingan partainya!"
"Itu mengisyaratkan kian kuatnya kekuasaan parpol dalam konstelasi pemerintahan!" tukas Umar. "Orang parpol di level menteri, kaum intelektual di lapisan wakilnya! Meski, SDM parpol tak terdidik sebaik intelektual! Lalu, yang kerja intelektual, suksesnya diklaim parpol!" ***
0 komentar:
Posting Komentar