Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kesan Politikus di Kawasan Kumuh!


SEORANG politikus oposan mengingat baik-baik kesannya berkunjung ke kawasan kumuh untuk membuat pernyataan yang bisa menjatuhkan citra partai berkuasa! 

"Rakyat kita semakin miskin, dan hidup mereka sudah amat kritis!" tegasnya saat berbincang dengan sejumlah wartawan."Apa ukuran Anda untuk memastikan kehidupan mereka sudah amat kritis?" tanya wartawan."Saya baru kembali dari kunjungan ke kawasan kumuh, di mana rakyat semakin miskin dan sudah kritis dimaksud!" jawab politikus. 

"Ukuran hidup mereka sudah amat kritis terlihat saat salah satu anak di situ menelan koin Rp500 seisi kampung itu kalang kabut, semua orang panik! Bayangkan, hanya gara-gara uang Rp500 mereka kacau, betapa miskin dan kritisnya hidup mereka! Sedang partai berkuasa tetap tenang ketika kadernya terlibat korupsi menelan uang negara miliaran!"

"Jelas warga kacau kalau anaknya menelan koin Rp500-an! Bukan soal nilai uangnya, tapi karena koin yang tertelan itu bisa mencederai bahkan mengancam jiwa si anak!" timpal wartawan. 

"Tapi soal partai berkuasa tetap tenang dan masalah kader korupsi dianggap selesai setelah kader yang terlibat dipecat, memang kontras dengan nasib rakyat yang heboh akibat koin Rp500! Apalagi kader yang terbongkar korupsi itu tugasnya mencari dan mengumpul uang untuk partainya!"

"Kontras itu seharusnya diakomodasi oleh partai berkuasa dan penguasa, ketika salah satu kader mereka terlibat korupsi segenap pimpinan dan warga partai harus bisa menyikapinya seperti warga kumuh ketika salah satu anak mereka menelan koin!" timpal wartawan lainnya."Bukan malah membiarkan kader yang menelan koin itu menderita tersengal sendirian, bahkan cenderung ditumbalkan bagi kesan tetap bersihnya partai! Lebih sedih lagi ketika warga partai menjauhkan diri dari kader yang malang itu dan menjadikan dia sebagai tempat membuang kotoran mereka!""Itu beda warga miskin kawasan kumuh dengan kami, politikus!" tegas politikus. 

"Solidaritas warga kumuh didasari rasa senasib sepenanggungan, sedang solidaritas politikus didasari kepentingan yang berorientasi melestarikan privilese—hak-hak istimewa! Jika di antara politikus tersingkap korupsi, semua langsung jaga jarak agar tak kena bau korupsi yang bisa mengimbas privilesenya!" 

"Lantas di mana kearifan yang dituntut sebagai dasar integritas politikus?" kejar wartawan."Justru integritas itu yang sukar ditemukan pada mayoritas politikus kini!" timpal wartawan lain. "Akibatnya, putusan politikus selalu lebih terasa bobot kepentingannya ketimbang kearifan!" ***

0 komentar: