"MENURUT Letnan, seks itu sebatas kesenangan atau ada tugas di dalamnya?" tanya Mayor.
"Menurut saya, seks itu kesenangan sekaligus tugas, Komandan!" jawab Letnan.
"Dalam seks tak ada tugas!" sela Kopral.
"Kenapa kau bisa pastikan begitu?" tanya Mayor.
"Karena sesuai kelaziman dalam kesatuan kita setiap tugas Komandan serahkan pada kami, bawahan, untuk melaksanakannya!" jelas Kopral.
"Tidak semua tugas didelegasikan ke bawahan!" bantah Letnan.
"Tugas menyenangkan yang nikmat dilaksanakan sendiri oleh atasan, bahkan ada atasan yang mengira bawahan tidak tahu! Sebaliknya, tugas-tugas berat yang punya risiko pengorbanan fisik dan mental atau malah jiwa dan raga, diserahkan ke bawahan!"
"Tidak semua tugas didelegasikan ke bawahan!" bantah Letnan.
"Tugas menyenangkan yang nikmat dilaksanakan sendiri oleh atasan, bahkan ada atasan yang mengira bawahan tidak tahu! Sebaliknya, tugas-tugas berat yang punya risiko pengorbanan fisik dan mental atau malah jiwa dan raga, diserahkan ke bawahan!"
"Dengan kata lain sakitnya bawahan, nikmatnya atasan!" timpal Mayor.
"Bahkan ada yang lebih parah, pengorbanan dan penderitaan bawahan, yang menikmat hasilnya cuma atasan! Itu terjadi dalam masyarakat oligarkis, seperti di sarang sejenis semut, kelas pekerja banting tulang siang-malam dengan dikawal ketat oleh tentara, hasilnya yang melimpah-limpah semata dinikmati Sang Ratu!" "Berarti kondisi seperti itu justru merupakan sifat bawaan naluri dasar (basic instinct) manusia!" tegas Letnan.
"Sehingga, menjadi ukuran seberapa jauh atau tinggi derajat keberadaban suatu kaum bisa dilihat sudah setingkat apa implementasi keadilan dalam masyarakatnya--baik keadilan formal dengan dimensinya hukum dan politik, maupun keadilan substantif dengan dimensinya sosial, ekonomi, dan budaya!" "Ketakadilan hukum dan sosial-ekonomi paling dirasakan rakyat lapisan bawah!" timpal Kopral.
"Di bidang hukum bahkan amat mencekam benak rakyat dominannya mafia hukum dan peradilan! Di bidang sosial-ekonomi nyata sekali menganga jurang pendapatan antara buruh yang upahnya selalu ditekan di bawah kebutuhan hidup layak (KHL) dengan misalnya anggota DPR yang terima Rp65 juta sebulan, alias 65 kali lipat gaji buruh, padahal ukuran perut dan badan (kebutuhan sandang) antara kedua kaum tak jauh berbeda!"
"Ketakadilan politik tampak pada dimensi tunggal calon presiden dan wakilnya hanya lewat Partai politik, padahal realitas kehidupan berbangsa nyata multidimensional!" tukas Mayor. "Jadi nyata sekali ketakadilan di negeri ini silang-sengkarut dan tumpang tindih, dengan simpul yang sakit dan menderita kaum bawahan, yang menikmati hasil pengorbanan mereka itu kaum atasan!" ***
"Bahkan ada yang lebih parah, pengorbanan dan penderitaan bawahan, yang menikmat hasilnya cuma atasan! Itu terjadi dalam masyarakat oligarkis, seperti di sarang sejenis semut, kelas pekerja banting tulang siang-malam dengan dikawal ketat oleh tentara, hasilnya yang melimpah-limpah semata dinikmati Sang Ratu!" "Berarti kondisi seperti itu justru merupakan sifat bawaan naluri dasar (basic instinct) manusia!" tegas Letnan.
"Sehingga, menjadi ukuran seberapa jauh atau tinggi derajat keberadaban suatu kaum bisa dilihat sudah setingkat apa implementasi keadilan dalam masyarakatnya--baik keadilan formal dengan dimensinya hukum dan politik, maupun keadilan substantif dengan dimensinya sosial, ekonomi, dan budaya!" "Ketakadilan hukum dan sosial-ekonomi paling dirasakan rakyat lapisan bawah!" timpal Kopral.
"Di bidang hukum bahkan amat mencekam benak rakyat dominannya mafia hukum dan peradilan! Di bidang sosial-ekonomi nyata sekali menganga jurang pendapatan antara buruh yang upahnya selalu ditekan di bawah kebutuhan hidup layak (KHL) dengan misalnya anggota DPR yang terima Rp65 juta sebulan, alias 65 kali lipat gaji buruh, padahal ukuran perut dan badan (kebutuhan sandang) antara kedua kaum tak jauh berbeda!"
"Ketakadilan politik tampak pada dimensi tunggal calon presiden dan wakilnya hanya lewat Partai politik, padahal realitas kehidupan berbangsa nyata multidimensional!" tukas Mayor. "Jadi nyata sekali ketakadilan di negeri ini silang-sengkarut dan tumpang tindih, dengan simpul yang sakit dan menderita kaum bawahan, yang menikmati hasil pengorbanan mereka itu kaum atasan!" ***
0 komentar:
Posting Komentar