"GERAKAN massa buruh semakin efektif! Aksi nasional serentak di sentra-sentra industri Rabu, 3 Oktober, mendapat liputan luas media dan televisi asing!" ujar Umar. "Tak kepalang, untuk pertama kali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merespons spontan aksi tersebut dengan memerintahkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar untuk memfasilitasi tuntutan buruh!"
"Sang Menteri pun berjanji dalam tempo enam bulan sampai satu tahun masalah outsourcing (pekerja alih daya) selesai!" timpal Amir. "Perlu waktu penyelesaian masalahnya karena alih daya itu dibenarkan UU No. 13/2003 tentang Tenaga Kerja! Tapi dewasa ini pelaksanaannya disimpangkan, pekerja lepas direkrut untuk pekerjaan di inti usaha (core business), bukan lagi sekadar untuk satpam, kebersihan, dan sejenisnya! Dihapus dalam terminologi
Menteri bisa berarti dibersihkan segala bentuk penyimpangan dari ketentuan UU!"
"Pengertian outsourcing di negeri kita memang cenderung bias!" sela Umar.
"Mungkin karena itu, meskipun demo buruh membentang spanduk bertulisan tolak outsourcing, Aljazeera, dan televisi asing tak menyebutkan isu itu, tapi mengganti dengan tuntutan menaikkan upah! Karena secara universal outsourcing lazim berarti tenaga kerja dari luar negeri! Justru outsourcing dalam arti itu tak ditolak buruh kita, meskipun beda upah mereka jauh sekali!"
"Orang kita suka menggunakan istilah asing untuk menyelubungi penyimpangan aturan!" tukas Amir.
"Seperti outsourcing, itu pekerja lepas yang dikoordinasi anemer pengerah tenaga kerja! Pekerja lepas itu sama sekali tak ada hubungan kerja (administratif) dengan manajemen perusahaan tempatnya bekerja, karena yang berhubungan soal pekerjaan itu anemer! Gaji pekerja diterima anemer, lalu anemer membayarkan ke pekerja lepas setelah menarik keuntungan buat dirinya!"
"Realitas itu oleh buruh disebut eksploitasi (penindasan) manusia atas manusia, hingga mereka tolak!" timpal Umar. "Namun hal itu, pada penerapan yang benar, diizinkan UU! Maka itu, jika ingin segala bentuk outsourcing dalam terminologi Indonesia itu dihapuskan, buruh harus mengajukan gugatan judicial review ke MK untuk menghapus pasal UU tersebut! Tanpa itu, penyimpangan pasal UU tersebut akan selalu berulang! Penindasan manusia atas manusia pun berlanjut!" ***
0 komentar:
Posting Komentar