Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pemimpin ‘Solidarity Maker’!

“E-MAIL masuk, ‘Konflik SARA lagi! Adakah cara yang lebih mendasar dan berkelanjutan untuk mengatasinya?’” ujar Umar. “Dijawab komputer, ‘Ke¬hadiran pemimpin yang memiliki ka¬pasitas sebagai solidarity maker!’” “Itu kapasitas pemimpin yang diung¬gulkan dari era Sumpah Pemuda dan proklamasi!” sambut Amir. “Untuk yang dimaksud e-mail bentrokan antarwarga bernuansa SARA di Hari Sumpah Pemu¬da, mengesankan Sumpah Pemuda tak bergema lagi di dada warga yang mayoritas pemuda (usia 40 tahun ke bawah), kapasitas solidarity maker yang dituntut tak lagi terbatas pada skala lokal maupun regional, tetapi lebih strategis lagi, pemimpin nasional!”

“Itu karena bentrokan atau tawuran sejenis sudah meluas secara nasional, antardesa, antarsekolah, antarkampus! Di era informasi ini tayangan media didominasi tokoh nasional sehingga peran perilaku tokoh nasional sebagai contoh bagi rakyat lebih dominan!” tegas Umar. “Ketika pemimpin lebih mementingkan warga kelom¬poknya dan sebaliknya pada orang di luar kelompoknya, de¬viasi tafsirnya di akar rumput bisa tak terhingga!” “Apalagi ia kesankan orang luar kelompoknya sebagai ‘lawan politik’ yang tak layak diberi kesempatan, padahal ia pejabat publik milik semua golongan, tuntutan solidaritas Sumpah Pemuda pun runtuh dari sanubari warga!” timpal Amir.

“Tetapi, bukan berarti pemimpin lokal dan regional yang secara fisik justru lebih dekat dengan warga bisa lepas tangan dari kisruh di daerahnya! Justru program solidarity making approach sebagai suatu kegiatan yang berkelanjutan menjadi porsi tugasnya! Hingga bisa diasumsikan, meskipun keteladanan pemimpin nasional lemah buat contoh solidaritas, kalau penanganan solidar¬ity making approach di tingkat lokal baik, jeleknya realitas di tingkat nasional takkan mengimbas ke daerahnya!” 

“Luasnya wilayah republik dan tidak adanya jaminan keteladanan tokoh nasional, bentuk-bentuk kegiatan soli¬darity making approach yang tepat bagi suatu daerah bisa diunggulkan sebagai kearifan lokal!” tegas Umar. “Adanya program untuk kegiatan solidarity making ap¬proach, kebutuhan cara mendasar dan berkelanjutan mengatasi konflik SARA bisa dipenuhi! Tetapi, hasilnya bergantung ketepatan pelaksanaan program! Jadi, ada programnya saja belum tentu tepat, konon lagi dibiar¬kan—bentrok bisa menjadi agenda musiman!” ***

0 komentar: