"MESKI blokade 2.159 aparat Polri dan TNI Senin (29-10) berhasil memblokade arus utama massa dari arah Kalianda di Way Panji, Lamsel, massa yang berbilang belasan ribu orang itu melakukan gerakan panta rei—seperti air yang alirannya terhalang, merembes lewat jalan lain!" ujar Umar.
"Hingga, meski blokade pasukan gabungan di arus utama kokoh tak tertembus massa, di belakang blokade massa justru meruyak di sasaran serangan! Panta rei, mereka meloloskan diri lewat ladang jagung dan kebun-kebun yang tak terkawal!"
"Dengan begitu, luputnya massa dari blokade tak bisa disalahkan Polda! Karena Polda Lampung telah mengerahkan pasukan cukup besar, termasuk bantuan dari TNI dan Mabes Polri!" timpal Amir. "Disebut kurang antisipasi, juga kurang pas! Soalnya massa yang membeludak belasan ribu orang itu benar-benar di luar perkiraan logis, karena pada malam Senin—setelah kejadian Minggu siang—para tokoh kedua pihak sudah diajak musyawarah! Logikanya, massanya taat pada perkataan tokoh, tak bergerak lagi!"
"Logikanya begitu! Tapi dengan begitu Polda tak belajar dari pengalaman!" tegas Umar. "Sebab, justru saat para tokoh masyarakat di situ melakukan upacara kesepakatan damai di lapangan sepak bola Kalianda menyusul konflik SARA pertama awal tahun ini, saat bersamaan banyak warga melakukan kerusuhan—Jalinsum mereka blokade berjam-jam! Itu terjadi mungkin akibat kurang luasnya tokoh yang diakomodasi dalam perundingan waktu itu!"
"Bisa jadi!" timpal Amir.
"Sedang pada kejadian terakhir, waktunya mungkin terlalu sempit bagi para tokoh untuk meredam amarah warga! Sedang di lain pihak, bukan mustahil provokasi lewat SMS berjalan lebih intensif! Jadi, juga bukan salah para tokoh masyarakat kalau amarah itu tak bisa diredam!"
"Kau ini bagaimana, Polda tak bisa disalahkan, tokoh masyarakat juga tak bisa disalahkan!" entak Umar.
"Lantas siapa yang salah?"
"Provokator! Merekalah pangkal masalahnya!" tukas Amir. "Bermula dari insiden lalu lintas, dikemas jadi isu pelecehan seksual, ujungnya disulut menjadi konflik SARA!"
"Tapi provokator cuma menyulut sumbu bom konflik SARA yang sudah siap meledak nian!" timpal Umar. "Sumbunya pendek pula, hingga gagal diatasi polisi dan tokoh masyarakat!" ***
0 komentar:
Posting Komentar