"MESKIPUN realitas pahit dengan terpukulnya para petani oleh jatuhnya harga komoditas ekspor produksi mereka, terutama karet dan kelapa sawit, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan tercapai 6,3%!" ujar Umar.
"Dan itu tertinggi kedua di Asia setelah China yang tumbuh 7,7%!"
"Optimisme itu tidak berlebihan!" timpal Amir. "Sebab, andalan utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada konsumsi! Utamanya konsumsi kelas menengah dan atas yang tidak kenal krisis—justru jumlah kelompok orang terkaya yang bertambah! Sedangkan konsumsi petani, yang harga komoditasnya jatuh serta masyarakat lapisan bawah umumnya yang terus melemah daya belinya, tidak memengaruhi pertumbuhan ekonomi karena kemampuan ekonomi mereka secara nyata memang cuma embel-embel!"
"Optimisme itu memang sangat wajar karena selama ini juga pertumbuhan ekonomi yang diklaim dan dibangga-banggakan sebagai sukses pemerintah maupun BI relevansinya tidak kuat dengan perbaikan nasib jelata, apalagi yang pendapatannya ditakar serbakekurangan, seperti kaum buruh!" tegas Umar.
"Itu terjadi karena tidak ada mekanisme distribusi yang adil atas arti atau hasil dari pertumbuhan ekonomi kepada rakyat jelata umumnya! Bahkan, pada petani yang harga komoditasnya terpuruk tidak ada kebijakan pemerintah untuk mengurangi rasa pedih penderitaannya, apalagi uluran BI buat rehabilitasi sumber daya ekonominya!"
"Itu bedanya dengan kekuatan raksasa yang jika mengalami krisis amat cepat memperoleh bantuan, bahkan sampai bail out—tanggung jawab pembayaran semua kewajiban (utang) diambilalih pemerintah!" timpal Amir.
"Sedangkan kelompok lemah dibiarkan terpuruk ketika terimbas krisis maupun saat belajar merangkak untuk bangkit kembali! Artinya, optimisme penguasa dengan tingginya pertumbuhan ekonomi itu tidak punya relevansi dengan realitas pahit kehidupan rakyat!"
"Karena itu, saatnya mendesak pemerintah melakukan reorientasi seperti dilakukan Orde Baru 1978, yang waktu itu membalikkan trilogi pembangunan dari pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas, menjadi pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas!" tegas Umar. "Dengan begitu pun jurang kaya-miskin tetap melebar, apalagi sekarang tanpa itu, jurangnya makin dalam membenam kaum melarat!" ***
0 komentar:
Posting Komentar