Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

40℅ Balita Indonesia Kurang Gizi, UNICEF!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Minggu 03-11-2019
40% Balita Indonesia
Kurang Gizi, UNICEF!
H. Bambang Eka Wijaya

STANDAR kehidupan yang meningkat justru membuat para orang tua yang bekerja tidak memiliki waktu, uang, dan kesadaran dalam mengurus makanan anak-anak mereka.
Berdasarkan data hasil penelitian Badan Anak-Anak PBB, UNICEF, di tiga negara Asia Tenggara, Indonesia, Filipina dan Malaysia, tahun lalu, ditemukan 40% anak balita mengalami kekurangan gizi. Jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan secara global, yakni satu dari tiga orang.
Pakar kesehatan masyarakat di Indonesia Hasbullah Thabrany menyatakan, orang tua percaya bahwa mengisi perut anak-anak mereka adalah yang terpenting, tanpa memperhatikan asupan protein, kalsium, dan serat.
Semenrara kekurangan zat besi bisa menghambat anak untuk belajar dan juga bisa meningkatkan risiko kematian ibu selama hamil atau setelah melahirkan.
UNICEF menyebut, kasus ini terjadi karena adanya masalah di masa lalu dan prediksi kemiskinan yang berpotensi terjadi di masa depan. Berdasarkan data UNICWF tahun lalu tersebut, 24,4 juta balita Indonesia, 11 juta balita Filipina, dan 2,6 juta balita Malaysia mengalami kekurangan gizi.
Pakar nutrisi Asia UNICEF Mueni Mutunga menelusuri kembali tren keluarga yang meninggalkan makanan tradisional dan kemudian mengonsumsi makanan modern karena dianggap lebih terjangkau dan mudah disajikan.
INICEF melaporkan, pasokan makanan dari buah-buahan, sayuran, telur, susu, ikan dan  daging yang kaya nutrisi menghilang dari pola makan ketika penduduk desa pindah ke daerah perkotaan untuk mencari pekerjaan.
Meski Indonesia, Filipina dan Malaysia dianggap negara berpenghasilan menengah berdasarkan ukuran Bank Dunia, puluhan juta rakyatnya berjuang untuk menghasilkan cukup uang untuk hidup.
Ahli kesehatan Malaysia T. Jayabalan dikutip sains.kompas (21/10/2019) menyebut kemiskinan adalah masalah utama. Selain itu, mie instan, biskuit tinggi gula, dan makanan cepat saji juga menjadi masalah di ketiga negara tersebut. Promosi dan iklan yang agresif mendorong masyarakat mengonsumsi makanan rendah gizi.
Menurut World Instant Noodles Association, Indonesia adalah konsumen mie instan terbesar kedua di dunia. Sedangkan peringkat satu diisi oleh Tiongkok dengan konsumsi 12,5 miliar mie instan pada tahun 2018.
Untuk mengurangi risiko kurang gizi dari mie instan, pakar gizi Dr dr Samuel Oetoro menyarankan agar dimasak dengan bumbu dapur racikan sendiri lalu dimasukkan dalam rebusan sayuran yang lebih dahulu dimasak tidak terlalu lama. ***

0 komentar: